Chapter 7 : POV Rissa

1011 Words
Keesokan harinya. Hari senin. Hari yang memang membosankan untuk para pekerja aktip yang datang pagi-pagi ke tempat pencari nafkah. Mungkin nggak semua orang merasa bosan. Tetapi untuk aku, jujur saja kalau sudah hari senin dan berangkat kerja pagi rasanya nggak semangat. Tetapi biar bagaimana pun kita harus mensyukurinya. Secapek-capeknya kerja. Lebih capek lagi jadi pengangguran. Hari senin pagi dan berpartner dengan mantan adalah paket komplit ayam geprek level pedas. Yang artinya sudah tahu kita bakal kepedesan dan beresiko sakit perut, kenapa masih saja mau memakannya? Sama kayak si Boss itu. Kalau nggak mau sakit hati itu kembali terulang, maka janganlah ketemu mantan. Tetapi mau gimana? Namanya sikon lagi terdesak memenuhi kebutuhan hidup. Maka harus di jalankan. Daripada nggak bisa beli beras. Aku baru saja memarkirkan motorku di parkiran khusus karyawan toko kue. Setelah itu aku memasuki tempat kerja. Tetapi sebelum memulai semuanya, aku punya kebiasaan yang sudah aku lakukan sejak dulu. Pergi ke toilet hanya untuk bercermin didepan wastafel dan mempersiapkan semuanya. Namanya juga cewek. Jadi wajar-wajar aja kan? Tiba-tiba aku terdiam sejenak. Aku mencium aroma parfum yang sangat familiar. Aku memejamkan mata sejenak, menghirup aroma pheromon soft yang benar-benar menenangkan jiwa. Jujur, aroma ini aroma soft yang aku suka. Karena waktu terus berjalan, akhirnya aku kembali mendekati pintu toilet yang ada didepan mata. Aku langsung membukanya. Tetapi secepat itu juga aku langsung terdiam. Pantas aroma parfum tadi familiar. Aku baru ingat aroma ini adalah aroma favorit pilihan si boss sejak dulu. Nah kan. Mulai lagi teringat mantan.. Jengkelnya aku! Tetapi aku tetap saja tidak perduli. Aku langsung masuk dan berdiri didepan wastafel. Diam-diam aku merasa kesal. Kenapa toko ini tidak membuat toilet khusus cewek dan khusus cowok?! Payah banget. Kita sebagai cewek kayak nggak punya privasi jadinya.. "Bagaimana tidurmu tadi malam. Nyenyak?" Dih, ngapain dia nanya begitu segala? Bikin aku tambah ilfeel. Serius.. "Boss ngomong sama saya?" "Menurut kamu siapa lagi yang ada di sini selain kita?" "Setan." "Memangnya kamu bisa lihat?" "Kebetulan yang ngomong sama saya sekarang memang setan nya." Aku kembali diam tidak perduli. Sementara mulutnya sudah bergerak kecil seperti ingin protes. Aku pun mengeluarkan beberapa perlengkapan yang wajib aku bawa kemanapun dari dalam tas. Ada bedak, lipgloss, pelembab bibir dan juga oil face papper. "Selera kamu dari dulu nggak berubah ya. Masih memakai merek lipgloss yang sama." Ni cowok kenapa sih? Dari tadi nyerocos mulu kayak angsa? Sesungguhnya dia lebih mirip dengan buaya darat ketimbang angsa. Dan juga.. Mana janjinya yang katanya nggak bakal bahas masalalu? Kalau bukan karena gaji 8 juta aja benar-benar minggat aku dari sini?! "Masalah buat anda?" "Tidak. Justru saya malah tersanjung karena merek yang kamu pakai barusan adalah pilihan saya sejak dulu." Aku tersenyum sinis. Setelah memakai lipgloss itu aku malah membuangnya ke tempat sampah. Padahal tanggal kadaluarsanya masih lama. Ntah kenapa sesuatu yang berhubungan dengan mantan, aku langsung membuangnya. "Loh, kok di buang?" Aku meraih tisu dan mengelap bibirku. Aku sengaja menghapus olesan lipgloss yang baru saja aku poles karena terlanjur jengkel. "Sudah nggak saya pakai lagi. Makanya saya buang." "Tapi kan-" "Saya tidak seperti Boss. Yang masih menyimpan masalalu walaupun hanya selembar foto." Skakmat. Jawaban yang pas bukan? Sejujurnya aku cukup terkejut begitu mendengar ucapan anaknya kemarin yang katanya si Ayah masih menyimpan fotoku. Tetapi aku berusaha untuk bersikap biasa dan tidak kepedean. Memang dasar nggak punya hati. Sudah punya anak istri masih aja nyimpen foto mantan! "Kamu jangan salah paham. Putriku menemukan foto itu di lemari gudang yang sudah lama saya simpan." "Permisi... Saya mau kerja dulu." Aku melangkah keluar. Tidak baik meladeni orang yang gagal move on seperti dia. Dari ucapan anaknya kemarin aku langsung sadar kalau si Boss sepertinya belum bisa move on dari aku. Ya iyalah! Kan dia yang nyakitin aku. Definisi penyesalan pasti belakang itu ya tipe-tipe kayak dia. "Jangankan foto kamu. Perasaan tentang kita aja saya tidak pernah membuangnya.." Cepat keluar Rissa.. Cepat keluar dari sini. Dengan langkah cepat aku pergi keluar menuju kasir bersiap untuk bekerja. Baru masuk jam kerja saja sudah di hadapkan realita kehidupan yang menyebalkan. Bagaimana dalam beberapa jam kedepan? "Halo Tante Cantik!" Aku menoleh ke arah gadis cantik dengan rambut kuncir yang menggemaskan. Astaga.. Dia lagi. Anaknya si Boss Terpaksa aku berakting dengan memaksakan senyumanku. "Hai cantik." "Tante. Kok bisa cantik? Suka dandan ya?" "Ha?" "Mama aku juga cantik kayak tante. Lihat ini.." Tiba-tiba gadis kecil ini mengeluarkan selembar foto dari dalam tas kecil yang dia bawa. Mau tidak mau aku ikut melihat foto itu. Seketika aku insecure. Sumpah, dia memang cantik banget. Nggak heran kenapa dulu aku di putusin. Rupanya ada yang lebih cantik dari aku walaupun alasan klasiknya 'aku nggak di bolehin pacaran sama mama' "Cantik ya. Dia pasti Ibu yang baik." "Kata Ayah, Ibu memang orang baik. Makanya cepat di panggil Allah. Supaya Ibu terhindar dari dosa.." Senyuman di wajahku langsung memudar. Dengan jelas aku melihat raut wajah gadis kecil ini berubah menjadi sendu. Aku begitu mengerti maksud dari ucapan anak ini. Rupanya Ibunya sudah meninggal. "Boleh aku meluk Tante? "Ha?" Tiba-tiba gadis ini memeluk seputaran perutku tanpa jawaban dariku. Aku bingung harus bereaksi seperti apa. Antara senang atau sedih, aku juga tidak tahu. Ya aneh aja sih, secara, dia ini kan anaknya si mantan. Kalau di deketin begini rasanya agak gimana gitu.. "Shafira?" Gadis ini langsung melepaskan pelukannya dari tubuhku. Ternyata ada si Ayah yang datang berdiri di depan kami. "Ikut Ayah. Tante Rissa harus bekerja." "Nanti kalau Tante sudah selesai bekerja. Bolehkah Shafira main bersama Tante?" "Shafira jangan ganggu Tante. Ayo sini.." "Shafira janji nggak bakal ganggu Tante. Karena Shafira mau main Ibu-Ibu an sama Tante." "Ha? Maksudnya?" "Tante Rissa jadi Ibu. Shafira jadi anaknya. Terus nanti main dokter-dokteran. Pasti seru banget!" "Kalau begitu, apakah nanti Ayah boleh ikut?" "Kok Ayah ikut sih?" "Kan Shafira jadi anaknya, Tante Rissa jadi Ibunya. Terus Ayah jadi Ayahnya. Seperti keluarga bahagia, begitu.." Saat itu juga Si Boss menatapku dengan pandangan yang tidak biasa sambil menarik sudut bibirnya. **** Rundingan macam apa ini ? Ternyata anak sama bapak 11 12 wkwkw ?? Makasih ya sudah baca. Ditunggu chapter selanjutnya, POV Keenan hehe With Love, Lia Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD