Pemeran utama

1653 Words
    Ada pepatah yang mengatakan “Semakin tinggi pohon menjulang, maka semakin besar pula beban angin yang menerpanya.” Begitu juga mereka berlima, kini mereka sudah naik tingkat kelas XI   dengan begitu beban mereka juga semakin berat, dulu mereka yang hanya menjadi obyek dakwah, sekarang mereka sudah menjadi subyek dakwah, menjadi orang-orang yang mengajak adik-adik kelasnya kepada kebaikan, menjadi pemeran utama pengorganisasian rohis dan juga sanggar belajar.     Masa awal mereka menjadi pemeran utama, mereka berlima dihadapkan dalam proses pergantian kepengurusan rohis, ada dua kandidat calon ketua rohis saat itu yaitu antara Dayat dan Wawan. Dayat yang saat itu akhirnya terpilih menjadi ketua Rohis dengan Wawan sebagai wakil ketuanya, karena bagi teman-temannya dengan pengalaman dan kepribadian yang dimilikinya mereka percaya Dayat mampu memimpin rohis dengan baik di bandingkan Wawan yang kurang secara pengalaman maupun kemenonjolan dalam kepribadian. Namun dalam perjalanannya ekspektasi mereka terhadap Dayat sedang diuji, dengan kepribadiannya Dayat yang cenderung superior tidak mau kalah dengan yang selainnya, dan pengalamannya yang banyak dalam hal keorganisasian menjadikannya pemimpin otoriter yang hanya fokus pada perintah dan arahan saja kepada SDM yang ada di bawahnya, tanpa ada usaha untuk ikut terlibat dan membatu kesulitan yang dialami oleh SDM lainnya, hal inilah yang terkadang mulai memunculkan konflik di antara mereka.     Danila dan Wawan yang minim pengalaman organisasi terkadang sering mengalami permasalahan di dalam menjalankan tugasnya di lapangan, mereka berdua kesulitan untuk menghandle adik-adik kelasnya untuk di ajak ikut forum kajian kiswah, ketika mereka minta bantuan solusi kepada Dayat, Dayat seakan-akan tidak mampu memberikan solusi memuaskan, cenderung memberikan arahan dan arahan saja, yang akhirnya membuat Wawan dan Danila kurang suka dengan sikap Dayat, dan memilih untuk tidak mematuhi perintah Dayat sebagai ketua.     “Yat, lu kok sejak jadi ketua hanya ngasih perintah dan perintah aja sih?” Ucap kesal Wawan kepada Dayat.     “Ya… masa kayak begitu saja kalian enggak bisa melakukannya sih?” Jawab Dayat dengan singkat.     “Lu yang berner aja Yat? Kita sebelumnya enggak seperti lu yang udah banyak pengalaman organisasi, kita masih kagok dalam menjalankan tugas kita, bantuin dikit kenapa sih, bimbing kita sebagai ketua, gak hanya ngasih arahan aja!” Ucap Danila dengan meninggi kesal mendengar jawaban Dayat.     Kemudian Safitri dengan fokus aktif di dua ekskul yaitu PMR dan rohis, membuat waktunya berantakan, dia jarang aktif ikut partisipasi dalam kegiatan dan peran di rohis, hal ini membuat Mutmainnah merasa kecewa dan kesal sama Safitri, mereka dalam satu divisi yang sama di rohis yaitu divisi mading dan sanggar belajar, selama ini yang sering aktif bekerja hanya Mutmainnah, sedangkan Safitri kebanyakan izin karena bentrok jadwal dengan ekskul PMR. Mutmainnah memang tidak pernah langsung marah atau secara langsung menegur Safitri, kekesalannya kepada Safitri di tunjukkannya hanya pada sikap dia ketika bertemu Safitri yang cenderung cuek dan menghindari bertatap muka dengan Safitri, ‘perang dingin’ istilah orang-orang.     Awal perjalanan mereka menjadi pemeran utama tidak berjalan mulus, mereka menghadapi konflik internal yang berakibat pada renggangnya hubungan pertemanan dan persaudaraan mereka berlima, hubungan yang sebelumnya berjalan baik-baik saja, kini menjadi semakin memanas hingga mengakibatkan unproduktifitas bagi kemajuan rohis dan diri mereka masing-masing, permasalahan tersebut terdengar sampai ke telinga Awan, inilah yang membuat Awan selaku kakak Pembina sekaligus mentor mereka merasa harus turun tangan untuk memperbaiki keadaanya.     Ping… malam itu HP mereka berbunyi, pertanda ada pesan masuk di ponsel mereka, di lihatlah pesan tersebut, dan alangkah terkejutnya mereka mengetahui bahwa pesan tersebut berasal dari Awan yang mengajak mereka semua untuk berkumpul di sanggar belajar hari Sabtu jam 09.00 pagi.     Keesokan harinya mereka berlima datang ke sanggar belajar, mereka berlima duduk berkumpul membentuk huruf U dengan Awan duduk di ujung tengah, mereka semua terdiam merasa bingung kenapa mereka semua di kumpulkan bersamaan, suasana forum menjadi hening tidak seperti forum-forum biasanya, tiba-tiba di tengah keheningan forum suara Awan pelan menggelegar di tengahnya.     “Assalammualaikum teman-teman… Terima kasih atas waktunya, kalian sudah menyempatkan waktu untuk datang ke sini, kalian ada yang tau kenapa kakak kumpulkan kalian di sini?” Ucap Awan membuka forum dengan pelan dan jelas.     Plak…plak…plakk… Suara tas mereka berlima yang sedang mereka pindah-pindahkan hingga menyentuh lantai sanggar belajar berkali-kali, sembari mereka bertatapan muka, bingung hendak menjawab apa.     “Kakak mendengar kalian menjalani masa-masa awal yang berat sebagai pemeran utama, hingga tanpa sengaja ada hal yang menyinggung rasa, persaudaraan dan pertemanan kalian yang begitu hangat dahulu, kini semakin hari memanas, di sinilah Kakak butuh turun tangan untuk mendinginkan kalian kembali.” Ucap Awan mencoba menjelaskan letak permasalahan yang terjadi pada mereka.     “Terkadang konflik muncul dikarenakan oleh dua hal, yang pertama ia tak mampu berempati kepada sesama, dan yang kedua merespon sesuatu konflik dengan amarah. Nah hal inilah yang sedang terjadi kepada kalian saat ini, kalian tidak mampu menjalin komunikasi empati kepada sesama teman, sehingga terkadang sudut pandang kalian masih berkutat pada ukuran diri sendiri bukan kondisi orang lain. Selain itu menerima masukan dan kritik dari orang lain bukanlah suatu aib, terkadang melalui masukan dan kritik itu jalan Allah memperbaiki kita, maka kalau kita belajar dari sejarah. Allah menunjukkan kepada kita sebuah pelajaran dalam berorganisasi lewat kisah para Nabi dan Sahabat yang saling melengkapi. Untuk itulah Nabi Musa butuh Nabi Harun, Musa yang keras dan ceroboh, butuh seorang teman bernama Harun yang tenang dan teliti. Untuk itulah Nabi Muhammad butuh Abu Bakar dan Umar, Muhammad yang penyabar, lemah lembut dan miskin, butuh seorang teman bernama Abu Bakar yang kaya dan Umar yang cerdas dan keras. Untuk itulah kalian membutuhkan selainnya, bahkan yang paling kuat pun masih butuh di kuatkan, maka saling melengkapilah kalian dalam kebaikan, bukan saling menyalahkan yang berujung pada kehancuran.” Ucap Awan dengan menggebu-gebu menasehati mereka.     “Iya maafkan Dayat Kak, belum bisa jadi pemimpin yang baik buat teman-teman.” Sahut Dayat sembari menundukkan kepalanya merasa bersalah.     “Tidak perlu minta maaf kepada Kakak, jadikanlah ini pelajaran buat kalian, sebagai bumbu kalian tumbuh menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi kedepannya, sekarang kalian saling memaafkan, dan ke depan harus saling menasehati dan menguatkan antar sesama.” Jawab Awan dengan pelan dan lugas.     “Baik Kak...” secara bersamaan mereka berlima menjawab apa yang disampaikan oleh Awan.     Seperti biasanya peran Awan sangat sentral buat mereka semua, Awan sudah menjadi mentor, kakak, bahkan sampai menjadi orang tua kedua mereka selama ini yang mendidik serta mengajarkan mereka untuk tumbuh dan berkembang. Selepas itu mereka menjalin ulang kembali persahabatan dan persaudaraan yang telah rusak oleh ego mereka. Berkumpul, bekerjasama, saling menguatkan kembali, kehidupan berorganisasi mereka sudah mulai terjalin dengan baik, tugas serta tanggungjawab di organisasi mereka kerjakan dengan sepenuh hati, hingga mereka mampu mengajak banyak adik-adik kelas mereka untuk gabung dengan rohis, di tangan mereka rohis bisa berkembang begitu pesat dibandingkan sebelumnya. Selain secara jumlah anggota yang semakin banyak, di tangan mereka rohis juga memiliki banyak variasi program baru diantaranya rohis maker sebuah konten dakwah digital, rohis peduli media kepedulian terhadap sesama, hingga event peringatan hari besar Islam yang semakin semarak.     Bagaikan anak burung yang sedang bergembira bisa merasakan nikmatnya terbang, ia kepakkan sayapnya naik turun sembari mencoba berbagai manuver di udara. Begitulah yang dirasakan oleh mereka berlima, kini mereka serasa terlahir kembali, mencoba tumbuh menuju versi terbaik diri mereka, banyak hal baru yang mereka coba, seperti yang dilakukan oleh Safitri dia mampu keluar dari zona nyamannya, dia men-challenge dirinya dengan mengajukan diri sebagai ketua pelaksana event seminar Islami antar rohis tingkat kota yang bertempat di sekolah, di hadiri oleh Ketua umum MUI kota Tangerang, perwakilan kepala sekolah undangan, dan berbagai pengurus rohis se-kota Tangerang, ini merupakan eksperiment pertama Safitri berhadapan dengan dunia manajemen event, namun ia sudah mampu menjawab amanah yang diembannya dengan sangat baik, event seminar berjalan dengan lancar serta mendapat sambutan positif baik dari pihak ketua MUI maupun kepala sekolah yang hadir, memang tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan eksperiment awal yang dilakukan Safitri dalam menyelenggarakan event ini, ada cerita menarik dibalik kesuksesan dan apresiasi yang didapatkan Safitri, di saat ia diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan selaku ketua panitia di momen pembukaan event seminar, Safitri sempat terdiam cukup lama sekitar 7 menit sebelum ia lancar melanjutkan sambutannya, ia merasa nervous berbicara di depan orang-orang hebat seperti ketua MUI dan para kepala sekolah.     “Malu rasanya, padahal gue udah latihan sambutan semalaman tapi masih saja nervous.” Ucap Safitri sembari menangis di ruang panitia selepas menyampaikan sambutan, seakan merasa tidak puas dengan apa yang ia berikan.     “Kamu sudah hebat Fit, sudah berani maju tampil di depan banyak orang-orang hebat, tidak mudah memang bagi kamu yang masih pertama kalinya mencoba hal ini. Akan tetapi setidaknya kamu sudah menang melawan ketakutanmu, menang melawan dirimu yang dahulu, jadikanlah ini sebagai langkah awal kamu untuk bisa maju dan terus tumbuh, kakak percaya suatu saat nanti kamu mampu menjadi ekspert dalam bidangmu, dan kamu akan bersyukur dengan hari ini, karena tanpa eksperiment kamu hari ini, kamu tidak akan mencapai fase itu, tetap semangat ya… ayo bangkit lagi.” Ujar Awan menenangkan dan memotivasi Safitri.     Begitu juga dengan yang di lakukan oleh Dayat, ia juga ingin men-challenge dirinya dengan memberanikan diri tampil di depan umum, menjadi master of ceremonial (MC), hampir di setiap event rohis dia selalu mengajukan diri menjadi MC maupun moderator. Lain halnya dengan Mutmainnah, ia men-challenge diri dengan cara membuat berbagai cover musik dan quotes motivasi berkolaborasi bersama Danila, hampir di setiap event rohis mereka selalu tampil untuk meramaikan acara sembari membagikan sticker quotes motivasi yang mereka buat kepada para peserta, ya meskipun dalam perjalanannya banyak yang mencibir karya mereka kurang bagus secara desain maupun cover musik, namun mereka tetap memilih untuk terus jalan berkarya sembari tetap memperbaiki kualitas karya mereka. Sedangkan Wawan, ia juga sudah mulai berani ambil peran tak tanggung-tanggung ia mengambil peran sebagai humas, yang tugasnya menjalin komunikasi dan hubungan dengan berbagai pihak, seperti para guru, tamu undangan, hingga petugas keamanan dan kebersihan yang berhubungan dengan kegiatan rohis.     Setiap orang sukses senantiasa punya cerita langkah awal yang tidak sempurna, akan tetapi dari situ ia jadikan pelecut untuk menjadikan dirinya pribadi yang jauh lebih baik kedepannya, hingga akhirnya ketika ia sukses, ia akan selalu mengingat bahwa dulu ia pernah melewati fase di mana ia masih belum sempurna, sembari menertawai dan bersyukur telah melewatinya. Yang terpenting ‘Try Everything’ harus menjadi pegangan dalam hidupnya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD