Pertemuan 5 arah Part-4

1490 Words
    “Perilakunya Kak yang dilarang, karena ia menggunakan alat seperti buku dan musik atau nyanyian untuk membuat orang melalaikan Al-Qur’an.” Ujar Dayat dengan antusias.     “Nah benar, dalam konteks ayat tersebut yang dilarang adalah perilaku membacakan buku dan menyanyikan lagu dengan tujuan untuk keburukan bukan alat musiknya. Kakak mau menambahkan penjelasannya, Kakak mengutip dari buku tafsir al-misbah karya Abi Quraish Syihab seorang ulama tafsir tersohor di Indonesia, beliau juga pernah membahas tentang pandangan pengharaman musik ini dalam tafsirnya. Beliau mengatakan “Kata yastari (membeli) dalam ayat di atas digunakan Alquran untuk segala sesuatu yang diperoleh dengan jalan menyerahkan sesuatu sebagai pembayarannya. Dalam konteks ayat ini, Sayyid Quthub melukiskan pembayaran tersebut bisa dalam bentuk harta, waktu, atau bahkan hayatnya. Kata lahw dalam ayat di atas adalah sesuatu yang melengahkan, yang mengakibatkan tertinggalnya yang penting atau yang lebih penting. Ayat di atas, walau menggunakan kata lahwa al-hadits (ucapan) yang melengahkan, para ulama tidak membatasinya pada ucapan atau bacaan saja. Mereka memasukkan segala aktivitas yang melengahkan. Menurut al-Biqa’i, ia adalah segala yang melengahkan berupa aktivitas yang dilakukan dari saat ke saat dan yang membawa kelezatan sehingga waktu berlalu tanpa terasa. Seperti nyanyian, lelucon, dan lain-lain.” Beliau mengatakan bahwa titik point dari ayat tersebut adalah perilaku apapun yang bisa melengahkan seseorang terhadap sesuatu yang pentingdalam konteks ayat tersebut adalah Al-Qur’an.” Ucap Awan.                 “Lantas akhirnya bagaimana Kak tentang hukum musik dalam ajaran Islam? Jadi agama Islam memperkenalkan dirinya antara lain sebagai agama yang sejalan dengan fitrah atau naluri atau kecenderungan bawaan manusia sehingga tidak mungkin ada suatu pun ajarannya yang bertentangan dengan fitrah. Salah satu fitrah itu adalah kecenderungan manusia kepada keindahan, baik berupa pemandangan alam, keindahan wajah, aroma yang harum, dan tentu termasuk juga suara merdu. Allah tidak mungkin menciptakan itu dalam diri manusia kemudian dia mengharamkannya.  Musik adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan. Musik telah lama dikenal manusia dan digunakan untuk berbagai keperluan selain hiburan, seperti pengobatan, mengobarkan semangat, bahkan menidurkan bayi. Meneruskan tentang apa yang disampaikan oleh Abi Quraish Syihab dalam kitab tafsirnya beliau mengatakan “Al-Ghazali mengecam mereka yang mengharamkan music atau nyanyian. Walaupun dia mengakui adanya larangan Nabi, ia mengaitkan larangan mendengar musik atau nyanyian itu dengan kondisi yang menyertainya atau dampak negatif yang dilahirkannya. Hadis Nabi yang melarang nyanyian, antara lain, adalah yang dilakukan wanita di hadapan lelaki di bar (tempat menyuguhkan minuman keras). Ada haditshadit Nabi yang sahih menunjukkan kebolehan bernyanyi atau menggunakan alat musik, antara lain bahwa ‘Aisyah RA., pernah mendengar nyanyian di rumah Nabi dan Nabi tidak menegurnya. Menurut al-Ghazali, adanya izin kepada Aisyah menunjukkan bolehnya menyanyi. Adapun larangan yang ada, ia harus dilihat konteksnya. Ulama-ulama yang melarang musik menamainya sebagai alat al-malahi (alat-alat yang melalaikan dari kewajiban atau sesuatu yang penting). Dalam konteks inilah musik menjadi haram atau makruh. Tetapi, jika musik mendorong kepada sesuatu yang baik, maka ia dianjurkan. Lagu-lagu berbahasa Arab sekali pun, atau yang berirama kasidah, dapat saja menjadi haram bila mengandung kalimat yang tidak wajar atau mengundang rangsangan kemungkaran.” Sehingga sudah jelas yang dilarang dalam Islam itu adalah menggunakan musik sebagai alat perilaku negative yang mampu membawa kehancuran atau keburukan, selagi musik yang kita mainkan atau nyanyikan mampu membawa kepada kebaikan atau maslahat, maka itu diperbolehkan. Jadi untuk Innah, kamu tidak perlu untuk mengubur impianmu, Allah memberikan potensi bermusik kepadamu sebagai bekal kamu untuk bisa berkarya serta mampu melahirkan banyak manfaat melalui kemampuan bermusik kamu. Dari sini apakah masih ada yang ditanyakan?” Jelas Awan kepada murid-muridnya.                 “Alhamdulillah terima kasih banyak Kak, saya sudah menemukan sebuah jawaban yang memuaskan dari apa yang Kakak sampaikan, saya akan berjanji pada diri saya sendiri serta kepada Allah akan memanfaatkan potensi yang saya miliki dalam hal bermusik untuk bisa menghasilkan karya serta manfaat kebaikan buat banyak orang.” Ujar Mutmainnah sembari tersemnyum bahagia karena pertanyaan yang selama ini menghantui dirinya sudah bisa terjawabkan.                 “Wah keren lu Innah, semangat terus berkarya.” Ujar Dayat menyemangati Mutmainnah.                 “Sumpah keren lu Innah, gue ingin suatu saat nanti dengerin lu bermain musik dan bernyanyi.” Sahut Danila sembari bertepuk tangan menyemangati Mutmainnah.     Semenjak hari itu Mutmainnah kembali menjadi dirinya yang dahulu, ia kembali memainkan gitar kesayangannya yang telah lama ia simpan rapat, ia kembali melangitkan mimpinya yang sempat patah, senyumnya kini telah merekah menyongsong masa depannya yang kelihatan cerah. Dengan gaya penyampaian materi yang mengasyikkan bagi murid-muridnya, Awan sering diajak berdiskusi oleh murid-muridnya tentang berbagai hal yang kebanyakan tentang permasalahan remaja serta permasalahan pribadinya. Seperti Dayat dan Safitri yang tak jarang berbagai permasalahan keluarga yang ia alami selama ini perlahan-lahan ia mampu menemukan solusi penyelesaiannya dan menjadikannya mampu berdamai dengan permasalahannya di rumah serta lebih bijak dalam mengatasinya, dari hasil diskusinya dengan Awan dan Fatih membuat Safitri lebih rajin belajar tentang psikologi, terkadang ia sering baca buku pasikologi atau searching wawasan tentang kesehatan mental melalui media sosial, ia semakin aware tentang wawasan kesehatan mental. Begitu juga dengan Dayat, ia semakin suka bercerita tentang keagamaan atau tentang kehidupan remaja sehari-hari bersama Awan dan Fatih, seperti ia pernah bercerita tentang permasalahan kerusakan moralitas para remaja di kampungnya bersama Awan dan Fatih dengan tujuan supaya ia mampu menemukan solusi atas kerusakan moral tersebut, hingga akhirnya ia menemukan solusinya yaitu dengan cara membuka pemikiran serta menyajikan lapangan pekerjaan kepada mereka, karena substansi masalah kerusakan tersebut terletak pada masalah ekonomi, solusi yang Dayat temukan dari hasil diskusi sama Awan dan Fatih inilah yang akhirnya menjadi salah satu impian Dayat ketika sukses nanti. Dari banyaknya interaksi diskusi inilah yang secara tidak langsung telah merubah cara pandangnya menjadi lebih luas dan bijaksana. Begitulah mereka berdua di bentuk menjadi pribadi yang selangkah lebih maju dibandingkan remaja seusianya, dikala kebanyakan remaja pada umumnya yang ada dalam fikirannya hanya terbesit tentang kesenangan pribadi saja, Dayat dan Safitri berbeda dalam fikiran mereka berdua sudah melesat jauh memikirkan tentang solusi serta kontribusi apa yang bisa mereka berikan atas permasalahan yang ada di masyarakat, sebuah pemikiran luar biasa dari seorang remaja kelas X SMK hasil didikan Awan dan Fatih.     Selain forum kiswah mereka juga belajar banyak hal lain di sanggar belajar seperti belajar tentang redaksional dan jurnalis melalui media mading sanggar belajar, belajar tentang berkreasi membuat souvenir untuk dibagikan pada momen-momen kegiatan besar kegamaan di sekolah, belajar juga tentang public speaking dalam forum kecil, sembari di bimbing secara sabar oleh kakak pembina sekaligus mentor Awan dan Fatih.     Dari intensitas kegiatan dan kesibukan mereka berlima di sanggar tersebut yang menjadikan mereka menjadi saling mengenal serta dekat antara satu dengan selainnya, mereka sudah seperti memiliki keluarga kedua di bawah bimbingan Awan, mereka merasa sanggar belajar menjadi rumah kedua bagi mereka, Danila yang merasa dihargai dan diakui oleh Awan dan teman selainnya menjadi semakin percaya diri. Wawan yang semakin hari semakin percaya diri serta berani berinteraksi dan mengemukakan pendapat di muka umum. Safitri yang sudah menemukan tempat curhat yang tepat akan permasalahannya dalam sosok pembimbingnya yaitu Awan dan Fatih, menjadikannya mampu berdamai dengan permasalahannya serta lebih bijak dalam mengatasinya. Begitu juga Mutmainnah, dia semakin menemukan tempat yang dulu pernah dia rasakan selama SD dan SMP di sekolah Islam, di sanggar belajar mampu menjadi oase baginya di tengah buruknya interaksi pertemanan di sekolah.     Mutmainnah menjadi sosok anak yang special di bandingkan Dayat, Wawan, Safitri dan Danila. Bagi Mutmainnah selama remaja ia tidak pernah tertarik membahas soal percintaan dalam kesehariannya, baginya itu adalah hal yang sia-sia, ia lebih memilih fokus memperdalam ilmu agama dan meningkatkan kemampuan dirinya, agar kelak ia bisa meraih sukses di masa depannya, perkara jodoh sudah ada yang mengaturnya.     Perjalanan mereka berlima belajar serta bertumbuh di sanggar belajar Al-Aqli tidaklah mulus-mulus saja, mereka banyak menghadapi berbagai persoalan dan hambatan, mulai dari bentrok jadwal dengan ekskul lainnya seperti yang dialami oleh Dayat dan Safitri yang ikut lebih dari satu ekskul, tugas sekolah yang menumpuk, hingga dimarahi orang tua karena sering pulang malam. Namun semua itu mampu mereka atasi dengan bijak melalui bimbingan Awan dan Fatih, mereka berdua mengatasi permasalahan bentrok jadwal dengan solusi membuat perencanaan mingguan, sehingga jadwal mereka bisa tertata dengan rapi tanpa meninggalkan atau mengorbakan selainnya terutama prestasi belajarnya dan proses tumbuh mereka. Sementara untuk persoalan dimarahi orang tua karena pulang malam, mereka diberikan solusi oleh Awan dan Fatih untuk terus rajin komunikasi dengan orang tua mereka ketika mereka sedang ada kegiatan di luar jam sekolah, karena substansi permasalahan mereka adalah selama ini tidak ada komunikasi kepada orang tua ketika ada kegiatan di luar sekolah seperti kerja kelompok, kegiatan ekskul dan selainnya, sehingga membuat orang tua mereka khawatir kepada mereka.     Tidak terhitung berapa banyak mereka curhat dan meminta bantuan solusi kepada Awan dan Fatih selaku pembina dan mentor mereka, sudah banyak air mata yang menetes dari mereka akibat dimarahi sama orang tua karena sering pulang malam karena banyak tugas sekolah yang menumpuk hingga berujung pelarangan orang tua mereka untuk ikut kegiatan di sanggar, semua permasalahan itu mampu mereka lewati semua, hingga akhirnya tak terasa kebersamaan mereka sudah berlangsung selama satu tahun, kini mereka sudah naik tingkat kelas XI, mereka sudah menjadi kakak pembina buat adik-adik kelas di bawahnya, sudah banyak yang berubah dari mereka semua, mereka tumbuh sesuai dengan versi terbaiknya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD