Pertemuan 5 arah Part-2

1410 Words
    Setelah Dayat bergabung dengan yang selainnya, langkah mereka melanjutkan bersafari kembali, mereka memasuki hall belakang sanggar yang sangat luas dengan dinding-dindingnya di penuhi banyak hiasan, mulai di sebelah dinding kiri terdapat tempelan kertas origami warna-warni disetai tulisan ‘dinding impian’, kemudian di sisi lain dinding hall sanggar belajar di kelilingi oleh berbagai mading bacaan yang berisi berbagai tema-tema yang berbeda, kemudian di tengah hall ada ruang forum dan diskusi yang ber-alaskan karpet merah serta ada papan tulis kecil di letakkan di tengahnya, di tempat itu mereka semua berhenti dan di kumpulkan oleh Indah dan Utari, sembari di persilahkan duduk mereka di berikan sedikit penjelasan pengantar.     “Adik-adik sekalian gimana kesan kalian pertama kali melihat sanggar belajar? Pasti seru kan? Nah di sinilah nantinya tempat kita untuk belajar banyak hal, mulai dari belajar tentang Islam, melatih kepribadian, meningkatkan kemampuan diri, serta melangitkan mimpi. Di sini nanti kita semua akan di bimbing oleh kakak Pembina sekaligus mentor kita semua, ada Kak Awan dan Kak Fatih, kakak persilahkan beliau-beliau untuk bergabung dengan kita di sini sembari memperkenalkan dirinya.” Ucap Utari memberikan pengantar kepada adik-adik kelas X baru.     Sementara itu Indah memanggilkan Awan dan Fatih yang sedang berada di ruang pengurus sanggar belajar, tak lama dari itu di pintu hall sanggar belajar muncullah Awan dan Fatih melangkah menuju ruang forum tempat berkumpul mereka. Awan yang saat itu memakai baju koko biru dongker, bercelana hitam, dengan kacamata melekat di wajahnya merekahkan senyum kepada para adik-adik kelas X baru, sedangkan Fatih dengan baju kemeja lengan pendek berwarna biru langit, bercelana hitam, badan kurus, dengan kacamata melekat di wajahnya juga menebar senyum kepada adik-adik kelas X baru. Mereka kemudian duduk di depan papan tulis kecil menghadap para audience, sembari mengucapkan salam mereka memperkenalkan dirinya masing-masing.     “Assalammualaikum… adik-adik sekalian, perkenalkan nama saya Awan, dan yang di sebelah kanan saya ini adalah Fatih, kami berdua di sini sebagai kakak Pembina sekaligus mentor kalian semua, tadi sudah di jelaskan panjang lebar sama Kak Indah dan Kak Utari tentang sanggar belajar dan keterhubungannya antara Al-Aqli dan Rohis, nah tanpa panjang lebar setelah ini kalian akan kakak bagi dua kelompok forum, Dayat, Safitri, Danila, Mutmainnah dan Wawan akan bersama kakak, sedangkan yang selainnya akan bersama kak Fatih di ruang forum depan, baiklah silahkan menuju ke tempatnya masing-masing untuk kita bisa memulai forum perdananya.” Ucap Awan mewakili Fatih memperkenalkan diri.     Forum pun di bagi menjadi dua, ada forum yang di bimbing Awan dan ada forum yang di bimbing Fatih, Awan dan Fatih menjelaskan kepada mereka secara detail tentang Al-Aqli lembaga yang bekerja sama dengan rohis, sekaligus juga menjelaskan tentang program dan kurikulum belajar di sanggar belajar kepada adik-adik kelas X selama hampir dua jam. Semua siswa kelas X baru sangat antusias mendengarkan penjelasan dari Awan dan Fatih sembari sesekali mereka mencatat point penting dari apa yang disampaikan Awan dan Fatih, selepas selesai forum anak-anak tidak langsung pulang ke rumah, mereka masih asyik untuk melihat-lihat keliling ruangan sanggar belajar sembari berdiskusi dengan kakak Pembina serta melakukan aktifitas lainnya, seperti yang di lakukan oleh Wawan, ia duduk di meja depan rak perpus sembari membaca buku bacaan yang ia ambil dari perpus sanggar, ia sedang khusyuk membaca sembari sesekali tangannya menggoreskan pena ke dalam buku catatannya, ia mengutip beberapa hikmah yang bisa ia ambil dari buku yang sedang di bacanya.     Dari hall belakang sanggar Danila melangkah ke depan ruang tamu, sesampainya di sana langkahnya terhenti sembari melihat Wawan yang sedang sendirian membaca buku di depan perpus sanggar, ia beranikan langkahnya menghampiri Wawan, sesampainya di depan Wawan yang sedang duduk membaca buku Danila menyapa.     “Hai lu Wawan kan? Lagi apa? boleh ikut duduk gabung di sini?” Ucap Danila sembari malu-malu.     “Eh Iya… Lu Danila ya, boleh silahkan.” Jawab Wawan sembari malu memberanikan menatap ke wajah Danila.     “Lagi asyik baca buku apa Wan?” Tanya Danila sembari matanya mengamati buku yang sedang di baca Wawan.     “Ini sedang baca buku tentang kepribadian.” Sahut Wawan sembari menunjukkan bukunya.     “Lu suka baca buku ya Wan? Sejak kapan?” ucap Danila.     “Gue sejak kecil di ajari sama Ibu membaca, karena Ibu gue seorang guru, bahkan sampai sekarang membaca merupakan aktifitas sehari-hari yang gue lakukan.” Jawab Wawan sembari malu-malu tidak berani menatap ke Danila.     Sebuah momen yang sudah ditunggu lama oleh Danila agar ia bisa mengobrol langsung dengan Wawan, rasa penasaran Danila dengan Wawan masih belum cukup terjawabkan dengan hanya curi-curi pandang mengamati keseharian Wawan, karena bagi Danila ketika ia melihat Wawan seperti ia sedang berkaca, ia merasa apa yang dialami Wawan sama seperti apa yang dialaminya. Momen berdua di sanggar belajar itulah yang menjadi momentum untuk Danila bisa mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya kepada Wawan, dengan pelan ia coba mengajukan pertanyaan kepada Wawan.     “Ohya Wan, maaf sebelumnya ya? Gue sering melihat lu selalu diem dikelas dan selalu lebih memilih menyendiri enggak mau bergaul sama teman-teman lu di kelas, kalau gue boleh tau apakah lu ada masalah dengan teman-teman lu yang lainnya?” Tanya Danila kepada Wawan.     “Ehh, lu mengamati gue selama ini? Kalau boleh jujur gue sebenarnya ingin bisa bergaul seperti teman-teman gue lainnya, tapi gue bingung dan enggak tau harus memulainya bagaimana. Karena gue sejak kecil hidupnya cuman sekolah, belajar, les, tidur. Kebanyakan aktivitas gue habiskan di rumah, sangat jarang gue main ke luar rumah bergaul dengan teman-teman selainnya, akhirnya jadilah gue yang sekarang ini enggak memiliki teman dan merasa sendirian di keramaian.” Jawab Wawan sembari meletakkan buku bacaannya untuk bisa fokus menjelaskan kepada Danila.     “Begitu ternyata alasan dibalik karakter lu yang pendiam, pantesan gue seperti bercermin ketika gue awal kali melihat lu waktu pertemuan pertama rohis kemarin Wan.” Ucap Danila mencoba memahami kondisi Wawan.     “Ehh, merasa bercermin gimana maksudnya Danila?” Tanya Wawan penasaran.     “Jadi gini Wan, gue sebenarnya hampir sama kayak lu. Gue enggak punya teman dan gue juga merasa sendirian di tengah keramaian, teman-teman gue enggak ada yang mau berteman dengan gue. Cuman yang membedakan kita adalah penyebabnya, kalau lu kan karena sebelumnya enggak pernah berinteraksi dengan orang lain, sedangkan gue dijauhi teman gara-gara mereka iri dengan gue.” Ujar Danila mencoba menjelaskan kepada Wawan.     Berawal dari percakapan singkat di depan rak perpus sanggar belajar itulah Wawan dan Danila saling mengenal dan dekat satu sama lainnya, setelahnya mereka mulai banyak mengobrol dan diskusi, Wawan yang awalnya dulu pendiam dan jarang berinteraksi dengan orang lain, sejak dekat dengan Danila dia mulai berani berkomunisasi sembari sesekali menatap wajah lawan komunikasinya. Mereka sudah saling tau tentang dirinya masing-masing, Danila mengetahui kalau Wawan selain anaknya tampan, dia juga pintar, baik, ramah namun dia punya masalah berinteraksi sosial sehingga terkadang ia sering merasa sendirian di keramaian. Sedangkan Wawan mengetahui tentang Danila, selain pintar, tinggi, cantik, sholeha, jujur, humble, ia juga tau Danila sering dimusuhi sama teman-teman kelasnya yang tidak suka dengan kepandaiannya di kelas, ia juga merasa di asingkan dan sendirian di kelas.     Dari situlah muncul kesamaan di antara mereka berdua, melalui persamaan itu mereka berdua bisa lebih memahami antara satu dengan selainnya, saling mensuport serta memotivasi untuk bisa sama-sama menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi ke depannya, setiap Danila ada permasalahan di kelasnya dia selalu bercerita kepada Wawan, Wawan selalu mampu menjadi sosok pendengar serta pemberi solusi yang baik untuk Danila, begitu juga sebaliknya. Dari Danila, Wawan di ajarkan tentang keberanian berinteraksi dengan orang lain, sehingga mereka mampu membaik bersama. Lama kelamaan muncullah benih-benih asmara antar keduanya, Danila menyukai Wawan, begitu juga Wawan juga menyukai Danila, namun mereka berdua tidak pernah menyatakan perasaan tersebut secara langsung, mereka merasa nyaman menjalin hubungan dengan caranya, ‘cinta dalam diam’ katanya, terkadang memang cinta tidak perlu terikat dengan ungkapan atau status pacaran, karena pada hakekatnya pacaran adalah tentang interaksi dua insan yang saling menguatkan antara satu sama lainnya, dan itu sudah mereka  lakukan bersama.     Hampir tiap seminggu sekali mereka semua ada kegiatan di sanggar belajar, mulai dari kegiatan forum kajian Islam ilmiah (Kiswah) yang disampaikan oleh Awan dan Fatih dengan mereka semua siswa kelas X baru di bagi menjadi dua forum, ada forum Awan dengan Dayat, Safitri, Wawan, Danila dan Mutmainnah sebagai siswa binaanya, sedangkan yang selainnya dengan Fatih, di sana mereka di ajarkan tentang banyak hal dan wawasan, mulai dari belajar tentang cita-cita, mereka diajarkan bahwa remaja muslim itu harus memiliki cita-cita dalam kehidupannya agar ia bisa memiliki arah yang jelas dalam menjalani langkah kehiduapan. Selain itu juga mereka diajarkan sebagai seorang muslim mereka harus bisa menggapai surga dengan cara yang benar agar mereka tidak terjerumus dalam radikalisme dan kesesatan pemahaman, mereka juga belajar tentang sejarah Islam, bahkan hingga pembahasan masalah pribadi mereka sehari-hari juga dibahas dalam forum kajian. mereka saling berdiskusi, berdebat, curhat, dan membuat project dalam forum kiswah.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD