Lantaran tidak ingin membuat Lukita cemas, Sabda bersedia menerima tawaranku untuk mengobati luka di tangannya. Ia mencoba menahan rasa sakit saat kapas basah menyentuh lukanya. Aku jadi berhati-hati dan ikut mengernyit melihatnya mendesis kesakitan. “Maaf. Gara-gara aku, kamu jadi begini,” kataku penuh penyesalan. Ia hanya menanggapi dengan senyum ramah dan gelengan. “Nggak apa, kan Cuma goresan kecil. Yang penting kamu nggak apa.” Aku menggigit bibir bawah dan menyelesaikan kegiatanku. Ia mengamati tangannya yang sudah kuperban. Darah mengering di kemejanya. Aku menawarkannya untuk mengenakan pakaian Dierja bila tak mau membuat ibunya khawatir. Ia mengangguk. Segera, aku menuju kamar Dierja untuk mencari baju. Di kamar, aku melihat Dierja tiduran sembari membaca sesuatu. Sebelah alis