“Nu... Nu. Makanya jangan banyak tingkah. Untung waktu itu kamu nggak dimutilasi.” Aku memukul lengan Dierja saat ia menekan leherku yang terkena goresan pisau. Ia memaksa membantuku mengganti plester. Meski menyebalkan, Dierja memiliki kepedulian yang tidak ia tunjukkan terang-terangan. “Jangan bilang Mama sama Papa, loh.” “Aku bilang aja ini bekas cupang.” “Dierja, ihh!” Aku mendorong kepalanya sangat keras hingga membuatnya meringis dan tertawa. Kutepuk-tepuk plester di leher dan mengamatinya di cermin. Aku menutupinya dengan rambut. Aku dan Dierja duduk di sofa, berhadapan dengan laptop. Kami berniat melakukan live chat dengan Papa dan Mama di Jogja. Mereka tidak akan diam dan berhenti menelepon kalau kami tidak memberi kabar langsung. Begitu terhubung, kami melihat Mama yang ter