"Kenapa di saat hati mulai ikhlas ujian itu selalu hadir."
***
Masalah selalu hadir di saat kita mulai ikhlas. Hilya bingung harus berbuat apa saat ini. Jika Ayahnya tahu dia menjadi istri kedua apa jadinya nanti, tetapi dia sudah terlanjur mencintai suaminya itu oleh karena itu ia mencoba untuk bertahan.
Deringan di ponselnya tiba-tiba masuk, terpampang nama Ayahnya di sana. Baru saja dia berfikir tentang Ayahnya langsung mendapat kabar saja darinya.
"Assalamualaikum, Yah," ucap Hilya lebih dulu.
"Waalaikumsalam,nak gimana kabar kamu di sana? Baik-baik saja kan, nak?" ucap Ayahnya seakan mengetahui bahwa sebenarnya dirinya kenapa-kenapa.
"Baik kok, Yah. Ayah sendiri gimana kabarnya di sana? Sehat kan?" ucap Hilya berbohong, ia tidak mau membuat Ayahnya itu kepikiran dengannya sehingga ia terpaksa melakukan itu.
"Baik nak. Ayah di sini baik-baik saja, sehat Wal afi'at," jawab Ayahnya.
"Alhamdulillah, jangan lupa istirahat ya, Yah. Jangan capek-capek ngurus kebunnya," ucap Hilya lagi.
"Iya nak, yaudah kalau kamu di sana baik-baik aja. Ayah ke kebun dulu ya," kata Ayahnya.
"Baik, yah," jawab Alysa.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Hilya dan menutup teleponnya.
"Huft ... Maafin Hilya, Ayah. Hilya nggak maksud bohong sama Ayah, tapi Hilya nggak mau Ayah kepikiran sama masalah Hilya," ucap Hilya sambil menggenggam teleponnya merasa bersalah karena telah membohongi sang Ayah.
Tiba-tiba ada seorang pasangan laki-laki yang menghampirinya dan meminta tolong padanya. Sang wanita menitipkan laki-laki itu kepadanya ia mengatakan jika dia ingin membeli obat kebetulan Hilya ada di situ.
"Permisi, Mbak," ucap sang wanita sambil memapah laki-lakinya.
"Saya mau minta tolong boleh?" tanya wanita itu.
"Iya ada apa, Mbak?" tanya Hilya bingung.
"Saya nitip suami saya dia lagi sakit, Saya mau beli obat dulu, dia udah nggak kuat jalan katanya. Saya kasihan kalau harus ngajak dia, Mbak," ucap wanita itu membuat Hilya bingung pasangan itu masih terlihat Muda sama seperti dirinya.
"Memangnya keluarga kalian dimana?" tanya Hilya lagi.
"Kami di sini merantau, Mbak nggak Ada keluarga Saya minta tolong banget ya Mbak, Saya cuma sebentar kok," ucap wanita tersebut dengan memelas. Hilya bingung harus bagaimana, dia melirik kesana kemari, Namun tidak ada satupun orang di sana.
"Biar saya aja deh Mbak yang beli obatnya, biar Mbak sama Masnya tunggu di sini aja," ucap Hilya.
"Nggak bisa Mbak, saya lupa bawa sample obatnya, Jadi mesti saya yang beli," ucap wanita itu kekeh.
"Uhuk ... Uhuk ... Uhuk...." Laki-laki itu terbatuk-batuk membuat Hilya kasihan.
"Aduh, Mbak saya mint tolong banget ya, nitip, Mbak. Saya janji nggak lama kok," ucap wanita itu memelas lagi.
"Ehm ... Yaudah deh, Mbak. Tapi jangan lama-lama ya, takut di lihat orang nggak enak," ucap Hilya ragu dan wanita itu membawa laki-laki tersebut di bangku tersebut.
"Jangan lama-lama ya, Mbak," ucap Hilya lagi.
"Iya, Mbak. Makasih banyak ya, saya beli obat dulu sebentar," ucapnya lalu melenggang pergi begitu saja. Hilya melihat ke arah laki-laki itu sambil berdiri, mencari orang agar bisa menemaninya jika terjadi sesuatu. Tapi, tak ada satupun orang yang lewat di sana.
"Gimana?" ucap seseorang kepada wanita tadi yang disuruhnya.
"Beres, non. Tinggal kita lihat aja dari sini," kata Wanita tadi kepada seseorang yang menyuruhnya.
Hilya yang masih saja mondar-mandir bingung, kenapa wanita tadi tidak juga kembali. Dan tiba-tiba saja laki-laki itu terbatuk-batuk hingga nyaris lunglai di bangku tersebut. Mau tidak mau Hilya langsung membantu laki-laki itu dan duduk di sebelahnya.
"Uhuk ... Uhuk ... Uhuk...."
"Astagfirullah, Mas. Mas kenapa, Mas," kata Hilya sambil memegang pundak laki-laki itu.
"Mbak, tolong pijetin kepala saya, Mbak. Kepala saya tiba-tiba sakit, Mbak. Tolong Mbak," ucap laki-laki itu memegang kepalanya.
"Eh, Mas ... Tapi ... Tapi, " ucap Hilya panik bingung harus melakukan apa.
"Mbak, tolong, Mbak. cuma pijetin Aja istri saya nggak akan marah kok," ucap laki-laki itu lemah. Dengan kondisi yang masih terbatuk-batuk.
"Ii ... Iya, Mas," ucap Hilya ragu memegang kepala laki-laki itu sambil memijatnya. Tiba-tiba laki-laki itu tidak sadarkan diri di pelukannya membuat Hilya semakin bingung.
"Mas! Bangun Mas ... Aduh gimana ini, nggak ada orang sama sekali lagi, Mas bangun Mas!" ucap Hilya mengguncang-guncang laki-laki itu. Posisi laki-laki itu benar-benar bersandar di pelukannya membuatnya benar-benar risih, tapi ia bingung harus bagaimana. Sedangkan tak Ada satupun orang yang lewat.
Di sisi lain, ada seseorang yang tengah mengabadikan pelukan mereka, orang itu tersenyum sinis, sambil memoto adegan di depannya. Dan berbicara kepada wanita tadi untuk menghampirinya.
"Sudah Sana! Kamu balik dan labrak mereka. Sama ini bayaran buat kamu," ucap wanita itu menyodorkan amplop coat berisi uang sebagai bayaran.
"Makasih, Bos. Lain kali kalau butuh bisa kabarin Saya lagi," ucap wanita yang disuruhnya.
"Hmm...." Kemudian wanita itu kembali lagi ke tempat Hilya
"Mbak, ngapain peluk-peluk suami saya! Saya kan, tadi bilang nitip dia buat diawasin aja bukannya dipeluk-peluk gitu!" kata Wanita tadi marah-marah
"Bu ... Bukan begitu, Mbak. Ta .. tadi, tadi suami, Mbak pingsan saya bingung harus gimana," ucap Hilya terbata-bata.
"Halah! Mana ada pingsan suami saya sadar gitu. Mbak tuh masih muda kenapa mesti ngerayu suami orang!" ucap wanita itu mengambil alih suaminya. Hilya bingung kenapa Lelaki itu sadar padahal tadikan dia pingsan.
"Ta ... Tapi tadi suami, Mbak beneran pingsan saya nggak bohong. Mas ngomong dong, kasih tahu istrinya. Tadi katanya istrinya nggak bakal marah," ucap Hilya kepada Lelaki itu.
"Mbak tuh nggak usah ngada-ngada suami saya nggak bisa bicara semenjak sakit, nggak mungkin suami saya ngomong!" ucap wanita itu. Orang-orang yang lewat melihat pertengkaran mereka. Tadi saat dia butuh kenapa tidak ada satupun yang lewat, kenapa saat ini orang-orang pada lewat dan memperhatikannya sekarang.
"Ta ... Tapi...." ucap Hilya bingung ingin mengucapkan apa, orang-orang terlihat sedang berbisik-bisik tentangnya.
"Halah! Kalau emang nggak ngapa-ngapain nggak gugup kayak gitu, Mbak! Ini Mbak gugup kayak habis ketangkep basah Aja!" ucap wanita itu marah-marah.
"Saya nggak bohong, Mbak! Sumpah tadi suami, Mbak ngomong," ucap Hilya. Namun, Lelaki tadi yang saat ini sudah di Bantu istrinya hanya menggelengkan kepalanya.
"Tuh, suami saya bilang enggak! Dasar ya masih muda udah mau jadi perebut suami orang! Jangan-jangan dia juga rela dijadiin istri kedua," ucap wanita itu lantas pergi begitu saja dengan suaminya. Sedangkan ucapan wanita itu sukses membuat Hilya tersinggung, lagi-lagi dia di cap perebut suami orang dan ucapan wanita tadi benar jika dia rela menjadi istri kedua.
'ya Allah ujian apa lagi ini,' Batinnya.
Hilya memutuskan pergi dari tempat itu, karna malu dilihat banyak orang yang berbisik-bisik mengenai dirinya.
.
.
.
Setiap masalah akan hadir untuk menguji seseorang, apakah ia mampu untuk melaluinya.
****