Semenjak kejadian di food court tadi membuat hatinya tidak tenang. Bara, laki-laki itu membuat hatinya berdesir. Tidak semestinya ia memikirkan laki-laki bernama Bara. Sementara disampingnya kini bersama kekasihnya.
"Sayang kamu kenapa?".
"Ah tidak ada apa-apa?".
"Maaf sudah membuat kamu menunggu lama".
"Tidak apa-apa, bagaimana kerjaan kamu? Bukankah tidak bisa ditinggal".
"Saya masuk malam sayang, saya merindukanmu. Kamu tahu kan susah sekali bertemu kamu akhir-akhir ini".
"Program baru kamu, bagaimana?".
"Sudah beres, minggu depan mulai tayang. Semoga retingnya tinggi".
Maya tahu Wira mencintai dunia broadcast. Jam kerja yang selalu berubah-ubah. Harus loyalitas kepada perusahaan demi mensukseskan acara tersebut. Sebenarnya dulu Maya berminat untuk bekerja di salah satu stasiun TV swasta, tapi ia berpikir berulang kali, bekerja di stasiun TV sangatlah berat dan harus siap mental.
"Besok saya keluar kota".
"Kemana?".
"Bandung, Hanya keperluan kerjaan saja" ucap Wira.
"Iya, kamu hati-hati perginya".
"Iya".
"Ke bandung untuk program baru kamu?" Tanya Maya.
"Bukanlah sayang. Mau cari lokasi buat buka kedai kopi, semoga saja dapat lokasi yang strategis. Untuk masa depan kita" Wira mengedipkan mata.
Waya tertawa, "Kirain program baru kamu itu".
"Tidak sayang, program baru saya di studio kok" Wira mengelus bahu Maya.
"Besok tidak apa-apakan kamu naik taxi?".
"Tidak apa-apa, saya sudah terbiasa naik taxi, Jadi sekarang kita kemana?" Tanya Maya.
"Ke kost kamu saja ya, saya kangen banget sama kamu".
"Dasar, pasti cuma modus saja".
Wira tertawa, ia memang merindukan kekasihnya ini. Jam kerja dirinya dan Maya sangat berbeda, ia mesti memanfaatkan waktu untuk bertemu agar komunikasi tetap lancar.
****
Maya duduk, menatap antrian nasabah yang lumayan banyak. Disampingnya embak Lulu sedang menjelaskan produk kepada calon nasabah. Maya memencet tombol antrian, ia merapikan kembali surat perjanjian dan formulir nasabah.
"Hay, mami".
Maya lalu menoleh ke arah sumber suara, Maya terdiam sesaat, begitu juga embak Lulu menatapnya heran. Maya hanya menyengir, kembali menatap Rara yang kini duduk dihadapnnya.
"Mami kelja disini ya" ucapnya.
Maya berusaha tersenyum, antara bingung dan serba salah. Atas kemunculan Rara di tempat kerjanya. Setelah ini, ia pastikan semua karyawan mengintrogasinya, dan habislah sudah ia pasti akan dimarahi atasanya.
Maya berusaha tersenyum, "Iya, mami kerja disini".
"Mami, katanya mau ngantelin Lala sekolah".
"Iya, tapi mami lagi kerja sekarang, Lala sama siapa kesini".
"Lala sama Papi" ucapnya.
Maya mendorong kursinya, dan pamit sebentar kepada embak Lulu dan Eka.
"Itu anak kamu May?" Tanya Lulu.
"Bukan Embak, beneran. Emang saya nikah sama siapa embak. Anaknya sudah besar gini".
"Kok nyembut kamu mami gitu".
"Nanti deh saya ceritain, ceritanya panjang" ucap Maya.
Sebenarnya ia tidak pernah meninggalkan kerjaanya seperti ini. Tapi demi menjaga sikap dan tanggung jawabnya sebagai karyawan teladan. Ia tidak bisa membiarkan Rara berceloteh menyebut kata "mami", sementara semua nasabah menatapnya. Atas tindakkan ketidak professionalan sebagai customer service, Maya mengundurkan diri sejenak. Maya berjalan membawa Rara menjauh dari area CS. Maya menatap Rara, gadis kecil itu masih berseragam Binus kebanggannya.
"Rara dengan sama siapa kesini?".
"Papi".
"Dimana papi Rara" tanya Maya.
Sudah kedua kalinya Bara meninggalkan Rara di tempat umum seperti ini. Ia ingin sekali memarahi laki-laki itu. Apalagi sudah mengganggu jam kerjanya.
"Papi, ada kok tadi. Kata papi, Lala tunggu disini belsama mami".
Maya menarik nafas, ia membawa Rara menuju salah satu outlet roti. Maya memesan beberapa donat dan dua coklat hangat. Maya membawa trey di salah satu sofa kosong di sudut ruangan. Maya bersyukur karena tempatnya bekerja terletak di salah satu mall. Hingga ia tidak bingung makan dimana. Ia memutuskan untuk menunggu Bara disini. Maya menatap Rara, yang sedang menikmati kue donat berbalut coklat.
"Mami, kelja disitu".
"Iya, sayang".
"Kata mami, mau jadi mami Lala benelan. Mami bohong ya".
Maya mengerutkan dahi, "bohong kenapa?".
"Kalau jadi mami benelan itu, halusnya tinggal sama Lala dan Papi".
Maya terdiam, Rara bukanlah seperti anak kecil kebanyakan. Sepertinya ia sudah dewasa diumurnya yang sangat muda. Walaupun ia tidak mengerti, menjadi maminya itu bukanlah hal mudah. Butuh proses menjadi seorang mami. Maya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Hey sayang, kalian ada disini".
Maya terkejut, ia mendengar suara berat Itu lagi, ia menatap Bara sudah berdiri dihadapanya. Maya diam sesaat, sebelum nyawanya tersambung kembali. Ia kembali menatap Bara, laki-laki itu sempurna dengan balutan jas yang dikenakanya.
Bara lalu duduk di sampingnya. Sialnya ia memilih tempat duduk yang salah, seharusnya ia memilih duduk di tengah dengan kursi tadi. Tapi ia memilih duduk di sofa hingga ia memepet kedinding. Maya dapat merasakan aroma parfum mintBara dari tubuh Bara.
"Papi, mami baik deh. Pesenin Lala coklat. Mami balu Lala cantik kan, pi".
Bara tertawa, ia melirik Maya. Ya wanita bernama Maya itu memang cantik, anaknya tidak salah memilih calon ibu untuknya.
"Iya, mami baru kamu memang cantik".
"Kata papi, mami balu Lala harus yang cantik, soalnya papi Lala kan kelen".
Bara tertawa, ia beralih menatap Maya. Maya merasa terpojokkan, ia memilih diam. Perasaanya tidak menentu, harus berbuat apa. Duduk bertiga seperti ini, ia sudah seperti sebuah keluarga yang harmonis.
"Papi, kapan mami tinggal sama kita, Lala mau tidul sama mami".
Bara mengedikkan bahu, "tanya mami kamu, bisa atau tidak sayang".
Maya seperti terjebak antara obrolan anak dan ayah itu. Oh Tuhan kepalanya tiba-tiba sakit memikirkannya. Apa yang didalam pikiran anak itu. Maya menyesap coklat hangatnya, ia harus menyiapkan benteng pertahanannya. Ia letakkan kembali cangkir itu.
"Begini Rara, untuk menjadi mami kamu itu butuh proses yang panjang. Soalnya mami tidak pernah........"
"Sssttttttt" jari telunjuk Bara mendarat mulus di permukaan bibirnya. Bara menghentikan ucapanya, ia menggelengkan kepala. Agar tidak melanjutkan kata-kata.
"Bisa kita bicara sebentar" bisik Bara tepat di daun telinganya.
***