BAB 1
Oktober 2012
Yogyakarta
Suasana diruangan perpustakaan begitu hening, lebih mirip kuburan, meskipun ada sekitar dua puluhan orang didalamnya. Ada beberapa mahasiswa berbisik ketika berbicara, seakan takut di omeli oleh pihak keamanan. Maya lebih memilih menekuni buku Ekonomi Makro yang terbuka. Maya memperhatikan daftar isi, yang berisikan materi-materi untuk pembuatan makalah yang akan dikumpulkan besok.
Maya mengambil pensil, dan mulai menggarisi bagian-bagian penting di setiap Bab pembahasan. Maya membuka leptop, menghidupkan tombol power. Maya menekan mouse, mulai mengetik judul "Analisis Kasus Perekonomian terbuka". Maya tahu ia terlalu malas mengerjakan makalah, karena di semester lima, memasuki titik jenuh. Seharian di kost Maya lebih memilih nonton drama korea favoritnya, dari pada mengerjakan makalah yang sungguh membosankan itu.
Mau tidak mau Maya harus mengerjakan tugas ini, jika tidak ia akan mengulang mata kuliah ini tahun depan. Oh Tuhan, ia tidak bisa membayangkan akan mengulang tahun depan bersama adik-adik tingkatnya. Maya tidak ingin membuang waktunya secara cuma-cuma hanya demi mengejar ketertinggalan.
Maya menopang dagu dengan tangan, menatap setiap bagian huruf yang diketiknya. Kalimat-kalimat itu bahkan belum sampai setengah, ia sudah lelah mengerjakanya. Maya ingin sekali membenturkan kepala, kenapa otaknya buntu seperti ini, apa karena seharian ia memikirkan aktor ganteng di drama korea itu. Drama korea itu membuat otaknya sedikit bergeser, sangat berpengaruh dalam kehidupannya sehari-hari. Padahal ia cukup pintar dalam setiap mata kuliah ini, dimana IPK 3,6 yang dimilikinya selama ini. Maya mengambil botol mineral di sampingnya, dan meneguk air mineral itu hingga habis tak tersisa. Maya meletakkan botol itu kembali.
"Itu air minum saya".
Maya mengerutkan dahi, ia mendengar secara jelas suara berat itu berkata. Maya menoleh kearah sumber suara. Maya menatap laki-laki bertopi hitamnya. Maya tidak dapat menatap secara jelas wajah itu, karena terhalang oleh topi hitam yang dikenakannya.
Maya ingin sekali berlari menjauh menahan malu, botol mineral yang di teguknya berbeda, dari miliknya. Melihat botol mineral miliknya berlabel brand ternama, yang masih terlihat utuh berada di samping laptop.
"Maaf, maaf, saya tidak tahu. Ternyata botol mineral itu milik kamu sungguh, saya akan menggantinya segera"
Laki-laki itu tertawa, "Hey, tidak apa-apa tidak perlu menggantinya, itu hanya air meneral".
Maya merasa lega, "terima kasih".
"Apa yang kamu pikirkan, sehingga tidak kamu tidak menyadari keberadaan disekitar kamu" tanyanya.
Maya menjatuhkan kepalanya di sisi meja, menatap laki-laki bertopi itu. Maya dapat menatap secara jelas wajah laki-laki bertopi itu dengan posisi seperti ini. Wajah itu begitu tegas, mengingatkan salah satu aktor Indonesia Rio Dewanto.
"Hanya tugas kuliah biasa".
"Apakah begitu berat tugas itu?".
"Tidak, hanya saja sedikit jenuh menghadapi tugas kuliah ini" ucap Maya.
Laki-laki itu tersenyum, "pada akhirnya semua akan menemukan yang namanya titik jenuh. Pada saat itu kembali adalah yang terbaik".
"Kembali adalah yang terbaik" gumam Maya, dan ikut tersenyum.
Berbicara kepada laki-laki yang baru dikenal adalah bukan keahliannya. Tapi entahlah laki-laki itu membuatnya nyaman, di awal percakapan. Seolah ia tahu cara mangenalnya.
"Lelah? Jujur sih iya. Tapi setiap ingin berhenti, hati meminta berjuang lagi, dan logika berkata, masa cuma segini, jadi saya kembali".
Maya membenarkan kata-kata itu, Maya menegakkan tubuhnya. "Kamu fakultas apa? Semester berapa?" Tanya Maya penasaran.
"Saya bukan mahasiswa disini".
"Benarkah? Kampus sebelah?".
"Bukan juga".
"Jadi? Bukan anak sini, kenapa bisa kesini?".
"Bukankah ini tempat umum?".
"Iya sih, saya Maya. Kamu?" Maya mengulurkan tangannya.
"Saya Wira, senang berkenalan denganmu".
"Sama-sama. Kenapa kamu bisa berada disini?".
Wira tertawa, "Saya juga sama berada di titik jenuh. Saya tidak tahu mau kemana, dan saya kesini pada akhirnya".
Maya menutup leptopnya dan mengikat rambutnya seperti ekor kuda. "Jadi bagaimana caranya kita menghilangkan rasa jenuh ini".
"Saya rasa kita perlu suasana baru, misalnya mencari minuman yang segar, karena sepertinya kamu haus sekali. Hingga menghabiskan satu botol air mineral saya" Ia tertawa sumringah, membuat deretan gigi putihnya nampak dan terlihat lebih tampan.
Maya tertawa meninju lengan itu, "sorry, saya tidak sengaja".
"Oke, Bagaimana?" Wira masih menawarkan ajaknya.
Maya tersenyum dan mengangguk, "Oke".
***
Maya mengiyakan ajakan Wira, berjalan menuju trotoar. Berjalan kearah salah satu gerobak es di pinggir jalan. Maya berjalan cepat menghindari sengatan matahari yang begitu menyengat. Maya duduk disalah satu kursi kosong dan sementara Wira memesan dua es kelapa muda.
Wira mendorong kursi kosong disamping Maya dan lalu duduk. Maya meletakkan tas ranselnya di meja.
"Kamu semester berapa?" Tanya Wira.
"Semester lima".
"Disini tinggal dengan orang tua?".
Maya menyumprut es kelapa "tidak, saya ngekost, orang tua saya di Singkawang".
"Singkawang? Jauh juga ternyata".
"Kamu tahu Singkawang dimana?".
Wira mengaduk es kelapa itu dengan sendok, "Tentu saja saya tahu, Singkawang salah satu kota kecil, terletak di provinsi Kalimantan Barat, mayoritas penduduknya tionghoa. Saya pernah kesana sekali, ketika event cap go meh tahun kemarin".
"Benarkah, wow ternyata kamu sudah pernah kesana. Singkawang tempat tinggal dan tempat kelahiran saya".
"Kamu chinese?".
Maya mengangguk, "iya, bisa dikatakan campuran. Ibu saya chaines dan ayah saya melayu Sambas".
Wira melipat tangannya di d**a, ia memperhatikan wajah Maya, kulit putih bersih, bentuk mata seperti bulan sabit serta hidung kecil mancung. Maya termasuk katagori wanita cantik, ia tidak pernah salah menilai wanita cantik.
Tidak ada terbesit sedikitpun terlintas dipikirannya untuk mengenal wanita oriental seperti Maya.
"Berarti nama chinese kamu ada?".
"Tentu saja ada".
"Apa?".
"Lei Sang".
"Lei Sang, cukup unik sebenarnya".
Maya menatap Wira, "dan kamu? Tinggal dimana?".
"Saya Wira Dwipira, saya sedang menikmati liburan saja disini. Saya lulusan colombia university, sekarang saya hanya menunggu waktu untuk wisuda minggu depan, senang berkenalan denganmu Lei Sang".
"Ya Tuhan, jangan panggil saya Lei Sang, cukup Maya saja".
Wira tertawa, "iya, Maya".
"Wow, hebat sekali lulusan colombia university".
"Benarkah, saya menganggapnya biasa saja".
"Itu, salah satu universitas terbaik di dunia, senang berkenalan denganmu Wira. Semoga wisudanya lancar dan sukses".
"Terima kasih".
***