Cinta Ditolak

1355 Words
Happy Readi ng. Arabella merasa bahwa detik itu juga waktu seakan berhenti berdetak. Dan jantungnya pun seolah mati menjadi sunyi. Arabella membeku seperti es, tangannya yang tadinya tengah mencengkram pakaian Lukas pun terlepas, lalu tanpa sengaja malah bersentuhan dengan tangan Lukas, yang membuatnya langsung tersentak seperti tersengar aliran listrik berkekuatan dahsyat. Lukas menciumnya, di hadapan semua orang, mencuri ciuman pertamanya tanpa permisi sama sekali. Arabella masih kehilangan orientasi dan sedang berjuang untuk mengumpulkan kesadarannya. Ketika tubuhnya merasakan percikan aneh karena ciuman Lukas, segera Arabella mengangkat kedua tangannya, lalu mendorong d**a Lukas, menyudahi ciuman itu sepihak. Dengan napas tersedat menahan malu, Arabella langsung menundukkan kepala, tidak tahu harus memberikan reaksi apa. Jari-jarinya terjalin erat, saling meremas gugup. Lukas menatap Arabella dengan tatapan yang sulit diartikan. Kepalanya mendadak pening akibat penolakan yang dilakukan perempuan itu. Kelembutan bibir Aurora nyaris meruntuhkan pertahanannya, hingga tanpa sadar dirinya mulai terbawa oleh hasrat, nyaris menuntut lebih dari sekedar ciuman. Lukas berdiri dalam hening, tetapi tidak bergerak sedikir pun dari kedekatan yang sengaja dilakukannya. Dia masih belum puas, dan tidak akan pernah puas jika menyangkut Arabella. Entahlah sepertinya otaknya sudah rusak sehingga bukannya melangkah mundur malah semakin ingin berdekatan dengan Arabella, bila perlu menempelkan tubuhnya ke tubuh mungil perempuan itu. “Manis.” Suara bisikan serak itu tepat berada di telinga Arabella, membuatnya spontan mendongak dan langsung mempertemukan matanya dengan mata Lukas yang berkilat oleh senyum misterius. Arabella mengerutkan kening, mata hazelnya kembali mengerjap-ngerjap, bingung dengan apa yang dimaksud oleh Lukas. Tetapi yang lebih membuatnya tidak habis pikir, kenapa tak merasakan amarah sedekitpun. Lelaki asing ini sudah mengambil ciuman pertamanya, yang sudah ditekadkan akan diberikan pada sosok lelaki yang akan menjadi suaminya nanti. Tapi sekarang…. apa yang sebenarnya dipikirkan olehnya. Kenapa malah dia terlihat menikmati ciuman tersebut. Pertanyaan-pertanyaan itu berkumpul di benak Arabella, dan membuatnya termenung sambil  memandangi Lukas. “Hei bodoh.” Lukas tak bisa menahan tangannya untuk menyentil dahi Aurora pelan, merenggut kesadaran perempuan itu segera. Dan berhasil. Arabella langsung terhenyak dari lamunan panjangnya. Menatap ke mata Lukas meskipun pikirannya masih sedikit bercabang. “Kau mengatakan sesuatu?” tanyanya dengan suara setengah sadar. Lukas menyeringai, mengawasi ekspresi Arabella lekat. “Aku bilang manis.” “Apanya.” Sahut Arabella cepat, kebingungan. “Bibirmu. Rasanya aku tidak ingin melepaskan bibirmu begitu saja.” Dengan senyum jahil nan menggoda, Lukas mendekatkan wajahnya lalu memiringkan sedikit kepala supaya bibirnya sejajar dengan bibir Arabella. “Boleh aku menciumnya lagi?” “Huh?” Arabella masih kesulitan mencerna kata-kata Lukas, bukannya menjawab dia malah bergumam. Kali ini giliran Lukas yang mengerutkan kening, lalu mengibaskan tangannya di depan wajah Arabella. “Selain bodoh ternyata kau juga tuli.” Ledeknya dengan senyum meremehkan. “Apa kau bilang.” Ujar Arabella setengah membentak, tersinggung akan perkataan Lukas yang kejam. Lukas mengangkat sebelah alisnya. “Aku bilang kau bodoh dan tuli. Kau masih tidak dengar, ya?” jelasnya kemudian dengan nada tegas, lalu menarik wajahnya mundur kemudian berdiri tegap. Arabella mengepalkan tangan, rahangnya mengetat karena marah. “Kalau kau bodoh kenapa kau menciumku! Seharusnya kau menjauh karena kebodohan ku ini  bisa saja menular padamu! Dasar masokis!” desis Arabella lambat-lambat, sengaja mengutuk Lukas dengan nadanya yang kasar. Kalimat keras itu membuat Lukas melebar sedikit, tidak disangka bahwa mulut Arabella yang manis mampu berkata sepedas itu. “Kau bilang aku masokis? Aku hanya mencium mu karena kau adalah pacarku. Sepasang kekasih memang wajib berciuman bahkan juga bercinta… “Tutup mulutmu sialaan!” Arabella menghardik tegas, lalu menghentakkan kakinya dengan kesal. Lukas selalu saja berbicara semaunya tanpa memikirkan situasi yang melanda sekarang ini. “Apa kau tidak waras? Kenapa malah membahas itu.” Bagaimana tidak, keadaan sekolah semakin ramai dan mereka masih saja terjebak dalam perkelahian yang seolah tiada akhirnya. Arabella malu, semburat merah merona merambat di tulang pipinya. Untuk pertama kalinya dia menjadi pusat perhatian semua orang. Dan hal itu tentu saja membuatnya menjadi bahan omongan. Ada yang menatapnya dengan sinis, kemudian mencemoohnya melalui bisik-bisikan menyakitkan. Bahkan yang lebih parahnya, Arabella kini menjadi target pembulian selanjutnya. Sepertinya kehadiran Lukas akan membuat posisinya di sekolah ini menjadi terancam dan tidak tenang. Lukas kembali mengernyit ketika menemukan kecemasan di mata Arabella. “Woi. Kenapa kau tiba-tiba diam? Membuatku takut saja.” Lukas menahan dirinya sekuat tenaga supaya tidak mengguncang pundak kurus Arabella. Arabella berdecak, geram melihat kelakuan Lukas. “Bukan urusanmu. Lebih baik aku pergi. Aku muak meladenimu.” Tangan Lukas langsung menangkap lengan Arabella ketika dilihatnya perempuan itu hendak beranjak pergi. Dan ekspresi Arabella seketika berubah jengkel, menatap Lukas dengan dingin. “Apa lagi yang kau inginkan. Lepaskan aku.” Ucapnya memerintah, Arabella sudah tidak memikirkan lagi bagaimana semua orang melihatnya seolah merendahkan. Yang terpenting baginya adalah menjauh dari Lukas detik ini juga. “Tidak mau. Aku ingin kau menemaniku.” Jawan Lukas menolak keinginan Arabella tegas. “Apa-apaan.” Arabella tergelak, menggertakkan gigi ketika menyerukan ketidaksetujuannya. Lukas mundur satu langkah, lalu memamerkan penampilannya di hadapan Arabella. “Aku belum memiliki seragam seperti mu. Kau temani aku untuk berganti pakaian. Lagipula kau juga butuh seragam yang baru.” Ucapnya sambil mengedikkan dagu, menunjuk ke arah seragam Arabella yang ternoda oleh darahnya sendiri. Arabella mengikuti arah padang Lukas, seketika itu pula dia langsung panik. “Astaga bagaimana ini. Aku hanya mempunyai satu seragam saja.” Arabella menepuk-nepuk seragam putihnya dengan panik, kecemasan melandanya saat melihat darah itu telah  mengering disana. Apa yang harus ku lakukan? Seragam ini sangat mahal. Aku tidak mungkin bisa membeli seragam baru. Otak cerdas Lukas memahami gerak-gerik Arabella yang tengah kebingungan. Dan sikap yang ditunjukkan oleh perempuan itu membuat gerahamnya mengetat. Bisa-bisanya Arabella memikirkan tentang uang sementara dia memliki kekasih yang kaya raya. Hanya seragam saja, dan perempuan itu sudah seperti orang gila saking takutnya. Tangan Lukas bergerak sigap, menangkap pergelangan tangan Arabella yang masih sibuk membersihkan pakaiannya. Lalu tanpa sempat memberi jeda, Lukas secepatnya menarik Arabella ke arahnya, menempelkan tubuh mereka. “Hentikan kebodohanmu. Hanya sebatas seragam murahan, aku bahkan bisa memberikanmu jauh lebih mahal dari itu.” Lukas berucap dengan nada rendah mengerikan, mengabaikan kedekatan fisik mereka yang tidak boleh lebih dari seharusnya dan diperburuk dengan suasana hati Lukas saat ini. Sejenak Arabella terpana lalu mengerjap seperti tersadar. “Ka..kau tidak akan pernah mengerti. Betapa.. sulitnya orang miskin seperti ku mengumpulkan uang untuk membeli seragam ini.” Ucapnya tersendat karena menahan tangis. Lukas mencengkram pundak Arabella. “Aku bisa memberikanmu apapun. Tapi kau harus mau menjadi kekasihku.” Ucapnya memberi tawaran menggoda. “Tidak mungkin. A…aku tak berminat.” Tolaknya cepat, tanpa memikirkan perasaan Lukas. Tangan Lukas yang mancengkram pundak Arabella bergerak untuk mencengkram lembut, tidak bermaksud menyakiti hanya ingin sekedar mengancam. “Semua wanita berlomba-lomba ingin menjadi kekasihku Arabella. Mulai dari kalangan atas, artis, putri konglomerat bahkan dari kasta terendah sekalipun.T api kenapa, kenapa kau berbeda. Kenapa kau menolakku.” Mata Arabella mulai berkaca-kaca, menahan dirinya supaya tidak terisak. “Cobalah di posisi ku sekali saja. Maka kau akan menemukan jawabannya.” Lukas menatap lekat pada mata hazel Arabella yang berkilauan, kemudian matanya bergerak naik memandangi perban yang menutup luka di dahi perempuan itu. “Memangnya apa yang salah kalau aku menginginkan mu. Bukankah semua orang berhak atas hatinya masing-masing? Kita tidak bisa memilih pada siapa akan jatuh cinta.” Ujar Lukas dengan nada tajam. Arabella mengangkat dagunya tinggi-tinggi, kemudian berucap lagi. “Tapi aku tidak menginginkan mu. Dan aku juga tidak akan pernah jatuh cinta dengan mu. Hidupku sudah sangat sulit dan kehadiran mu malah semakin menambah kesulitan ku.  Aku harap kau mengerti dengan yang ku maksud, menjauhlah dariku dan jangan ganggu aku .” sambungnya dalam satu tarikan napas yang menyesakkan. Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD