Tergila-gila Padamu

1536 Words
Happy Reading. Lukas mengenakan jas sekolahnya yang berwarna merah. Matanya melekat ke arah cermin besar di hadapannya, lalu memandangi keseluruhan penampilannya. Entah karena apa, Lukas tiba-tiba menggeleng antara terpana atas ketampanannya atau mungkin disebabkan oleh alasan lain. Dan semua gerak-gerik Lukas membuat Arthur yang tadinya memasang ekspresi datar seketika mengerutkan kening, bingung akan perubahan tingkah laku tuannya yang mendadak aneh. “Arthur.” Panggilan dengan suara yang cukup keras itu membuat Arthur langsung tersentak dari pengamatannya. Dengan santun dia melangkah mendekati Lukas, kemudian berdiri di belakang lelaki itu. “Ya, tuan muda.” Jawabnya dengan sopan. “Bukankah aku ini sangat tampan?” tanya Lukas melontarkan pertanyaan yang tidak pernah diduga-duga oleh Arthur. Kening Arthur kembali berkerut lebih dalam dari sebelumnya, memastikan dirinya sendiri bahwa dia mungkin tidak salah dengar. Tuannya itu menanyakan hal yang tidak masuk akal, yang bahkan tak sanggup dicerna oleh otaknya. Lama kemudian Lukas akhirnya menoleh ke samping, menatap asisten pribadinya itu yang sejak tadi terdiam seperti patung. “Hei bodoh, kenapa kau diam saja.” Lukas berucap dengan nada membentak, kesal karena Arthur malah mengabaikan dirinya. Arthur seketika mengerjap, tersadar dari lamunannya. Seperti orang bodoh, dengan mata sedikit melebar dia menatap Lukas lalu berkata. “Ampun.. tuan muda, saya tadi.. melamun.” Kepanikan melandanya hingga membuat Arthur segera membungkukkan badan, dan dilakukan berulangkali. Lukas menggertakkan gigi, “Hentikan bodoh. Apa yang sedang kau lakukan.” Umpatnya kasar, lalu menendang salah satu kaki Arthur. Segera setelah Lukas melakukan itu, Arthur langsung menghentikan gerakannya, menahan sakit yang amat sangat akibat tendangan Lukas yang mengenai tulang keringnya. Akan tetapi seolah terbiasa, Arthur kemudian memasang ekspresi tenang, lalu berdiri tegap menunjukkan wibawanya. “Maafkan atas kebodohan saya tuan muda. Saya memang asisten yang tidak becus… “Kau memang tidak becus! Dasar bodoh, keluar sana!” ujar Lukas dengan suara kasar sambil menggerakkan jari telunjuknya, menunjuk ke arah pintu. Bentakan keras itu membuat Arthur segera mengangguk. Dan tanpa bantahan dia membalikkan badan, hendak meninggalkan tuannya yang temperamen itu. “Kau mau kemana!” Lukas berseru sambil menatap Arthur dengan tajam. Sementara Arthur sendiri tidak hanya membeku mendengar seruan Lukas yang tiba-tiba, tapi juga semakin bingung akan perubahan sikap lelaki itu. Jelas-jelas dia diperintahkan untuk keluar, sekarang kenapa malah bertanya. Sejenak Arthur mengumpulkan kekuatan sebelum berbalik dan menghadap Lukas. Tahan. Sabar. Semua pasti berakhir. Arthur mengurai senyum ramah, lalu berucap. “Anda membutuhkan saya tuan muda?” “Tentu saja. Kau belum menjawab pertanyaanku tadi, aku ini tampan atau tidak.” Lukas berdecak, jengkel karena harus mengulangi pertanyaannya. Arthur tak memberikan reaksi apapun, wajahnya datar seolah tak berminat menanggapi pertanyaan naif tuannya itu. “Anda sangat tampan tuan muda. Tidak ada yang bisa menandingi ketampanan anda di dunia ini.” Ucapnya memuji dengan tulus. Dalam sesaat Lukas tampak mengangkat sebelah alisnya. Lalu tanpa diduga dia tertawa. Lukas tertawa keras terbahak-bahak dengan lepas untuk pertama kalinya, seolah-olah Arthur telah memberikan jawaban yang paling lucu yang pernah dia dengar sebelumnya. “Kau benar. Aku memang sangat tampan. Akulah yang paling tampan di seluruh dunia ini.” Lukas berucap di sela tawanya, lalu kembali menatap dirinya sendiri di dalam pantulan cermin. Lukas merapikan rambutnya dan menyisirnya dengan jemari ke belakang. Dia benar-benar menyukai jawaban Arthur itu. Akan tetapi gerakan tangan Lukas yang sedang menyisir rambutnya langsung terhenti. Kerutan dalam tiba-tiba terlihat di keningnya seolah teringat akan sesuatu hal yang sempat dilupakan olehnya. Kembali dia menoleh ke samping, melempar tatapan intens pada Arthur. “Kau berbohong.” Ucap Lukas dengan nada tajam. Lukas menegang, jantungnya berdegup waspada ketika menemukan sinar kemarahan di mata coklat lelaki itu. Arthur menelan ludah, lalu membalas tatapan dingin Lukas penuh antisipasi. “Mak…maksudnya tuan muda.” Ucap Arthur takut-takut. “Katamu aku yang paling tampan sedunia, tapi kenapa perempuan itu malah menolakku. Bukankah aku ini tampan!” ujarnya dengan nada tinggi, menunjuk-nunjuk dirinya sendiri. “Perempuan?” jawab Arthur dilumuri kebingungan yang pekat. “Siapa yang tuan muda maksud.” “Astaga.. Arabella bodoh! Arabella! Arabella!” dengan penuh penekanan Lukas menyahut, menghentakkan kakinya kesal. Dengan penuh rasa bersalah Arthur membungkukkan, meletakkan tangannya yang terjalin di depan tubuhnya lalu berucap ampun berkali-kali. “Mohon maafkan saya tuan muda. Sa… saya memang bodoh.” Ucapnya sungguh-sungguh. Lukas mencebikkan bibirnya. “Ah sudahlah. Tidak ada gunanya bicara denganmu. Buang-buang waktu dan energy ku saja. Kau pergilah, jangan mengikuti ku lagi. Aku ingin menemui kekasih ku yang sombong itu.” Ucapnya setengah menggerutu. Dan ketika ketika Arthur langsung memohon pamit dan tergopoh-gopoh meninggalkan kamar mandi untuk melaksakan tugasnya. Sementara Lukas sendiri diam-diam mengawasi dengan perasaan jengkel yang belum sirna, sampai kemudian asistennya itu menghilang di balik pintu. “Si bodoh itu, kenapa harus lari terbirit-b***t begitu. Memangnya aku monster.” Gumamnya bersungut-sungut. *** “Ara.” Merasakan sentuhan di pundaknya, Arabella mengerjap kemudian. Kemudian dia menoleh ke samping, lalu tersenyum saat mendapati Mayudi sudah duduk di kursi sebelahnya. Arabella langsung menghirup napas panjang, mencoba menetralkan detak jantungnya yang berkejaran tak terkendali. Entah kenapa reaksi Mayudi saat ini seolah ingin menuntut penjelasan atas insiden yang menimpanya dengan Lukas tadi. “Aku tidak punya penjelasan apapun. Ciuman itu hanya sepihak dan aku pun tidak tahu kalau Lukas akan mencium ku tiba-tiba.” ucap Arabella terus terang, terlalu malas memulai percakapan dengan basa-basi. Mayudi menyipitkan mata, menatap Arabella curiga. "Itu berarti bibir mu sudah ternoda. Kau tidak lagi polos dan lugu seperti sebelumnya." ujar Mayudi dengan meledek. Arabella menanggapi perkataan Mayudi dengan ekspresi datar. Sama sekali tidak berminat membahas topik itu lebih dalam lagi. Lagipula Arabella tidak ingin ambil pusing masalah ciuman mereka tadi. Terserah bagaimana orang menilainya sekarang ini. Yang terpenting baginya adalah harus cepat-cepat menyelesaikan pendidikannya dan sebisa mungkin menghindari masalah. "Lupakan saja. Aku tidak terlalu memikirkan itu." sahutnya kemudian. Semula, wajah Mayudi tampak berbinar senang tetapi ketika menangkap kesedihan di mata Arabella, senyumnya langsung surut. Arabella memang sosok wanita yang selalu bersembunyi di balik wajah yang terlihat baik-baik saja. Namun jauh di lubuk hati perempuan itu terdapat banyak luka. Pantas saja Arabella tidak tertarik membahas ciuman tersebut. Karena baginya, semua itu tidaklah berarti. Mayudi hendak membuka mulutnya, tapi segera terurung saat menyadari kehadiran sosok lelaki asing di ruangan itu. "Berdiri." Ruangan kelas yang tadinya dipenuhi bisikan mencemooh seketika hening. Arabella langsung menoleh ke sumber suara diikuti dengan Mayudi. Kedua perempuan itu serentak melebarkan mata, terkejut saat melihat Lukas sudah berdiri di depannya. "Kau." Arabella yang terlebih dulu tersadar dari Mayudi. Perempuan itu meloncatkan pertanyaan yang dilumuri dengan nada syok. "Apa yang kau lakukan disini." Lukas menunduk, memandangi wajah Arabella. "Iya, ini aku. Memangnya kenapa? Ada yang salah kalau aku berada di ruangan ini." Suara Lukas terdengar tenang, seolah lelaki itu berhasil menguasai diri dan mengendalikan emosinya. Tetap tetap saja Lukas tidak melepaskan keangkuhan di wajahnya saat mengarah itu. Arabella tergeragap, lalu menolehkan kepalanya ke seluruh ruangan, menatap semua orang dengan panik. "Keluar dari sini Lukas. Ini ruangan khusus siswa yang mendapatkan beasiswa. Kau tidak boleh disini... "Siapa yang memberi peraturan seperti itu." Lukas memotong perkataan Arabella sigap, "Terserah aku ingin melakukan apa. Dan tidak ada yang boleh melarang ku." Lalu Lukas mengalihkan mata kepada Mayudi, kemudian menyambung kalimatnya. "Hei kau jelek, pindah sana. Aku ingin duduk di samping Arabella." Mayudi terkejut setengah mati ketika mendengar kata-kata Lukas. Lelaki itu secara terang-terangan menyebutnya jelek dan begitu melukai perasaan Mayudi. Rona merah padam seketika merambat dipermukaan wajah Mayudi, dia lalu menundukkan kepala menahan rasa malu yang amat sangat. Arabella mengepalkan tangan, tersinggung akibat perkataan Lukas yang seperti tidak berperasaan itu. "Jaga bicaramu Lukas. Apa-apaan kau ini." hardiknya marah. Lukas menatap Arabella dengan tatapan jengkel. "Aku mengatakan yang sebenarnya, dia memang jelek, hanya kau yang cantik disini. Suruh dia pindah atau aku akan mencabut beasiswanya... "Lukas!" kemarahan Arabella tak lagi bisa ditahan. Oleh sebab itulah dengan gerakan refleks dia berdiri dari duduknya dan membalas tatapan Lukas tak kalah tajam. "Jangan melewati batas mu." Melihat amarah Arabella yang meledak-ledak, Lukas langsung menghela napas pendek. "Baiklah. Maafkan aku. Kalau begitu katakan padanya untuk segera pindah ke kursi lain. Aku ingin duduk di samping mu." ucapnya mengalah. "Tidak. Biarkan Mayudi yang disini. Lagipula kau kan cucu dari pemilik sekolah ini. Seharusnya kau tidak bergabung dengan kami. Ruangan ini hanya dikhususkan untuk siswa miskin seperti ku." ujar Arabella merendah, mencoba untuk membujuk Lukas. Tangan Lukas terangkat ke arah kepala Arabella, dan mencubit pipi montok perempuan itu geram. "Kau kan kekasihku. Otomatis aku harus mengikuti mu kemanapun. Aku sangat posesif terhadap wanitaku. Dan tidak suka kalau ada lelaki lain yang meliriknya." sahutnya ringan, tidak peduli akan raut wajah Arabella yang menegang bercampur malu. Arabella menepiskan tangan Lukas dari wajahnya. "Kau mulai gila rupanya. Aku sarankan segeralah periksakan otak mu." Lukas terkekeh, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Arabella, menatap lurus kedalam bola mata berwarna hazel itu. "Aku memang sudah gila. Dan itu dikarenakan oleh mu. Kau satu-satunya perempuan yang berani menolak ku. Bukan hanya itu saja, kau bahkan menyuruh ku untuk menjauh darimu. Asal kau tahu Arabella, sikap mu yang dingin dan jutek ini membuatku semakin tergila-gila padamu." Lukas menyeringai lambat-lambat, mengerakkan tangannya untuk kemudian mengusap wajah Arabella lembut. "Tetaplah menolak ku, maka akan ku tunjukkan padamu bagaimana berlari tanpa mengenal letih. Sejak awal kau sudah merasuki pikiranku. Dan telah ku tandai menjadi milikku, sekarang, besok, juga selamanya, kau adalah milikku wahai wanita Asia."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD