6 ~ Chef Baru?

1137 Words
"Itu bibir apa toa sih? Cempreng banget," sindir Alma pada temannya sembari mengucek telinga. "Alma ... gara-gara kamu jalan gak liat-liat jadi tumpah 'kan minumannya," kesal orang itu. "Shila, kenapa kamu marah-marah, sih? 'Kan yang bajunya basah itu aku," balas Alma. "Tapi gara-gara kamu, kerjaan aku jadi kacau," sahut gadis bernama Shila itu. "Maaf, aku gak sengaja," ucap Alma dengan santai sembari mengacungkan jari tengah dan telunjuk membentuk huruf v. "Maaf, maaf, aja,'' gerutu Shila dengan kesal sembari melangkah kembali ke belakang. "Shila, maaf, dong ... aku gak sengaja," ujar Alma sembari mengekori temannya. Tanpa mereka tahu, Revan sejak tadi berdiri di depan pintu ruangan Wisnu. Melihat dengan jelas apa yang terjadi. Kening pria itu berkerut bingung. Karena ternyata, Alma seorang gadis ceria dan juga cerewet saat bersama teman-temannya. Tapi kenapa, sikapnya selalu berubah ketika mereka sedang berinteraksi? "Maaf, Pak Revan. Alma memang sedikit cerewet. Nanti saya akan saya beri tahu dia agar menjaga sikap saat bekerja sama dengan Anda," ujar Wisnu. Mengartikan lain tatapan pria itu. 'Nah, benar 'kan? Kata Pak Wisnu aja dia cerewet. Kenapa kalau sama aku dia irit bicara?' batin sang pemuda. "Pasti nanti akan saya tegur gadis itu," imbuh Wisnu saat melihat Revan hanya diam saja, sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun atas ucapannya. "Tidak apa-apa, Pak. Biarkan saja," sahut Revan. "Tapi, Pak—" "Tidak apa-apa, Pak Wisnu. Saya juga tidak suka rekan kerja yang pendiam," potong anak kedua dari pasangan Aditya dan Rania itu seraya menatap lurus ke arah di mana sang gadis berada. Sedangkan Alma, masih sibuk membujuk Shila agar tidak terus merajuk. "Shil, ayo dong. Aku gak sengaja tadi," ujarnya. "Alma! Bisa minggir gak? Aku mau kerja," hardik Shila dengan kesal. Tapi Alma masih menghalangi langkah gadis itu. Bukannya apa-apa, Shila jika sudah marah sering kali melampiaskan rasa kesalnya pada pelanggan dengan cara bersikap ketus. Tentu hal itu tidak baik untuk semuanya, termasuk Alma. Dia pasti akan mendapat ceramah gratis dari Wisnu. Tanpa sengaja, dengan ekor mata Alma menangkan sosok sang atasan di kantor tempatnya bekerja. Gadis itu tersenyum dalam hati. Bukan. Bukan karena ia sudah berbalik haluan dan menyukai pria itu. Tapi saat melihat Revan, dia merasa punya cara ampuh untuk membujuk Shela agar tidak marah lagi. "Kamu tau gak, Shel? Tadi itu aku gak fokus jalan sampai nabrak kamu, itu karena kaget waktu liat cowok ganteng di ruangan Pak Wisnu," ujar Alma setengah berbisik. Takut terdengar oleh Revan Dan Wisnu. "Yang benar kamu, Al." Shila yang merupakan penggemar berat para pria tampan, langsung merespon dengan cepat. "Beneran, Shil. Kalau gak percaya kamu cek aja sendiri," sahut Alma. Nada suara gadis itu sudah kembali normal. Tidak berbisik seperti tadi. Karena Revan dan Wisnu sudah tidak ada di tempat tadi. Entah ke mana, Alma pun tidak mau ikut pusing memikirkannya. "Kamu gak lagi bohongin aku 'kan?" Antara bertanya dan menuding, Shila menatap Alma dengan sorot mata tajam. "Enggak, Shila. Tadi aku ketemu sama orangnya waktu mau keluar dari ruangan Pak Wisnu," jawab Alma. "Eh, iya. Tadi kamu ada apa disuruh ke ruangan Pak Wisnu?" tanya Shila yang sudah mulai melupakan rasa kesalnya. "Biasa lah. Bos kita itu lagi gabut," jawab Alma dengan asal. "Gabut gimana maksud kamu?" Shila bertanya lagi, tidak mengerti maksud ucapan sang teman. "Coba kamu bayangin, masa aku kerja part time tapi dikontrak. Apa coba itu namanya kalau bukan gabut?" sahut Alma. "Masa sih?" "Iya. Padahal aku 'kan statusnya aja pekerjaan lepas yang dibayar perjam," timpal Alma. "Hem ... mungkin karena kerja kamu bagus, Al. Atasan gak mau kehilangan kamu. Takut kamu nikah dan berhenti kerja. Kalau di kontrak 'kan kamu gak bisa ke mana-mana," ucap Shila, menduga-duga sembari berpikir. "Entah deh," balas Alma sembari mengangkat bahu acuh, "dah, ah. Aku mau ke depan dulu sambil nunggu chef barunya datang." Gadis berusia dua puluh empat tahun itu pun berlalu dari hadapan sang teman yang masih penasaran dengan apa yang tadi sempat diucapkan Alma padanya, tentang pria tampan itu. Shila pun berjalan dengan mengendap-endap ke arah pintu ruangan sang atasan. Saat akan menempelkan telinga, tiba-tiba saja daun pintu itu terbuka. Alhasil sang gadis pun kalang kabut dan tentu saja panik, sampai tidak tahu apa yang harus dilakukan. Shila memilih menempelkan diri di tembok dinding ruangan dengan mata terpejam kuat dan berharap tidak ada yang bisa melihatnya. "Shila? Ngapain kamu?" Tentu saja harapan sang gadis kandas, karena ternyata Wisnu melihatnya dan bertanya. Perlahan gadis itu membuka mata dan meringis saat melihat managernya dan seorang pria tampan berpakaian serba hitam ada di hadapannya. "Em ... ini, Pak ... saya ... saya ... saya lagi mempelajari cara cicak menempel di dinding, Pak," jawab Sherli dengan asal. Pria yang sedang bersama Wisnu, sampai melipat bibir ke dalam guna menahan tawa mendengar jawaban gadis itu. 'Apa karyawan di sini aneh-aneh tingkahnya?' batin pria itu. "Shila, kamu itu manusia. Ngapain mempelajari cara cicak menempel?" tegus Wisnu, ''Sana kembali kerja!" "Baik, Pak," cicit gadis itu, sembari kembali ke posisi semula, berdiri dengan tegak. "Saya permisi," pamitnya, kemudian berlalu dari hadapan dua laki-laki tersebut. "Itu kali ya cowok ganteng yang Alma bilang tadi?! Tapi kok bajunya kayak chef di sini ya?!" gumam Shila. Sesaat kemudian bola mata gadis itu melebar. "Jangan-jangan ... cowok itu chef baru di sini," pekiknya. "Eh? Tapi tunggu. Muka cowok itu kayak familiar. Tapi siapa ya?!" Shila terus bergumam sendiri sembari melangkah menuju dapur. Tiba-tiba, gadis itu berlari ke arah belakang di mana tempat itu merupakan loker untuk para karyawan. Shila dengan cepat membuka lemari miliknya dan mengambil ponsel pintar. Untuk beberapa waktu, sang gadis menggeser layar benda berbentuk pipih itu, seperti sedang mencari sesuatu di sana. "Ya Tuhan ...," pekiknya sembari menutup mulut dengan bola mata melebar sempurna. "Ternyata benar, dia itu Revan Alvaro Aditya. Pengusaha muda yang hobi memasak tapi aku gak nyangka dia bakal jadi chef di sini." Sementara Wisnu, "Mari, Pak Revan. Saya antar Anda ke dapur. Cafe kita pasti semakin rame jika semua orang tahu salah satu chefnya adalah Anda." "Anda berlebihan, Pak Wisnu," sahut Revan yang hanya ditanggapi dengan kekehan oleh Wisnu. Mereka pun melangkah menuju dapur baru saja masuk ke area dapur dengan membawa nampan berisi gelas dan piring kotor. Revan melempar senyum pada gadis itu saat mereka tidak sengaja bersitatap meski hanya sebentar. Tapi tentu saja Alma tidak membalas. Gadis itu dengan sengaja melempar pandangan ke arah lain. "Ayo, Alma. Kamu juga ikut saya ke belakang," ajak Wisnu yang menghentikan langkah, saat melihat gadis itu. Diikuti oleh Revan yang juga berhenti melangkah. "Baik, Pak. Saya simpan dulu piring kotornya," balas gadis itu. "Oke. Nanti kamu menyusul ya?!" "Baik, Pak." Alma mengangguk dengan sopan. Dua orang itu pun kembali melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Alma diam membeku untuk beberapa saat sembari menatap punggung kedua laki-laki itu. "Kenapa Pak Revan pakai baju chef di sini ya?" gumamnya dengan kening berkerut, "apa jangan-jangan dia chef baru itu? Oh Tuhan ... jangan sampai itu terjadi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD