4 ~ CEO Baru

1213 Words
Alma terus berpikir saat mendengar nama CEO baru perusahaan tempat ia bekerja. Rasanya ia pernah mendengar, tapi di mana? Gadis dua puluh empat tahun itu merasa tidak asing dengan nama yang Risti sebutkan tadi. “Kamu tau ‘kan siapa Revan Alvaro Aditya itu?” tanya Risti dengan ragu. Mengingat sahabatnya itu adalah orang yang tidak pernah mengikuti berita apa pun di sosial media. Akun saja, dia tidak punya. “Tau," jawab Alma, masih sibuk dengan pekerjaannya. “Siapa?” Risti menatap Alma dengan sorot mata penasaran. “CEO baru kita ‘kan?” Gadis itu menjawab dengan santai. Sedangkan Risti, menepuk keningnya sendiri. Benar saja, sahabatnya tidak tahu siapa pria bernama Revan Alvaro Aditya. “Kenapa? Apa aku salah?” tanya Alma, menoleh pada Risti yang menatapnya dengan sebal. “Benar ‘kan? Dia itu CEO baru kita? ‘Kan kamu sendiri yang bilang tadi.” imbuhnya balas menatap sang sahabat. “Iya betul, sih.” Risti berkata lirih. “Terus kenapa muka kamu kayak gitu ekspresinya?” “Alma … coba deh sesekali mampir ke sosial media. Biar kamu tahu siapa CEO baru kita itu," ujar Risti dengan geram. “Untuk apa? Gak lihat sosial media juga nanti tau sendiri siapa CEO kita," elak sang gadis. Risti menghela napas lelah sebelum bicara. “CEO baru kita itu, orang yang terkenal. Dia sering muncul di berita televisi atau pun sosial media, sebagai pengusaha muda yang sedang banyak disorot karena prestasinya, di samping itu dia juga good looking, Alma.” Risti akhirnya memaparkan kenyataan pada sang sahabat. “Dan satu lagi ... dia masih jomblo.” “Oh.” Alma hanya menanggapi dengan santai, hampir tidak peduli. Risti pun hanya mengangkat bahu acuh saat melihat ekspresi Alma yang sama sekali tidak tertarik. Ia tahu Alma memang selalu seperti itu. *** Alma dan Risti berjalan beriringan keluar dari kantor saat jam pulang kerja. “Ris, kamu pulang pake apa?” tanya Alma seraya bersiap menaiki sepeda motor. “Dijemput ayang, dong!” jawab Risti dengan sombong. “Iya deh … yang punya ayang mah boleh sombong, deh,” seloroh Alma, keduanya pun tertawa. “Hai … ketemu lagi kita." Tiba-tiba terdengar suara seorang pria menyapa, yang kini sudah berdiri di depan Alma. Sang gadis pun menoleh hanya untuk beberapa saat saja. Setelah itu, ia kembali memalingkan wajah dari pria yang baru saja menyapa. Sedangkan Risti, melongo saat melihat pria itu menyapa sang sahabat. Ini gimana sih? Alma katanya gak tau CEO baru. Tapi kok bisa, Pak Revan nyapa Alma? batinnya. “Ris, kamu masih mau nunggu calon suami kamu?” tanya Alma pada Risti, yang masih melongo. Tanpa peduli kehadiran Revan. “Eh? I–iya. Aku lagi tunggu Mas Yoga,” jawab Risti, sedikit tergagap. Dia masih tidak percaya melihat Revan menyapa sang sahabat. Berbagai pertanyaan pun memenuhi kepala gadis itu. Apalagi melihat sikap Alma yang tak menanggapi Revan, membuat Risti semakin penasaran, bagaimana mereka bisa saling mengenal? Soal sikap dingin Alma, Risti memang tahu pasti apa alasannya. Mereka sudah berteman cukup lama. Risti tahu kisah hidup Alma dan ibunya yang cukup menyedihkan. “Ya udah kalau gitu, aku duluan, ya, Ris?!” pamit Alma pada Risti yang masih juga terbengong. Alma memasukkan kunci sepeda motor pada lubangnya. Saat akan menghidupkan mesin, Revan menahan pergerakan sang gadis dengan berdiri di depan kendaraan roda dua itu sembari merentangkan kedua tangan. “Ada apa lagi, Pak?” tanya Alma dengan nada kesal, “Bapak mau ikut saya lagi ke kafe?” “Kamu masih belum tau siapa saya?” balas Revan, balik bertanya. Alma memutar bola matanya malas. “Memangnya penting banget, ya, saya tau siapa Anda?” “Tidak juga,” jawab Revan seraya menggelengkan kepala. "Terus? Ngapain masih tanya-tanya?" "Cuma ngetes aja." “Dasar cowok aneh!” maki Alma, bergumam dengan suara pelan. Revan yang masih bisa mendengar ucapan sang gadis, hanya terkekeh. Ia kemudian melanjutkan langkah menuju ke arah mobil yang sudah menunggu sejak tadi. “Sampai ketemu lagi.” Baru beberapa langkah berjalan, pria itu berbalik lalu melambaikan tangan pada sang gadis yang tentu saja tidak ditanggapi sama sekali oleh Alma. “Saya tidak berharap kita bertemu lagi,” gumam Alma dengan ketus. Meski pelan, tapi masih bisa didengar oleh Revan. CEO muda itu hanya tersenyum simpul kemudian berlalu dan masuk ke dalam mobil. Ia semakin penasaran pada sosok si gadis judes. Beruntung, sang gadis adalah salah satu karyawan di perusahaan milik keluarganya. Jadi ia bisa mencari tahu dengan mudah apa pun tentang gadis itu. Revan penasaran kenapa sikap Alma bisa berubah-ubah. Ketika bekerja dia begitu ramah dan hangat. Tapi saat di luar pekerjaan, dia menjadi orang yang judes bahkan bersikap dingin padanya. “Bayu, kamu tau cewek tadi siapa?” tanya Revan pada asistennya, saat mereka sudah berada di dalam mobil mewah milik CEO muda itu. “Cewek yang mana, Pak? Ada dua orang tadi. Dua-duanya bagian resepsionis,” jawab Bayu. “Yang pakai kerudung.” “Oh. Itu Alma Salsabila.” “Berikan semua informasi tentang dia pada saya, secepatnya. Termasuk kehidupan pribadinya!” perintah Revan. “Baik, Pak.” Bayu mengangguk patuh, meski dalam hati, ia bertanya untuk apa semua itu? Apa Alma membuat masalah, hingga Revan marah? Sementara Risti, sepeninggalan Revan dia heboh sendiri. “Al, kamu kenal dia?” tanya Risti, dengan ekspresi penasaran yang tercekat jelas di wajah. Ia menghampiri Alma yang baru saja akan melajukan sepeda motor. “Ini lagi, satu.” Alma menghela napas lelah. “Apa sih, Ris? Heboh banget. Udah kayak abis liat artis lewat di depan mata,” cibirnya. “Kamu kenal cowok tadi, Al?” tanya Risti, mengulang pertanyaan yang sama untuk sahabatnya. “Enggak. Aku gak kenal,” jawab Alma dengan santai. “Gak kenal gimana? Kalian barusan ngobrol.” “Aku gak ngobrol sama dia,” kilah Alma. “Tapi dia nyapa kamu.” Risti bersikukuh. “Dia, cowok yang aku ceritain, yang ikut ke kafe kemarin itu,” sahut Alma. “Serius, Al?” Mata Risti membola saat mendengar ucapan Alma. “Iya.” Alma pun hanya menjawab singkat. “Kamu tau siapa dia?” tanya Risti lagi. “Aku gak tau, Cuma tau namanya Revan … Revan apa gitu? Lupa aku.” “Revan Alvaro Aditya,” sahut Risti. “Mungkin.” Alma mengangkat bahu acuh. “Kamu beneran gak tau, Al, dia siapa?” tanya Risti. Alma mendesah lelah. “Harus berapa kali, sih aku bilang? Aku gak tau dia siapa. Dan aku juga gak mau tau,” tegas Alma, “aneh. Kamu sama orang itu sama aja. Nanyain hal yang sama terus sama aku.” “Alma …,” geram Risti, “masa kamu gak tau dia siapa? ‘Kan tadi kita bahas soal dia.” “Hah? Tadi? Tadi kapan? Enggak, ah. Tadi itu kamu bahas soal CEO baru kantor kita 'kan? Bukan bahas dia,” sahut Alma seraya menyalakan mesin sepeda motor. Sedangkan Risti, hanya menatap sang sahabat dengan tangan terlipat di depan dadda. Tiba-tiba, Alma menoleh ke arah Risti dengan mata membulat sempurna. “Atau jangan-jangan, dia ….” Gadis itu menggantung kalimatnya. “Iya. Pria tadi itu CEO baru kita,” sahut Risti dengan ketus. Kesal pada Alma yang lamban berpikir dalam hal ini. “APA?” Bola mata sang gadis semakin membesar saat mendengar apa yang Risti ucapkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD