9 ~ Asisten Cantik

1017 Words
Revan kembali ke dapur setelah menemui Bayu. Kepalanya bergerak ke kiri dan kanan seperti sedang mencari sesuatu. "Di mana Alma?" tanyanya pada salah seorang karyawan. "Alma ke depan, Chef. Sedang melayani tamu," jawab karyawan tersebut. "Tolong panggilkan dia," titahnya. "Baik, Chef." Tidak lama kemudian, karyawan tadi kembali bersama dengan Alma. Gadis itu berdiri dengan pandangan lurus sembari meletakkan kedua tangan yang saling tertaut di belakang tubuh. Revan berdiri di hadapan gadis itu seraya melipat kedua tangan di depan. "Kamu tau apa tugas kamu mulai hari ini?" tanyanya. "Tau, Chef," jawab Alma. "Lalu kenapa kamu malah mengerjakan pekerjaan lain?" "Karena Chef tidak ada. Saya bosan menunggu," ujar gadis itu, menjawab pertanyaan sang atasan tanpa menatapnya. "Apa kamu bisa masak?" tanya Revan. Alma pun menggeleng. "Tidak, Chef." "Tahu nama-nama bumbu dapur yang biasa digunakan untuk memasak?" Alma berpikir sejenak. "Tidak, Chef," jawabnya seraya menggeleng. "Coba sini mendekat," titah pria itu sembari melambaikan tangan pada sang gadis. "Hah? Saya, Chef?" tanya Alma sembari menunjuk pada wajahnya sendiri. "Iya kamu, Alma. Di sini 'kan tidak ada orang lain," sahut Revan. Alma pun menoleh ke kiri dan kanan. Benar. Di sana tidak ada orang lain selain mereka berdua. "Ini orang-orang pada ke mana ya?" gumamnya. "Alma ... malah celingukan di situ," protes Revan saat melihat sang gadis tidak melakukan apa yang dia minta. "Oh. Iya." Alma pun maju beberapa langkah mendekati pria itu. "Maju Lagi, Alma," pinta Revan. Gadis itu menggeleng. "Tidak bisa, Chef," tolaknya. "Kenapa?" "Terlalu dekat." "Baiklah." Revan menggeser satu tempat berukuran cukup besar yang berisi bumbu masak, ke depan gadis itu. "Bisa kamu sebutkan apa nama-nama bumbu ini?" Alma menatap wadah berisi bumbu tersebut dengan kening berkerut. "Saya tidak tahu, Chef," ujarnya. "Sama sekali tidak ada yang kamu tahu?'' tanya pria itu lagi dan ditanggapi oleh Alma dengan gelengan kepala. "Tapi kalau Shila tahu, Chef. Dia pernah jadi asisten chef sebelumnya," sahut gadis itu. "Kenapa jadi bahas Shila?" "Ya, siapa tahu aja Chef mau asisten yang sudah berpengalaman. Supaya tidak repot mengajari," jawab Alma, "saya gak apa-apa kok diganti sama Shila." "Tapi saya yang tidak mau." "Kenapa?" "Kamu bilang Shila sudah pengalaman dan kamu belum 'kan?" Alma pun mengangguki ucapan sang atasan. "Saya justru tertantang untuk mengajari kamu sampai pintar." "Tapi saya tidak suka masak. Kalau Shila suka." "Tidak masalah. Kamu tidak perlu masak. Karena saya yang akan memasak. Kamu hanya perlu menghapal dan tau nama mereka saja," balas Revan sembari menunjuk dengan dagu ke arah bumbu dapur yang ada di atas meja dapur. Alma pun berpikir sejenak. Mencari cara agar dia tidak harus bekerja dengan Revan. Sejak pertama kali bertemu, dia tidak begitu suka pada pria itu. Apalagi saat tahu tingkah percaya diri sang atasan sudah hampir mendekati narsis. "Tapi ... saya tidak bagus dalam mengigat, Chef," ujar Alma. "Benarkah?" "Iya, Chef," angguk gadis itu. "Alma Salsabila Khairunnisa. lulusan S1 dengan IPK 3.3 tidak bagus dalam mengingat? Saya saja sampai heran kenapa kamu hanya bekerja jadi resepsionis di perusahaan ayah saya," ujar Revan seraya menarik sebelah sudut bibir. Alma pun diam seraya membuang napas pasrah. Baiklah. Saat ini dia belum berhasil membuat Revan memecatnya. Tapi dia akan mencoba terus, dengan cara yang berbeda. "Kenapa diam?" "Maaf, Chef. Apa saya boleh izin sholat dulu?'' tanya Alma saat mendengar adzan Maghrib berkumandang. Revan pun diam mendengarkan dengan seksama. memang sudah memasuki waktu Maghrib. "Silakan," angguknya. "Terima kasih, Chef," ucap Alma seraya bergegas pergi ke loker setelah membuka apron yang ia kenakan. Alma dan beberapa orang karyawan lain pergi bersama menuju mesjid berukuran sedang yang ada di samping tempat parkir area cafe tersebut. Biasanya para pegawai yang beragama muslim, bergiliran untuk melaksanakan kewajiban merek pada Sang Pencipta. Sedangkan Revan memilih untuk pergi ke ruangan khusus untuk melaksanakan kewajibannya. Meski bukan orang yang sempurna akhlak, untuk sholat lima waktu dia masih menjalankannya. Setelah selesai, pria itu kembali ke dapur. Tapi tidak melihat Alma di sana. "Apa Alma belum kembali dari mesjid?" tanyanya pada seorang pemuda yang merupakan pegawai di sana. "Belum, Chef," jawabnya, "mau saya panggilkan?" "Tidak usah. Biar saya aja," ujar Revan dan diangguki oleh pemuda tadi Revan pun berlalu dari sana. Keluar melalui pintu khusus karyawan. Pergi menuju mesjid. Ia tertegun untuk sesaat ketika melihat Alma sedang duduk sendiri. Dari kaca bangunan tempat beribadah itu, dia bisa melihat sang gadis sedang membaca kitab suci. "Suaranya pasti bagus kalau dia lagi ngaji," gumamnya seraya tersenyum. Revan kembali teringat ucapan Bayu tadi saat mereka bertemu. "Kamu gak sungguh-sungguh mau deketin Alma 'kan, Van?" tanya Bayu. "Menurut kamu?" "Aduh, Van ... jangan cari masalah deh. Om Aditya bisa ngamuk kalau sampai tahu," sahut Bayu. "Kalau gitu, jangan sampai papa tau,'' balas Revan. "Kamu kira, karena papa kamu tinggal di luar kota, terus Beliau tidak akan tahu gitu, apa yang kamu lakukan di sini? Jangan mimpi, Revan," sengit Bayu. "Kalau gitu, berarti itu tugas kamu," balas Revan dengan enteng, "jangan sampai papa tahu." "Kenapa harus aku?" "Karena itu tugas kamu.'' "Tugas aku hanya mendampingi kamu menyelesaikan semua pekerjaan kamu di kantor, bukan di cafe," elak Bayu. "Alma juga bagian dari kantor," kilah Revan. "Tapi tidak termasuk urusan asmara, Revan," sengit Bayu, "lagipula Alma tidak mudah didekati. Dia punya pengalaman tidak baik dengan laki-laki. Jadi mending kamu cari wanita lain aja." "Aku tidak mau, Bayu. Aku mau gadis itu. Tidak mau yang lain," tolak Revan dengan tegas. "Tapi kamu cari masalah, Van, kalau kamu deketin dia. Apalagi kalau papa kamu tahu asal usul gadis itu." Bayu berusaha membuka pikiran pria itu. Revan tersenyum pada Bayu lalu menepuk pundak pria itu. "Maaf, Bro. Kalau mulai sekarang tugas kamu jadi lebih berat. Jangan sampai papa tau soal aku yang mendekati Alma. Pastikan juga papa jangan sampai mencari tahu soal gadis itu," ujarnya dengan santai. Revan kemudian membuka pintu mobil dan turun dari sana, meninggalkan Bayu yang masih terbengong. Sesaat kemudian dia pun menyusul sang atasan sekaligus sahabatnya itu, turun dari kendaraan roda empat tersebut "Heh! Revan! Jangan macam-macam, kamu! Aku tidak mau terlihat dalam masalah ini." Bayu berteriak dengan kesal pada Revan yang hanya mengangkat sebelah tangan tinggi-tinggi sebagai tanggapan. "Argh ...! Dasar badung! Dikasih tahu bukannya nurut," kesal Bayu sembari menendang ban mobil dengan penuh emosi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD