Bagian V : Misteri

1355 Words
"Kau membawa mobil?" Aku bertanya dengan menoleh padanya, ia mengangguk dengan mengangkat jemari tangannya, menunjukan kunci mobil dengan gantungan Nemo disana, aku meraihnya dengan cepat. Jika keadaannya kacau seperti ini, jangan harap aku akan membiarkannya mengendarai mobil. Itu terlalu beresiko untuknya, karena yang kutahu mayoritas kecelakaan terjadi karena kelelahan atau kurang tidur. "Kau yang mengemudi?" Ia bertanya dengan berhenti di depan mobilnya. Aku mengangguk, memberi isyarat bahwa aku yang mengambil alih dalam mengemudi. Beruntung, walau aku sudah tak mempunyai mobil dulu mom sempat memilikinya, dan sempat mengajarkanku bagaimana cara mengemudikan mobil yang benar. Aku masuk ke dalam mobil dan mengambil tempat di balik kemudi, sementara Maggie duduk di jok yang bersebelahan denganku. Aku menyalakan mesin mobilnya, lalu menjalankan mobilnya dengan kecepatan normal. Jalanan hari ini cukup lenggang, mengingat hari ini hari libur dan ... siapa yang mau beraktifitas dihari libur? Mayoritas orang pasti sedang berlindung dibalik selimutnya atau memakan sekotak sereal dengan menikmati berita minggu pagi. Aku melirik Maggie, ia terlihat menatap jalanan di hadapan kami dalam diam, aku tahu ia belum bisa tenang, pasti ia lelah dan banyak pikiran. Aku kembali memusatkan pandanganku pada hamparan jalanan dihadapan kami. Kuharap pelakunya cepat ditemukan, aku tak ingin kejadian seperti ini terulang kembali. "Kau bisa beristirahat bila kau lelah" Maggie menoleh, kemudian menggeleng dalam diam. Aku menyalakan lagu melalui radio yang terdapat dalam mobilnya, membiarkan alunan musik melantun didalam mobil ini. Mungkin memutar sedikit lagu dapat membantunya agar sedikit lebih tenang, ia suka mendengarkan musik. Sama sepertiku. "Savannah" "Ya?" Maggie meneguk salivanya sejenak, lalu menoleh ke arahku dengan menggit bagian bawah bibirnya. Dari sana, aku dapat melihat kegugupan yang tersirat dari netra matanya. Aku tak tahu apa yang ia katakan, aku diam dengan menunggunya untuk lekas berucap. "Apa kau percaya ... " Matanya mengerjap sejenak, "Dengan hal berbau mistis dan satan?" ucapnya dengan menjatuhkan pandanganku padanya. Aku terdiam beberapa saat. Sejauh apa yang aku rasakan, aku bukan typicall gadis atau orang yang mempercayai hal seperti itu. Maksudku, ayolah ini 2017, orang bodoh mana yang sudi mempercayai hal kuno seperti itu? Namun disatu sisi aku tak bisa mengelak bahwa Maggie orang yang sedikit kritis, gadis itu akan memikirkan suatu hal dan mendalaminya sebelum membicarakan semuanya dengan asal. Ia cukup logis. "Aku, aku bukan tipe orang yang mudah mempercayai hal itu." Aku berucap jujur, melirik Maggie melalui kaca di bagian dashboard mobil, "Apa ini menyangkut Joanna?" tanyaku. Maggie terdiam, sebelum mengangguk ragu yang berhasil menambah rasa bingung sekaligus penasaran pada diriku. Aku menunggu penjelasan Maggie, tak mungkin gadis ini berucap suatu omong kosong di tengah kondisi yang tidak tepat. "Ceritakan padaku Maggie," ujarku, setelah menyadari ia belum berniat membuka suaranya. Maggie menarik nafas, kemudian menatap lurus pada hamparan jalan di hadapan kami. "Disana, ditubuh Joanna ada goresan kecil. Membentuk simbol yang cukup kecil. Aku sempat melihatnya, karena aku dan Carly adalah orang pertama yang menemukannya" Ia berucap dengan menatapku lekat lekat, aku dapat merasakan itu sekalipun aku harus membagi konsentrasiku dengan mobil yang aku kendarai. Dari sorot matanya, ia jujur. Aku memang bukan seorang psikolog atau pembaca gerak tubuh. Namun membedakan mana kebohongan dan kejujuran cukup mudah. "Simbol apa? Kau yakin. Mungkin itu hanya sebuah gore-" "Berbeda Savannah, aku bersumpah. Simbol itu, simbol yang sama saat terjadi pembunuhan Louis Emerald, perdana menteri tua itu. Simbol yang sama juga ditemukan di mexico, pada seorang wanita paruh baya yang ditemukan tewas di sisi trotoar jalan" Ia berucap dengan sorot mata yang penuh keyakinan. Louis Emerald, khasus pembunuhannya di tutup karena tak memiliki titik terang. Polisi benar benar merahasiakan kondisi jasadnya dari paparazzi, namun ajaibnya masih ada orang yang berhasil mendapatkan foto dengan simbol tersebut di jasad Louis. Dan ini sempat menjadi viral, diperbincangkan hampir seluruh kota. Aku menepikkan mobilku di halaman rumahku dengan terus berfikir. Apa yang dikatakan Maggie seakan teka teki untukku. Maksudku, bila itu benar. Peristiwa ini bukan kasus pembunuhan biasa. Ini merupakan sesuatu yang lebih misteri. Aku memarkirkan mobilku, melepas sabuk pengaman yang terpasang ditubuhku seraya memandang Maggie. "Kita bicarakan ini di dalam ok? Kau terlalu lelah" Maggie mengangguk patuh, melakukan hal yang sama denganku, lalu berjalan untuk meraih kunci rumahku, ini masih siang, itu artinya mom ada di toko kuenya saat ini. Kami melangkah masuk, aku melepas jaketku lalu meletakkannya disampiran, Maggie melakukan hal yang sama, lalu merebahkan tubuhnya di sofa rumahku. "Aku akan buatkan teh hangat sebentar." Aku berucap dengan beranjak dari ruang utama menuju dapur, secangkir teh hangat akan menenangkan fikiran Maggie. Walau ia mencoba untuk tenang, namun kecemasan dan rasa lelah terlihat bercampur di sorot matanya. Aku masih berfikir semua ini rancu, bila itu benar ini ada hubungannya dengan hal mistis, mengapa harus Joanna? Kurasa Joanna tak akan suka hal hal yang berbau mistis. Aku meraih dua cangkir teh hangat beserta beberapa potong kue cokelat, kue ini ada di kulkas, mom biasa membuat beberapa kue dan meninggalkannya dirumah agar aku dapat memakannya. Aku berjalan mendekati Maggie, kini gadis itu tengah duduk dengan alis berkerut, giginya dengan tak sengaja menggigit jemari kecilnya tanpa henti. Dari gerak geriknya ia pasti memikirkan hal itu lagi, ia gugup dan khawatir. "Minumlah. Kau terlalu banyak berfikir Maggie, tenangkan dirimu terlebih dahulu" Ia meraih gelas teh yang aku suguhkan di atas meja. Meraihnya lalu menyeruputnya beberapa teguk. "Terimakasih," bisiknya lirih. Aku meraih gelas tehku, melakukan hal yang sama lalu kembali meletakkan gelas tersebut di atas meja di hadapan kami. "Masalah tadi ... " Aku berucap dengan mendongak menatapnya, Maggie meletakkan cangkir tehnya perlahan, lalu mendongak menatapku yang kini duduk berhadapan dengannya. "Apa kau yakin?tambahku melanjutkan perkataanku yang sempat tertunda. Wanita ini mengangguk yakin, ia mengeluarkan secarik kertas yang ia bawa. Meraih pena dari dalam tasnya lalu menggambar sesuatu di atas sana, mataku menyipit memperhatikan dengan seksama. Itu terlihat seperti ... bintang? Bukan, terdapat lingkaran disana. Itu ... pentagram. Simbol itu jelas pentagram. Aku mengetahuinya sejak khasus Louis Emerald mencuat, dan beberapa narasumber memang mengkaitkan hal ini dengan satanisme. Aliran pemuja setan. "Seperti ini," ucapnya setelah keheningan beberapa detik. "Lagi pula ini terasa aneh. Polisi memintaku tak menceritakan tentang pentagram di tubuh Joanna pada siapapun. Bukankah ini Aneh?" Aku terdiam. Ya. Hal ini memang rancu. Dari sikap yang diambil para aparat kepolisian terlihat sama seperti saat mereka menangani khasus Louis Emerald. Polisi terkesan menutupi dan membatasi informasi yang di dapat dari korban. Ini terasa sulit untuk dicerna akal sehat, namun semua ini nyata. Semua kejanggalan ini nyata. Tapi mungkinkah hal ini benar benar terjadi? Dulu, aku salah satu orang yang tak mempercayai hal seperti itu, mistis, satanisme dan segala tentang hal yang tak dapat di cerna oleh logika. Aku menolak mentah mentah apapun yang berkaitan tentang hal itu. Namun kini, peristiwa aneh tersebut terjadi di sekitarku, Joanna menjadi korban dan Maggie, sahabatku sendiri yang menemukan jasadnya. "Apa keluarga Joanna mengetahuinya?" Aku menggeser tubuhku agar merapat. Maggie mengangkat kedua bahunya, kepalanya menggeleng kecil. "Aku tak tahu, namun kurasa tidak. Polisi menekankan bahwa tidak ada yang boleh mengetahui hal ini selain aku dan Carly. Walau faktanya aku memberi tahumu, aku tak tahan melihat sesuatu yang aneh dan membiarkannya terus berputar di kepalaku." Aku mengangguk memahami perkataan yang ia lontarkan, mungkin aku juga akan merasakan hal yang sama seperti dirinya bila dihadapkan pada kondisi seperti ini. Pantas sejak datang dirumah duka Joanna ia tampak sangat kusut dan letih, ternyata bukan hanya mengenai pembunuhan yang terjadi, namun suatu keanehan yang terjadi dibalik kematian Joanna. "Kau lebih baik istirahat sekarang, kau harus menenangkan fikiranmu. Paling tidak rebahkan badanmu diranjang. Istirahatlah dikamarku" Aku berucap setelah keheningan panjang yang membentang di antara kami. Kantung mata Maggie sangat terlihat, bahkan wajahnya tampak pucat. Ia harus lekas beristirahat sekarang. "Aku ke atas." Maggie berucap dengan berjalan kearah kamarku dilantai atas, aku mengangguk, ia memang mengetahui letak kamarku mengingat ia satu-satunya teman yang pernah menginap di sini. Aku menyandarkan kepalaku pada sandaran Sofa, jujur aku benci untuk sekedar percaya pada hal hal aneh yang terjadi pada kasus Joanna. Namun melihat fakta dan apa yang terjadi, semua ini memang sulit untuk dijelaskan. Aku harap ini hanya kebetulan. Aku benar-benar berharap pelaku pembunuhan Jonna lekas ditemukan. »»»»»»» To be continue «««««««
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD