HSS ABBRIANNA
Judul : #1 : Prolog.
"Satu – satunya yang pasti dari kehidupan ini adalah kematian."
"Sayang, aku mau keluar!"
Dan hentakkan terakhir pada bagian tubuh yang telah menegang itupun menjadi akhir dari segala aktivitas penuh kenikmatan yang dilakukan oleh Retha dan Haris sejak beberapa menit yang lalu.
Retha melenguh pelan dan mengembuskan napasnya perlahan sesaat setelah Haris melepaskan pelukan mereka untuk kemudian berguling ke samping. Pada ranjang empuk dengan seprai warna merah gelap yang sudah berantakan. Kini Haris membaringkan tubuhnya tepat di samping Retha. Mata hitam bulat milik laki-laki muda itu cukup berat karena dijatuhi peluh dari dahi. Dan hal yang sama terjadi kepada gadis tanpa pakaian yang kini berada di sampingnya. Selimut tipis menutupi bagian vital dari tubuh Retha, sementara Haris membiarkan udara dari pendingin ruangan memberikannya sensasi yang menyegarkan. Yang terjadi di antara mereka selanjutnya adalah sepi. Hanya suara napas yang saling terengah-engah dan bersahutan di tengah waktu istirahat mereka.
Retha lantas memejamkan kedua matanya sejenak, sebelum kemudian Haris pun melakukan hal yang sama. Mereka hanya terlalu lelah untuk saling berbicara di situasi seperti ini.
Tidak ada yang bersuara pada akhirnya karena keduanya sibuk menstabilkan napas dan melepaskan rasa lelah setelah beberapa waktu lalu berkeringat dengan sangat hebat. Sampai tiba-tiba, dering yang berasal dari ponsel pintar di atas nakas, tepat di sisi kasur mendadak berbunyi dan mendistraksi perhatian kedua pasangan muda-mudi itu dari sesi istirahat mereka. Suaranya yang cukup keras dan getaran yang mengganggu, membuat keduanya pun tak memiliki opsi lain.
"Hape kamu bunyi tuh, Sayang," kata Haris memberi tahu. Namun laki-laki tanpa busana itu kembali memejamkan matanya, kali ini bahkan menutupi wajahnya dengan bantal terdekat yang dapat diraihnya. Ingin mengusir semua distraksi yang mengganggu waktu istirahatnya. "Coba diangkat dulu. Berisik banget."
"I know," timpal Retha dengan suara malas. Tubuhnya yang baru saja dibombardir oleh kenikmatan pun terasa begitu lelah. Namun daripada membiarkan ponselnya terus berbunyi dan membuat sang kekasih menjadi kesal atau marah, Retha pun tak memiliki pilihan lain. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliknya, Retha pun berusaha bangkit dari ranjang. Ia menggunakan pakaian dalamnya terlebih dahulu sebelum kemudian berjalan menghampiri nakas dan meraih ponsel pintarnya dengan satu gerakan cepat. Matanya yang bulat kemudian mendapati nama salah satu temannya di layar. Alisa.
"Kenapa Alisa telpon malam-malam begini ya?"
Haris yang sudah malas menjawab pertanyaan retorik itupun hanya mengumam pelan tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya ke arah Retha. Ia hanya menurunkan batal persegi yang digunakannya untuk menutupi wajah dan memindahkannya ke bawah kepala, membuat sandaran kepalanya menjadi lebih tinggi daripada sebelumnya. Dan memutuskan untuk membalikkan badannya ke sisi yang berbeda demi bisa melanjutkan adegan tidur yang tertunda karena sebuah panggilan telpon. "Tinggal angkat aja kok repot."
"Bukan gitu, Alisa 'tuh nggak pernah telpon aku malam-malam begini tahu."
Namun Haris tak lagi menimpali kalimat yang dilontarkan oleh sang kekasihnya itu dan memilih untuk diam saja. Mungkin diam dan tak bergerak di posisinya sekarang dapat membantunya untuk mendapatkan posisi tidur yang lebih cepat. Setidaknya ia bisa tidur sekarang karena benda pintar itu tak lagi berdering dan menganggunya.
Pada panggilan selanjutnya, Retha tak menunggu lama dan ikon hijau yang tertera di layar pun segera ditekan oleh gadis mud aitu. Retha pun menempelkan layar ponsel ke telinga kanannya dan mulai berbicara. "Halo? Alisa?"
Namun tidak ada suara siapapun di sebrang sana. Hanya keheninganlah yang menyelimuti panggilan tersebut. Membuat suasana menjadi sangat aneh dan Retha pun mencoba lagi untuk bersuara.
"Halo? Alisa? Lo di sana, 'kan?"
Membuat Retha jadi berkerut kening sebelum kemudian memutuskan untuk mematikan ponselnya malam itu. Tidak biasanya Alisa melakukan kedua hal tadi. Satu, menghubunginya di malam hari. Dan dua, membiarkan panggilan tersambung tanpa mengucapkan apapun. Bukankah ini justru terlihat seperti salah satu adegan di film horror pada akhirnya? Retha menepis fantasi gilanya soal adegan-adegan dalam film hantu yang pernah ditontonnya dan menatap layar ponselnya sekali lagi untuk memastikan sesuatu. Retha kemudian menyadari bahwa Alisa, sahabatnya, ternyata telah mengirimkan beberapa pesan singkat ke ponselnya melalui aplikasi chat yang sedang booming sejak setengah jam yang lalu. Tepat sebelum Retha memulai adegan panas dan intim bersama sang kekasih yang kini masih tidur dengan posisi membelakanginya.
"Kok tumben-tumbenan ya," gumam Retha.
Mendadak perasaan Retha menjadi semakin tidak enak. Karena jauh dari kebiasaannya, Alisa bukanlah tipikal orang yang akan repot-repot menelpon Retha atau salah satu dari sahabatnya yang lain, terutama di waktu malam seperti sekarang ini. Alisa adalah orang yang akan menyampaikan sesuatu secara langsung di muka. Dan hal yang dilakukan Alisa kali ini, berhasil membuat perasaan Retha mendadak berubah khawatir. Sesuatu pasti telah terjadi, pikirnya.
Kedua alisnya yang tebal pun berkerut dalam saat sebuah notifikasi chat tidak muncul di bagian atas layar. Sehingga Retha tidak bisa langsung memeriksa isi pesan singkat yang dikirimkan oleh Alisa tanpa perlu repot-repot membuka aplikasi. Ia kemudian berpikir mungkin ponselnya error karena sempat terjatuh saat sedang berhubungan dengan Haris.
Namun kebingungan Retha yang tak berkesudahan justru membuat Haris yang sedaritadi memilih acuh pun mendadak berubah. Ia membalikkan badannya, mengawati perubahan wajah sang kekasih yang tampak cemas dan akhirnya beranjak. "Kamu kenapa, Re? Ada masalah?"
Alih-alih menanggapi pertanyaan kekasihnya, Retha justru lebih penasaran dengan isi pesan yang dikirimkan Alisa ke obrolan grup milik mereka (Retha dan sahabat-sahabatnya). Sehingga ia pun segera memeriksa ponselnya dan menekan aplikasi pesan. Retha dibuat terkejut setengah mati dengan kalimat yang meski harus menunggu, tetapi akhirnya muncul di layar ponsel.
ABBRIANNA UDAH NGGAK ADA. DIA GANTUNG DIRI DI RUMAHNYA.
Bak ditusuk oleh bilah pisau yang tajam, Retha tak dapat berkata-kata lagi. Ia merasa seluruh tubuhnya bergetar. Wajahnya memucat seketika. Membuat Haris yang sebelumnya hanya memerhatikan dengan penasaran, justru menjadi tidak tenang. Ia pun mendekati Retha setelah menggunakan pakaian dan celana pendeknya.
"Sayang, kamu kenapa?" Haris mendekati Retha dan mengusap pelan rambut panjang milik Retha sembari tersenyum tipis. Raut wajahnya menampilkan rasa penasaran dan khawatir yang saling bercampur. Sikap Retha yang mendadak berubah memang membuatnya merasa cemas. "Ada apa, sih, Sayang? Are you okay?"
Perlahan, wajah Retha pun bergerak. Ia mendongak dan menatap sang kekasih yang kini menatapnya dengan penasaran. Kedua sorot mata gadis itu telah berubah sedih. Matanya berkaca-kaca, sementara kedua tangannya meremas ponsel kuat-kuat. Dengan bibir tipis yang sudah pasi dan bergetar, Retha berusaha menyelesaikan kalimatnya kepada Haris di sana. "Abbriana, Ris."
"Iya, Sayang. Ada apa sama Abbriana?"
"Abbriana udah enggak ada, Ris. Dia ... bunuh diri."
COMING SOON.
Nantikan di sosial media aku ya semuanya :))