Posisiku dalam kasus ini adalah sebagai saksi katanya, meski rasa-rasanya predikat tersangka atau pelaku dengan pengidap bipolar lebih kental mengalir dalam diriku. Aku tidak tahu semua kesialan ini bermula darimana, karena pernikahanku berjalan sempurna pada awalnya.
Ethan datang, membuatku jatuh cinta, menarik perhatian kedua orang tuaku hingga akhirnya seluruh kepercayaan jatuh kepada pria itu dan kami menikah. Sungguh, tahun pertama adalah yang terbaik bagi kami. Semua orang memuji pernikahan kami sebagai yang paling membahagiakan, membuat iri orang-orang yang belum atau bahkan sudah menikah sebelum kami.
Sampai akhirnya malam itu, Ethan mulai pulang dalam keadaan mabuk. Anggaplah ia sedang frustrasi dengan pekerjaan di perusahaannya, ia diminta menjadi direktur secara tiba-tiba, mungkin dirinya tak siap dan alkohol adalah pelarian terbaik. Namun hari-hari setelah malam itu semuanya menjadi lebih buruk. Ethan telah berubah menjadi orang lain dan memperlakukanku tanpa perasaan. Dan pada detik itulah, kuharap seseorang membuatnya menghilang dari dunia ini.
"Kau sedang memikirkan sesuatu?"
Suara Dante memecah lamunan. Aku berbalik, memalingkan wajahku dari cermin berbentuk lingkaran yang menggantung di dinding berwarna putih untuk kemudian menghadapinya.
"Bukan apa-apa. Ini kamar untukmu," ucapku menjelaskan. "Aku akan pergi berjalan-jalan besok, kau boleh pergi saat matahari terlihat."
Aku hendak pergi, tetapi tiba-tiba satu tangan Dante menggenggam pergelangan tangan kananku. Membuatku menghentikan langkah dan kini menatapnya lurus-lurus. Bertanya ada apa, atau apakah ada yang salah, mungkin terdengar klise, tapi akhirnya pria itu membuka suara tanpa perlu diminta.
"Apakah kau berpikir kedatanganku kemari hanya untuk menginap?"
Kedua dahiku sontak mengerut. Tentu tidak. Namun aku tak langsung mengutarakannya.
Dante kemudian melanjutkan, "Mari bicara dan bantu aku menemukan pelaku yang sebenarnya, Ivana."
Seperti sebuah selimut di malam yang dingin, kata-kata yang keluar dari mulut pria di hadapanku ini berhasil menghangatkan dada. Kedua matanya yang memandangku tanpa keraguan, serta senyum tipis yang kemudian terlihat di bibirnya yang merah muda pun tanpa sengaja membuatku terhanyut dalam keadaan. Tiba-tiba saja aku merasa atmosfer di antara kami telah berubah. Suasana mendadak menjadi nyaman dan aku memutuskan untuk mengangguk setuju.
Barulah setelah melihat persetujuan itu, Dante melepaskan tanganku dan mengajakku untuk duduk kembali di ruang tamu. Kami berhadap-hadapan saat detektif yang mengenakan kemeja panjang berwarna hitamnya itu mulai mengeluarkan sebuah map berwarna coklat dan meletakkannya di atas meja. Ada beberapa lembar kertas di dalamnya dan Dante mengambil satu.
"Ini adalah data dari persidanganmu yang pertama," ucapnya memberi tahu. "Mari kita mulai lagi semuanya dari sini."
Aku hanya menganggukkan kepala dan mengangguk. Jika bisa dibandingkan, mungkin gestur di antara kami cukup berbanding terbalik. Dante sangat terlihat antusias, sementara aku, ya tentu saja, sudah pasrah dengan semua keadaan yang ada.
"Aku sudah membaca kasusmu. Tapi bisakah kau katakan lagi seperti apa kronologisnya?"
Ada jeda di sana. Aku berpikir sejenak saat Dante menatapku penuh harap. Hingga akhirnya kubiarkan kepalaku memutar kembali adegan mengerikan yang menunjukkan aksi pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang di malam kematian mantan suamiku itu.
"Kami tertidur saat pintu terbuka," kataku memulai.
"Apa dia mengendap-ngendap?"
Dan aku menggeleng. Kenyataannya memang begitu. Pelaku seolah tahu bahwa Ethan tak mungkin bangun setelah mabuk dan melakukan hubungan badan denganku. Ia tampak sangat santai meski gerakannya cukup terlihat berhati-hati.
"Jadi, dia berjalan dengan santai memasuki kamarmu malam itu?"
Aku kembali mengangguk. Dante cepat menarik kesimpulan, membantuku yang memang agak lamban dalam menjelaskan sesuatu.
"Lalu apa yang dia lakukan begitu sampai di dalam kamar? Apakah kondisi kamarmu dalam keadaan gelap?"
"Ethan menyuruhku mematikan lampu dan memaksaku untuk tidur bersamanya. Tapi malam itu ... lampu di luar menyala. Aku melihatnya dalam siluet."
Pria bermata cokelat itu lantas ikut mengangguk-anggukan kepalanya setuju sembari mencatat semua pernyataanku dalam catatan kecil di tangannya. Ia tampak sangat bersemangat, terlihat dari caranya menulis dan berekspresi saat mendengarkan ceritaku. Cukup berbeda dengan reaksi polisi yang menemuiku di TKP pertama kali. Mereka memandangku sebagai pelaku alih-alih memberiku perlindungan sebagai saksi.
"Tingginya hampir sama denganmu," kataku melanjutkan. "Uhm, kurasa dia sedikit lebih pendek. Tapi tubuhnya benar-benar proposional. Bahunya cukup lebar dan terlihat kuat."
Dante menjentikkan jarinya di udara dan menunjukku pada akhirnya. "Ciri-ciri pelaku dikonfirmasi sebagai pria dewasa. Bisakah kau memperkirakan usianya sekarang?"
Sayangnya, aku harus menggelengkan kepalaku untuk pertanyaan yang satu itu. "Dia menggunakan topi baseball dan lampu di luar kamar tak membantuku melihat wajahnya."
Anehnya, Dante sama sekali tak terlihat kecewa atau marah kepadaku. Ia masih melanjutkan kegiatannya untuk mencatat dalam jurnal. Dan begitu selesai, wajahnya kembali menatapku. "Apakah kau tahu penyebab kematiannya?"
"Dia ditusuk berulang kali, dia tidak akan selamat."
"4 luka tusuk dengan kedalaman masing-masing sekitar 8cm pada titik di bagian dada. Salah satunya menembus ke dalam jantung. Diperparah dengan pendarahan, Ethan jelas akan menghadapi kematian seketika," terang Dante tanpa sedikitpun merasa tak enak padaku. "Dua tusukan pertama berfokus pada jantungnya sementara sisanya dilakukan secara acak atau membabi buta."
"Apakah ... itu berarti sesuatu, Detektif?"
Dan pria itu kembali mengiyakan pertanyaanku. "Itu artinya sejak awal pria ini ingin Ethan segera mati, sedangkan dua tusukan lain untuk mewakili perasaan dendam atau kemarahan yang selama ini ada untuk Ethan. Dia mungkin seseorang yang mengenal kalian berdua dengan baik."
Aku mengernyitkan kening. "Apa maksudmu, pembunuhnya adalah salah satu teman kami?"
"Pembunuh itu bisa saja teman kalian, atau teman lama seseorang. Menurutmu, mana yang paling besar kemungkinannya, Ivana?"
***
Halo semuanya,
Jangan lupa untuk subs dan rating ceritaku ini ya.
InsyaAllah akan di update setiap hari Rabu ya :'))
Jangan lupa tinggalkan komentar dan klik tanda love kalian di buku ini ya.
Terima kasih.