15. Siasat Ratu Tega

1607 Words
Mia tertunduk lesu di kamarnya. Berkali-kali ia mengembuskan napas yang terasa berat. Mungkin akibat lilitan korset super kencang yang mengikat kuat tubuh bagian atasnya. Kata Ratu Tega, biar bentuk tubuh Mia terbalut indah saat memakai kebaya putih yang berkilau menyilaukan. Belum lagi kain jarik yang melilit-lilit tubuh bagian bawahnya, membuat Mia sulit bernapas, sulit bergerak, dan yang terburuk sulit melarikan diri. Sudah sempat dicobanya tadi, ingin memanjat jendela kamar lalu lompat ke halaman, tapi mengangkat kaki saja Mia kesulitan. Ketika matanya beradu pandang dengan bayangan diri sendiri di cermin, Mia ingin menangis. Penampilannya sangat menyedihkan. Rambutnya yang tersanggul dipenuhi cenduk mentul berjumlah 5 dan sepasang centung. Keningnya licin terhias paes, kalau nanti dihapus, Mia takut terlihat botak. Belum lagi ronce melati yang menggantung dari sanggul hingga ke batas d**a, aromanya membuat Mia mabuk. Lalu entah masih ada apa lagi, intinya semua itu membuat Mia terlihat mengerikan. Semua prosesi yang ia lalui sepanjang hari ini tidak kalah mengerikannya. Namun, yang paling buruk akan segera tiba. Momen-momen si Broto sang pengantin pria akan memasuki kamar pengantin dan melakukan penyatuan di antara mereka. Membayangkannya saja Mia meriang. Andai bisa, Mia pasti sudah kabur dari rumah ini. Rumah baru yang akan mereka tempati bersama sebagai sepasang suami istri. Sayang, rumah ini dijaga ketat. Tentunya atas perintah Ratu Tega. Ketika pintu kamar terbuka perlahan, tubuh Mia gemetaran. Matanya memandang nanar ke arah pintu. Di sana, berdirilah seorang pria berpakaian pengantin lengkap, menatap bahagia ke arah Mia. Broto berjalan mendekat sementara Mia menggeser duduknya, berusaha menjauh. Broto semakin mendekat dan Mia tambah terpojok di ujung, tidak bisa bergeser lagi atau ia akan terjungkal. Kini Broto sudah berdiri tepat di hadapan Mia, menatap penuh minat pada sang istri. Perlahan Broto membungkuk, memegang pundak Mia, lalu mendekatkan wajahnya. Mia ingin menjerit, tapi mulutnya tidak mampu dibuka, suaranya juga tertahan. Wajah Broto semakin dekat, Mia bahkan bisa merasakan embusan napas pria itu. Aroma minyak wangi yang Broto gunakan begitu menyengat, membuat Mia semakin dilanda mual. Ketika tangan Broto berpindah merangkum pipi Mia, hidung mereka hampir bersentuhan. Broto tersenyum lebar dan tampaklah barisan giginya. Broto semakin maju dan bibir mereka nyaris bersentuhan. Refleks Mia membuka mulut untuk menjerit. Tepat saat itu Broto menyatukan bibir mereka dan terdengarlah teriakan Mia. “Aw!” Bibir atas dan giginya sakit, beradu dengan gigi Broto yang berbaris terlalu berani. Refleks Mia memundurkan tubuh untuk menghindari Broto. Penolakan Mia membuat Broto semakin bersemangat. Diterjangnya tubuh Mia. Pikirnya mereka akan mendarat di kasur maha empuk, nyatanya mereka terjungkal ke lantai yang keras. Mia menjerit histeris ketika punggungnya menghajar lantai lalu tertindih pula oleh Broto. Remuk rasanya tulang-tulang Mia. Martin yang jatuh menimpa Mia lekas bangkit sebelum adiknya penyek tertindih. Maklum saja, Martin ini tinggi besar, sementara Mia mini kupret. Setengah panik setengah jengkel, dipandanginya sang adik yang terbaring di lantai. Diguncangnya bahu Mia. Gadis itu terus meringis dan merintih, wajahnya pucat dan terlihat panik, tapi matanya terus terpejam. "Dek, bangun!" Perlahan mata Mia terbuka dan menatap nanar sosok di hadapannya. "Lo kenapa, sih?” tanya Martin heran. Tadi ia sedang mengerjakan tugas di ruang depan dan mendengar Mia menjerit-jerit. Martin berinisiatif memeriksa dan ternyata adiknya hanya sedang tidur. Rupa-rupanya mengigau. Martin mendekati Mia dan coba membangunkannya. Anehnya saat Martin mendekat, Mia bergeser menjauh. Semakin didekati, semakin menjauhlah gadis itu. Ketika Mia terus beringsut sampai di ujung tempat tidur, cepat-cepat Martin meraih pinggang adiknya, berusaha menahan agar tidak jatuh, tapi terlambat. Alhasil Martin ikut meluncur jatuh bersama adiknya. “Eh? Mas?" Mia mengerjap kebingungan, menatap sekeliling kamar dengan waswas. "Broto mana?” Martin cengo. “Broto?” Mia terus melihat sekeliling. Tampak panik dan ketakutan. “Lo ngimpi apa, sih?” tanya Martin curiga. Perlahan ia bangkit berdiri dan menarik Mia bersamanya. Dibantunya sang adik kembali berbaring di tempat tidur. “Eh? Ngimpi?” Mia masih terlihat tidak percaya. Namun, beberapa saat kemudian mendesah lega. “Syukurlah.” “Lo ngimpiin si Broto?” tebak Martin geli. Mia mengangguk bodoh. Martin tergelak seketika sambil mengacak rambut Mia. “Pantes lo jerit-jeritan dari tadi.” Mia mengernyit tidak percaya. “Masa, sih?” “Lo kira ngapain gue di kamar lo malem-malem gini, heh? Lo kira gue kurang kerjaan kelayapan ke kamar lo?” Martin mendengkus sebal. “Kirain ada maling, ada demit, atau apa gitu, taunya ngimpi doang.” “Lo enggak tau sih seserem apa mimpi gue, Mas.” “Dasar lo, kebanyakan ngayal! Baru dikasih kalung doang udah ke mana aja pikirannya.” “Mas enggak denger sih tadi obrolan mereka.” Memang benar, sejak kemarin keluarga Broto datang lalu Kinanti memberinya kalung, Mia mulai demam kembali. Gadis itu terus terbayang-bayang wajah Broto yang membuatnya bergidik ketakutan. “Kan gue enggak di sini, Dek.” “Ya, itu! Lo sih bukannya di sini buat jadi pembela gue, malah ngabur!” sahut Mia jengkel. “Gue enggak mau ikut-ikutan masalah lo sama Mama, Dek. Gue enggak mau kejepit di tengah.” “Lo mah enggak pedulian, Mas,” tuduh Mia. “Bukan gitu, Adek!” sangkal Martin. “Tapi dua-duanya gue sayang, gue enggak bisa milih salah satu di antara kalian buat jadi kubu yang gue bela. Makanya gue kabur aja.” “Jahat!” Martin mengembuskan napas. Kalau sedang dalam mode super keras kepala seperti sekarang, percuma diajak bicara. Mia akan tetap berkeras pada pendapatnya. Lebih baik Martin tidak menanggapinya lebih lanjut. “Lo tadi ketemu si Broto?” Mia memutar bola matanya. “Untungnya enggak.” “Kok, bisa?” “Papa yang belain. Katanya jangan dipaksa keluar, gue lagi sakit.” “Si Broto enggak minta masuk ke sini?” “Untungnya enggak, padahal si Ratu Tega udah nyodor-nyodorin gue kayak ikan asin obralan aja gue ini.” “Ratu Tega?” Martin mengernyit curiga. “Mahanyoya Mariana cintanya Radian,” sindir Mia ketus. Martin mendelik tidak percaya dan refleks mengusap wajah Mia. “Mulut lo, Dek! Asal aja!” “Lo tau enggak Ratu Tega muji-muji Broto banget banget banget! Katanya sopan, baik, ramah, cakep!” sembur Mia dongkol. “Cakep?” Muka Martin terlihat kebingungan. Terbayang kembali wajah Broto dalam foto yang ia dapatkan minggu lalu. “Kan?!” seru Mia berapi-api. Martin menggeleng kecil. “Selera Mama parah juga.” “Makanya! Enggak heran Papa ganteng gitu dikata jelek, taunya versi cakep Mama abstrak gitu.” Martin tahu selera ibunya memang aneh, tapi ia takut dosa menggosipi orang tua sendiri. Jadi lebih baik ia minggat saja dari kamar Mia dan kembali pada kesibukannya semula. “Sekarang mending lo tidur lagi, deh! Besok sekolah! Udah kelamaan bolos lo, Dek.” Mendengar kata sekolah, Mia langsung lesu. “Tapi kan ….” “Apa? Masih mau alesan sakit lagi?” tanya Martin galak. Usai acara ‘iket-iketan’ itu, kedua orang tua mereka langsung kembali lagi ke Ciwidey. Tinggallah Martin yang kembali bertugas menjaga sang adik. “Lo aja udah enggak demam sama sekali.” “Iya, iya. Gue sekolah besok.” Sejujurnya, sejak menerima kabar perjodohan itu, Mia kehilangan semangat dalam segala hal. Bukan hanya urusan sekolah, dalam segala aspek ia kehilangan minat. Katakanlah Mia berlebihan, tapi dia memang merasa seolah hidupnya berakhir di tangan Broto. Mia hanya ingin berbaring sepanjang hari di kamar, meratapi nasibnya yang sial, dan menangisi gebetan yang tidak akan pernah bisa ia pacari. Ia takut suatu saat Lio akan tahu soal perjodohannya dengan Broto. Belum cukup nasib buruknya malam ini, ketika Mia memeriksa ponselnya, ia menemukan satu pesan dari nomor baru yang diyakini adalah milik Broto. . xxx -hai Mia. ini aku, anaknya Mami Kinanti. - . Sontak emosilah Mia. Sempat bingung menimbang lebih baik dibalas atau didiamkan, akhirnya Mia memutuskan mengirim balasan ketus dan jauh dari kata bersahabat. . Mikaela -mau ap?- . Setelah mengirim pesan, cepat-cepat ditambahkannya nomor baru itu ke dalam kontak. . Broto -syg kt ga bs ktmu td. km cpt smbh ya.- . Demi membaca balasan dari Broto, Mia bergidik. “Buset! Kepedean amat deh!" . Mikaela -bgs ga ktmu.- . Broto -knp gt?- . “Eh? Pake nanya kenapa?” gerutu Mia. . Mikaela -males aj.- . Broto -km kesel?- . Mia memutar bola matanya. Kesal. Jengkel. Jengah. . Mikaela -mnrt lo?- . Broto -aku ad slh sm km?- . Mikaela -mnrt lo?- . Broto -aku ngga tau. tp klo ad, aku mnt maaf.- . Mikaela -ok- . Broto -cpt smbh.- . Memang dasarnya kalau sudah sebal, mau orang bicara apa juga pasti penangkapannya jadi negatif. Membaca ucapan cepat sembuh dari Broto, emosi Mia tiba-tiba tersulut. . Mikaela -ngpain doain g cpt smbh? Biar cpt bs ktmu?- . Broto -sdh aj km skt, dan iy biar bs cpt ktmu.- . Demi segala alap-alap yang hidup, Mia kalap mendadak! Berani-beraninya Broto berharap mereka cepat bertemu? . Mikaela -dgr ya, jgn hrp buat ktmu. g ga mau ktmu lo. klo smp dipaksa ktmu jg, g ga akn mau. smp kpn jg ga mau.- . Cukup lama tidak ada lagi balasan pesan dari Broto, mungkin lelaki itu terkejut, atau tersinggung. Entahlah. Memangnya Mia peduli. Bagus malah kalau Broto marah lalu mengadu pada ibunya. Biar batal perjodohan mereka ini. Namun, setelah menit-menit berlalu, akhirnya muncul juga balasan dari Broto. Hanya singkat, tanpa tanda-tanda kemarahan. . Broto -ok. maaf ya buat km kesel.- . Lega rasanya ketika pesan-pesan mengganggu dari Broto berakhir. Namun, di sisi lain muncul kerinduannya pada sang gebetan. Dibaca-bacanya kembali pesan-pesan mereka, sambil berharap akan datang pesan baru dari Lio. Sayang, yang ditunggu malah tidak muncul. “Udah malem juga kali ya,” gumam Mia pada diri sendiri. Memang sekarang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. “Udahlah, besok juga ketemu di sekolah.” Dan malam itu, Mia bisa melanjutkan tidur dengan bahagia sambil memikirkan wajah Lio. Gebetan blasterannya yang tampan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD