14. Acara Iket-Iketan

1623 Words
“Aduh! Akhirnya bisa ketemu langsung sama kamu, Nak! Ganteng banget kamu!” Mia bergidik ngeri ketika mendengar bel apartemen berbunyi, disusul suara ceria ibunya. Tanpa sadar, Mia mengeratkan pegangan pada selimutnya. Ia teringat pada foto Broto yang Martin dapatkan. Ganteng katanya? Si Mama bener-bener terlalu seleranya! Pantes Papa selalu dikatain jelek, standar gantengnya parah gitu sih. Entah apa yang selanjutnya dibicarakan, Mia tidak bisa mendengar dengan baik. Hanya perkataan Mariana yang begitu jelas terdengar sampai ke kamar. “Aduh, aduh! Udah ganteng, pintar, sopan, ramah, lengkap deh semua! Benar-benar calon menantu ideal.” Mia kembali bergidik mendengar pujian ibunya untuk Broto. Sesaat kemudian Mia menyambar baskom yang Martin persiapkan dan memuntahkan isi perutnya lagi. Sabtu pagi yang biasanya menyenangkan, kini jadi momen penuh duka bagi Mia. Kenapa? Karena ini hari Mia akan 'iket-iketan' sama Broto. Sejak subuh, Mia kembali dilanda muntah-muntah hebat, demamnya juga meninggi lagi. Namun, dengan tanpa perasaan Mariana bilang kalau Mia ini mungkin kena guna-guna. Benar-benar Ratu Tega ibunya itu. Parahnya lagi, Mariana masih memaksa Mia untuk bangun dan berdandan menyambut kedatangan Broto sekeluarga. Kalau bukan karena pembelaan Radian, Mia pasti sudah diseret untuk duduk bersama di ruang tamu apartemen, siap menanti waktu p********n. "Mia di mana?" Terdengar suara pria yang Mia duga adalah papanya si Broto. Gawat! Ada yang mulai cariin gue. "Mia masih di kamarnya," jawab Mariana santai tanpa penjelasan lebih lanjut. Mia mendelik tidak percaya. Udah cuma segitu aja? Bukannya bilang gue lagi sakit biar nggak perlu keluar dari kamar. Kalo perlu biar batal iket-iketannya. "Kalau Martin?" Yang ini sepertinya suara Kinanti, mamanya si Broto. "Martin ada tugas mendadak dari kampusnya." Diingatkan lagi soal Martin yang pergi, Mia kembali dilanda dongkol. Emang dasar kakak pengkhianat dia itu! Bukannya bantuin adeknya ini kabur, malah kabur sendirian. Padahal enggak mungkin juga kan dia yang jadi kena dijodohin. Ngapain pake kabur coba? "Sayang sekali, kamu jadi enggak bisa kenalan langsung sama Martin." Dari nadanya yang manis mendayu, sepertinya Mariana tengah bicara dengan Broto. "Tidak apa, masih banyak kesempatan lain." Mia menduga kalau itu suara si Broto. Cih! Banyak kesempatan katanya? Pede bener tu orang! “Pa, coba panggil Mia ke sini.” Mia menggeleng tidak percaya. Wah bener-bener si Mama nih emang emak paling tega. Ratu Tega se-Ciwidey! “Mia kan lagi sakit, Ma. Masih demam juga. Jangan dipaksa keluar dulu," bela Radian. Bagus, Pa! Lanjutkan! Papa mah terbaiklah! Kalau saja tidak sedang lemas, Mia pasti sudah berjingkrak kesenangan. “Loh? Mia sakit?” Suara lembut seorang wanita yang jelas bukan ibunya langsung Mia identifikasi sebagai Kinanti. “Iya, lagi kurang sehat,” jawab Mariana. Cuma kurang sehat kata si Mama? Jelas-jelas anaknya udah sekarat begini! “Dari kapan?” tanya Kinanti lagi. “Ternyata udah seminggu, tapi enggak bilang-bilang.” “Wah! Sakit apa?” “Biasalah! Cuma flu sama demam.” Lagi-lagi Mia dongkol. Biasa katanya?! Bener-bener terlalu ibu satu ini. “Udah ke dokter?” “Udah, dan katanya enggak ada apa-apa. Emang dasarnya manja aja anaknya.” “Edan!" u*****n itu lolos dari bibir Mia. "Gue dikata manja di depan orang? Di depan calon mertua sama laki gue?" Sesaat kemudian Mia sadar dan menepuk bibirnya. Eh, b**o! Sejak kapan gue mau dikawin sama Broto? Ngapain juga tersinggung dijelekin? Malah bagus! Ayo, Ma! Jelekin terus. Biar Tante Kinan ilfil terus batalin perjodohannya. “Kalau sudah seminggu enggak juga sembuh, apa enggak sebaiknya ke dokter lagi?” saran Kinanti. “Ah, enggak perlu! Nanti juga sembuh sendiri.” Santai bener nyautnya! Dikira gue kucing nanti sembuh sendiri?! “Maaf loh ya, acaranya jadi enggak berjalan sesuai rencana. Anaknya malah sakit.” Malah minta maaf? Anaknya sakit gini malah minta maaf?! “Enggak apa, enggak masalah. Kan yang terpenting kita sudah ketemu. Biar niat kita resmikan di sini, hanya simbolis saja kok,” sahut Kinanti bijak. “Yakin anaknya enggak perlu dipanggil ke sini?” Eleuh si Mama meni teu kira-kira! “Enggak usah, kasihan," balas Kinanti cepat. "Biar Mia istirahat.” BAGUS! Gitu, dong! Anteng-anteng aja di luar sana. “Iya sih, lagian dia tinggal terima beres," sahut Mariana cuek. “Kalau Mia, apa setuju dengan perjodohan ini?” tanya Kinanti. Alih-alih menjawab pertanyaan Kinanti, Mariana malah bertanya pada Broto. “Kalau kamu gimana?” “Sejauh ini saya tidak masalah,” jawab Broto. Lo enggak masalah, GUE YANG BERMASALAH! “Sama kalau gitu,” ujar Mariana. SAMA DARI MANA, MA! “Wah! Berarti bisa kita lanjutkan ya!” sambut Kinanti penuh semangat. CUCUNGUK SI BROTO! Bukannya nolak! Malah setuju! “Kalau kamu, rencana menikah umur berapa?” tanya Mariana lagi. “Ma, kejauhan. Masih pada muda," tegur Radian terkejut. “Cuma mau tahu, Pa. Biar bisa kira-kira, mereka ini bakal pacaran berapa lama, kapan harus tunangan, kapan bakal nikah. Gitu aja.” “Saya sih tidak ada target, kalau Mia gimana, Tante?” Asal lo tau! Gue kagak mau kawin! “Anak itu sih maunya cepet kawin.” WAH, NGARANG AJA! PARAH BANGET SI MAMA! ASLI! “Setidaknya lulus kuliah dulu, Tante.” Baru kali ini gue setuju sama lo, Brot! Lah elah nama lo, astaga! Manggil lo kayak bunyiin kentut. “Om setuju! Jangan nikah cepat-cepat!” “Tapi kalau kelamaan, keburu bubar mereka ini!” protes Mariana gusar. Bubar malah bagus kali! Kenapa si Mama malah bikin kesan kayak gue ini enggak laku dan mesti dikawin sama si Broto cepet-cepet sih! “Jangan khawatir. Hari ini kan kita resmikan perjodohan mereka. Nah, tiga atau empat tahun dari sekarang, kita adakan acara pertunangan saja, supaya langkahnya semakin pasti. Setelah itu tinggal terserah mereka mau menikah kapan," sahut Kinanti bijak. “Benar juga! Setuju aku!” sambut Mariana. Duh! Abislah gue! Perut Mia kembali bergejolak. Satu kejutan lagi dan isi perutnya siap keluar. “Kalau begitu, sebagai simbol ikatan di antara mereka, aku mau kasih ini buat Mia,” ujar Kinanti. Mia menajamkan pendengarannya. Kasih apa sih? “Apa ini?” Mariana terdengar seperti orang yang terkesima. “Cuma kalung. Tapi ini kalung warisan turun temurun dari keluarga Mas Freddy, selalu dikasih ke menantu perempuan. Dulunya ini kalung aku, sekarang aku mau kasih ke Mia.” “Wah, cantik banget kalungnya!” Malu-maluin aja deh si Mama. Muji-muji kalung bagus banget, palingan juga kayak kantong menyan. “Kalau aku mau lihat Mia di kamarnya, boleh?” Kembali suara Kinanti terdengar. Mati gue! Ngapain … ngapain ...? Mia mengigiti ujung selimutnya dengan senewen. “Boleh, dong! Sekalian kamu kasih langsung kalung ini.” Asli gue jadi pengen cari emak baru kalo kek gini caranya! “Tapi ganggu enggak?” tanya Kinanti sungkan. GANGGU PAKE BANGET! “Enggak. Ayo!” Mariana menggamit Kinanti dan mengajaknya berdiri, tidak lupa bertanya juga pada Broto. “Kamu mau ikut juga?” Jangan coba-coba! Jangan berani-berani! Mia terus merapal dalam hati. “Enggak usah, Tante. Lain kali saja.” Bagus! Tau diri juga dia! “Ayo, ikut aja! Biar kalian bisa ketemu. Kan belum pernah kenalan.” Orang enggak mau, malah dibujukin. “Enggak apa, Tante. Kapan-kapan saja.” “Nanti Mami mintain nomornya Mia mau, supaya kalian bisa mulai SMS-an,” usul Kinanti. “Iya, benar! Kalian harus mulai rajin SMS-an, teleponan juga." Mariana menyambut baik usul itu. “Iya, Tante.” “Enggak usah tunggu Mia yang kasih, sini biar Tante yang kasih tahu.” Parah banget si Mama! Gue berasa dijual. Nomor gue dilelang ke mana-mana! Nggak sekalian suruh angkut gue aja ke rumah si Broto! “Mami ke kamar Mia dulu ya.” Suara Kinanti yang berpamitan pada suami dan anaknya menjadi penanda bagi Mia kalau bencana semakin mendekat. Mia segera berbaring miring kemudian memejamkan matanya erat-erat. Ketika langkah kaki semakin mendekat, setengah mati Mia menahan dorongan untuk muntah. Saat pintu kamarnya terbuka, Mia sungguh berharap ada Doraemon di sisinya yang mengeluarkan pintu ke mana saja. Begitu merasakan hawa panas dari Ratu Tega, Mia merinding, pertanda sang ibu sudah berada sangat dekat dengannya. “Mia, bangun yuk! Ada Tante Kinan, nih!” Mariana mengguncang tubuh Mia penuh tega. Mau tidak mau Mia membuka mata sebelum guncangan ibunya membuat dia muntah. Begitu mata terbuka, tampaklah sosok cantik bak peri baik hati di depannya. “Halo, Sayang!” sapa Kinanti ramah. Mia melirik sepintas pada Mariana yang berdiri persis di sebelah Kinanti. Emak macam apa yang bangunin anaknya yang lagi sakit buat nemuin tamu?! “Tante …,” gumam Mia sambil berusaha bangun. “Enggak usah bangun, Sayang!" Kinanti langsung mencegah Mia dan membantunya kembali berbaring. "Tiduran saja.” “Maaf ya, Tante.” “Enggak apa. Tante cuma mau lihat kamu." Kinanti mengusap kepala Mia dengan perasaan sayang. "Ternyata kamu cantik sekali ya sekarang.” Tante juga cantik. Sayang anaknya ancur. Andai anaknya secakep emaknya, gue enggak bakal susah hati begini deh. Sayang itu semua hanya terpendam di hati, sementara yang keluar hal lain. “Makasih, Tante.” “Oh, iya! Tadi kami sudah ngobrol soal kalian. Karena kalian sama-sama tidak keberatan, perjodohan ini akan kita lanjutkan ya.” Mia mendelik galak pada Mariana dan dibalas dengan lebih mengerikan. Apaan enggak keberatan?! Dikira gue sampe semaput gini gara-gara apa coba? Kinanti meraih tangan Mia dan menepuknya lembut. “Nah, untuk saat ini, kalian cukup mulai berkenalan dulu saja. Jadi teman ngobrol, sesekali jalan bareng. Nanti, saat kalian sudah lebih dewasa, kita langsungkan pertunangan ya. Masalah pernikahan, biar nanti kalian yang tentukan sendiri.” Dalam hati Mia mulai muncul harapan. Setidaknya ia punya banyak waktu untuk memikirkan rute pelarian diri yang sempurna dari perjodohan mengenaskan ini. “Tante cuma mau memberikan ini sama kamu. Kalung warisan dari keluarga suaminya Tante. Dulu mamanya Om Freddy kasih ke Tante, sekarang Tante kasih untuk kamu ya.” Mia mendelik horor melihat kalung yang Kinanti berikan. Indah memang, tapi mengerikan. Apalagi ketika kalung itu berpindah mengelilingi lehernya. Seketika panas tubuh Mia naik drastis lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD