5

2687 Words
Regil berjalan dengan langkah besar menuju rumahnya yang sudah lama tak di kunjunginya, membuka kasar pintu ruang kerja ayahnya. "Apa yang kau lakukan ayah!" teriak Regil dengan memburu emosi. Geral memandang santai kearah Regil."Akhirnya kau pulang.." katanya. Regil berdecih."Aku tidak ingin jadi mafia! Dan juga aku hanya berkunjung!" tekan Regil di akhir kalimat. Geral mengangguk paham lalu menghampiri Regil yang berdiri lumayan jauh darinya."Bukan ayah, itu perbuatan Ruena.." jelas Geral tenang. Regil terkekeh sinis."Haruskah ku percaya pada seorang mafia?" tanyanya pongah. Geral menepuk bahu Regil."Mafia ini ayahmu, kau lupa?" balasnya enteng. Regil sedikit menepis tangan keriput milik ayahnya itu."Kenapa harus Ruena? Dia iblis yang aku benci! Dia membunuh ibu , apa karena kau tidak mencintai ibu, jadi kau seolah merasa tak ada yang terjadi seperti ini?"tanya Regil dengan emosi."_dan menyuruhku menikahinya? Kau benar - benar!" lanjut Regil tak percaya. Geral menghela nafas."Kau masih belum mengerti, waktu balas dendammu sekarang! Ayah memberimu ruang untuk itu.." balasnya masih santai. Regil tertawa kecil. "Aku tidak harus turun tangan! Ibu hanya akan sedih disana jika aku melakukan kejahatan sepertimu! Cukup ibu menderita saat dirinya hidup!" Regil hendak berlalu namun terhenti, saat Geral mengangkat telponnya. "Apa? Cari dia, gerakan semua pasukanku.." perinrahnya kepada seseorang di balik ponsel. Regil berbalik, menatap Geral penasaran. Wajah Geral kusut. "Kau bodoh! Kau meninggalkan Karina kepada kepercayaanmu itu! Dia sekutu Ruena! Inilah yang ayah takuti, Karina akan di lukai!" teriak Geral dengan suara gemetar marah. Regil berlari dengan gelisah menuju mobilnya lalu masuk dan menggas mobilnya dengan sangat cepat. "Sial sial sial.." teriaknya seraya memukuli stir."awas kau Leon!" geram Regil dengan tatapan berkilat penuh ambisi dan emosi. *** Karina sedikit berontak, tangan dan kakinya terikat di sebuah kolam kecil tanpa air, mulutnya tertutup lakban. Karina mengedarkan pandangnya dengan gelisah. Dimana ini batinnya gelisah. Wanita cantik, datang dari ujung pintu lalu tertawa kecil."Ouw inikah istri Regil? Cih apa dia puas dengan wanita semacam ini?"tanya Ruena ke asistennya. Sang asisten hanya diam, Ruena kembali mendekati Karina. Karina menatap Ruena dengan bengis. "Membunuhmu adalah Cara agar aku bisa memiliki Regil, aku dikalahkan wanita sepertimu? ouh mana mungkin.." tekannya sinis. Ruena menoleh kearah anak buahnya."Jangan buang - buang waktu, isi air, biarkan dia mati!" tegasnya. *** Karina menatap air yang kian penuh, dengan susah payah Karina mencoba melepaskan ikatan di tangannya. Namun nihil, Karina hanya bisa menangis, berdoa kepada Tuhan agar bisa selamat. Karina benar - benar pasrah saat air mulai sampai hingga dagunya. Regil aku cinta kamu, dari dulu sampai sekarang mapun nanti, jika memang aku harus pergi, aku benar - benar sudah bahagia, aku bersyukur jika memang ini akhir usiaku, aku benar - benar bahagia karena telah menjadi istrimu, wanita yang bisa di cintai olehmu, aku cinta kamu.. Karina memejamkan matanya saat air sudah menenggelamkan tubuhnya. Sekali lagi Karina berujar dalam hati. Aku bahagia, aku mencintaimu Regil. *** Regil turun dari mobilnya tanpa sempat menutup pintu dan mencopot kuncinya. Regil benar - benar kelabakan, gelisah, takut dan marah memenuhi dirinya. Anak buah ayahnya menghampiri Regil."Nyonya sedang di selamatkan medis tuan, beruntung kita tidak terlalu lama menemukannya.." terangnya. Regil masih belum bisa bernafas lega, Regil kembali berlari menuju Karina yang tengah di bantu dengan alat nafas bantuan. "Karina.." panggil Regil gemetar dengan wajah kalut. Karina terkulai lemas dan pucat, Regil merasa benar - benar buruk, Regil mengusap wajahnya fruatasi. "Kau harus bangun, sayang.." gumam Regil penuh kesedihan dan kegundahan. "Denyut nadinya sudah kembali, cepat kita bawa kerumah sakit.." teriak salah satu perawat , blankar pun diangkat di masukan ke dalam mobil ambulance. Regil dengan cepat ikut masuk dan menggenggam tangan Karina yang keriput dan dingin. "Kau kuat! Bangunlah, maafkan aku.." gumam Regil dengan mata berkaca - kaca. *** Sudah tiga hari, akhirnya Karina sadar dan yang pertama di lihatnya adalah Regil dengan wajah kusutnya, kumis yang tak di cukur, matanya yang terlihat lelah. "Regil.." panggil Karina lirih lalu terisak. Regil berdiri dari duduknya lalu memeluk Karina dengan erat."Maafkan aku, maafkan aku.." gumam Regil penuh penyesalan. Karina menggeleng lalu mengurai pelukan Regil."Aku cinta kamu Regil, sampai kapan pun.." balasnya. Regil menatap Karina dengan haru."Aku juga Karin, maaf telah membuatmu kembali ter_" "Tidak Regil, jangan mrasa bersalah, aku yang ingin terus bersamamu, tak peduli harus seberapa banyak lagi tersakiti.." Regil benar - benar bersyukur, bisa di cintai Karina sebesar ini."Terima kasih sudah kembali.." bisik Regil setelah memeluk kembali Karina. *** "Antar aku ke rumah sakit, aku akan menjemputnya" Geral duduk dengan tenang di dalam mobilnya. Sesampainya di rumah sakit Geral langsung masuk tanpa mengetuk. Membuat dua sejoli yang tengah berciuman itu menoleh dengan tersentak kaget. "Ayah!" geram Regil Tertahan. Geral berjalan dengan wajah tanpa dosa."Baguslah kau sudah sadar, segera berkemas dan jauhi Regil.." perintahnya dengan enteng. Karina tertegun lalu melirik Regil yang tengah menahan emosi."Maaf tuan Geral, Karin tidak bisa pergi tanpa izin Regil.." balasnya. Geral tersenyum kecil."Sekarang, Regil akan mengijinkanmu.." yakinnya. Karina menatap Regil terkesiap."Regil.." panggil Karina bergetar lirih. Regil menatap Karina lalu menangkup wajahnya."Untuk saat ini, aku ingin kau aman, sayang.." akunya. Karina melepas tangan Regil lalu menggeleng."Tidak, jangan Regil.." gumam Karina lirih dengan mata berkaca - kaca. "Kamu hanya harus menunggu aku, jadi Tunggu aku hm? Tidak akan lama.." yakin Regil. Geral menghela nafas, melihat perubahan sikap Regil membuatnya lega, karena Regil tidak menjadi sepertinya. "Sudah, Karin harus cepat pergi.." sela Geral dengan santai. Regil melirik tajam ayahnya itu lalu kembali memeluk Karina."Tunggu aku.." bisik Regil lagi lalu mengecup bahu dan kening Karina. Dengan berat hati Karina mengalah."Hati - hati, jangan membunuh orang, aku mohon.." gumam Karina yang kini berderai air mata. Regil mengangguk."Aku mengerti, jaga dirimu, aku tidak suka kau kurus, ingat itu.." tegasnya Karina mengangguk dengan enggan."Aku pergi.." Karina melirik Geral was - was. "Kau aman bersamaku, kau salah paham, sebenarnya kita satu sekutu.." terang Geral."anak itu berdosa sekali, menganggap ayahnya sendiri musuh.." lanjutnya dengan santai. *** Sudah setengah tahun Regil tidak bertemu Karina, setiap harinya rindu benar - benar menyiksa. Regil menoleh saat di rasa wanita psyconya datang."Sudah, ayo kita pergi, kita harus beli cincin.." terang Ruena manja dengan bergelayut di lengan Regil. Regil hanya mengangguk enggan, selama berdekatan dengan Ruena, Regil benar - benar muak. "Kata ayah kamu mau mempercepat acaranya ya? Kenapa? Kamu baru sadar ya kalau aku lebih menarik?" Regil mengernyit antara jijik dan silau terkena terik matahari. "Hm .. Cepat masuk, setelah ini kita kemana?" Regil masuk ke dalam mobilnya disusul Ruena. "Ke toko cincin, kan tadi aku bilang kita belum beli cincin, kamu kok ga fokus sih, sayang?" Regil diam tanpa mengubris Ruena, dirinya hanya harus fokus menyetir. Agar selamat dan bisa bertemu dengan Karina. *** Regil merapihkan tuxedonya , hari ini pernikahannya dan Ruena di laksanakan. Tunggu aku sayang batin Regil antusias saat mengingat sekaranglah akhir dari drama yang di buatnya dan sebentar lagi akan segera bertemu dengan Karina. "Calon mempelai wanita telah sampai.." ujar mc dengan antusias. Musik pun mengiringi langkah Ruena yang kini menggandeng ayahnya Hudrey. Ruena dengan anggunnya berjalan namun sebelum sampai, sebuah tembakan memekakan telinga. Ayah Regil terkena tembakan di tangannya. Semua para undangan terlihat ricuh, dengan cepat Regil mengarahkan pistolnya hingga menembak kaki kiri Ruena, Ruena memekik sakit. Tak lama dari itu anak buah Geral menembakkan peluru membuat Hudrey mati di tempat. Sang ketua mafia dari golongan Sefth telah gugur, Ruena menjerit melihat ayahnya tewas di depannya. Ruena melirik anak buah ayahnya yang semua sudah terkapar, dengan pincang Ruena mengambil pistol di saku jas ayahnya. "Kau harus mati jug_" DOR.. Ruena mematung lalu ambruk dengan darah mengalir dari d**a kirinya. Regil menghela nafas."Aku tidak membunuh orang Karin, aku sudah menepati janji.." gumam Regil lalu melirik ayahnya yang tengah meringis seraya melempar asal pistolnya. "Kau seorang mafia, tapi terkena sedikit seperti itu kau meringis.." ejek Regil. "Ahss, kau lupa ayahmu ini sudah sangat tua!" sewot Geral. Regil memapah Geral, melewati beberapa mayat yang berserakan."Apa semua anak buah Hudrey hanya segini?" tanyanya heran. Geral menggeleng."Surat yang kau tandatangani dulu.. Hudrey dan anaknya itu terlalu serakah, dia berpikir dengan membagi dua anak buahnya lalu menjadi anggota keluarga kita mereka akan kuat. Itu salah, jadi semua aset milik mereka menjadi milik kita dan soal pembunuh ibumu itu bukan Ruena, tapi adik kembarnya, Ruana. Dia sudah lama mati oleh tangan ayah sendiri, alasan mereka pun sebenarnya itu, membalas kematian Ruana dengan menghancurkan usahaku, namun mereka kalah cepat denganku son! Dan juga aku mencintai ibumu, ibu Karin hanya masa lalu yang kembali hadir, ibumu hanya salah paham.." Regil diam dengan pemikirannya, jadi selama ini Regil salah paham. "Kenapa tidak di jelaskan dari dulu!" jengkel Regil. "Malas saja.." terang Geral santai. Regil tak peduli, ayahnya memang manusia teraneh, pemikirannya kurang sejalan dengannya. "Karin menunggumu dan juga cucuku menunggumu.." Regil terkesiap, langkahnya terhenti. "Cu- cucu?"tanya Regil masih bingung. "Saat Karin pergi, dia sudah mengandung anakmu , baru tiga minggu.." Regil melepas tangannya yang tengah memapah Geral."Kau!" pekik Regil marah. "Ayah yakin kau akan menolak rencana kita kalau tahu, ayah melakukan semua ini demi cucuku, ayah harus memastikan mereka aman tanpa gangguan.." Regil masih diam dengan pemikirannya, hatinya tiba - tiba berdesir hangat. Anak? Batinnya masih tak percaya. "Ah.. Sepertinya ayah berbicara dengan angin, sudah sana pergi! Susul Karin, sudah ada alamatnya di ponselmu.." Regil segera merogoh ponselnya lalu membaca sekilas pesan dari ayahnya. Regil berlalu lalu menoleh."Terima kasih ayah! Aku tahu kau pura - pura kesakitan, jadi pergilah ke rumah sakit sendiri.." teriak Regil lalu kembali berlari menuju mobilnya. Mobil Regil melesat dengan cepat membelah kota Geral mengernyit sesaat lalu mengubahnya menjadi datar."Padahal Ini benar - benar sakit, anak macam apa dia.." gumam Geral dengan tenang lalu berjalan menuju mobilnya yang sudah stay dengan para pengawalnya. *** Karina menyeka peluhnya, tangan satunya mengelus perut buncitnya."Ahh.." rintih Karina saat merasakan tendangan dari perutnya"kenapa sayang? Lapar ya? Tunggu sebentar.." kata Karina lembut. Karina melirik bunga - bunga yang baru dirinya tanam di depan rumah. "Tumbuhlah yang indah.." lalu Karina mengusap perutnya lagi. "mari kita makan.." lanjutnya bergumam riang. "Katanya kamu mau makan martabak?" Karina mematung di tempatnya lalu dengan cepat menoleh. Regil tersenyum menatap Karina lalu beralih ke perutnya yang besar. "Regil.." panggil Karina penuh haru. Regil cepat - cepat menghampiri Karina yang tengah berlari kecil ke arahnya dengan khawatir. "Jangan lari sayang, bahaya ini licin.." tegas Regil Khawatir. Karina mengabaikan nasihat Regil, Karina hanya sibuk memeluk Regil dengan tangisan yang tersedu - sedu. Regil sedikit mengurai pelukannya."Dedeknya keteken, sayang.." katanya. "Aku kangen, dede juga.." terang Karina dengan lucunya, manjanya. Regil mencium sekilas bibir Karina yang benar - benar di rinduinya."Kamu pikir aku engga?" di peluknya lagi sekilas Karina. Karina menatap dalam Regil."Kamu ga sampe bun_" Regil menggeleng cepat."Engga, sesuai janji.." potongnya cepat. Karina mempar senyum."Bagus, ayo masuk, aku laper.." ajak Karina pada akhirnya. Regil mengusap air mata Karina dengan ibu jarinya. Regil tersenyum lega melihat Karina yang sehat, terlihat dari tubuhnya yang cukup berisi. "Kamu seksi kalau hamil.." bisik Regil membuat Karina tersipu. "Udah ayo aku laper.." gumam Karina yang masih tersipu dan juga salah tingkah. *** Regil tersenyum kecil, melihat Karina yang makan begitu lahap."Pelan - pelan.." Regil mengusap bibir Karina yang belepotan. "Kamu tahu dari mana aku mau martabak?" tanya Karina dengan mulut penuh. Regil menatap Karina tajam."Kunyah dulu!" tegasnya. Karina memberengut dan terus mengunyah dengan pelan. Regil mengelus perut Karina dengan mata berbinar."Dia sehatkan?" tanyanya dengan kaku. Karina mengangguk lalu menelan hasil kunyahannya yang terakhir."Sebulan sekali dokter ke sini, ayah kamu bener - bener berlebihan_" adunya dengan sebal."lihat mainan di kamar sebelah, padahal anak ini belum keluar tapi mainannya udah mobil, ck ck" decak Karina tak habis pikir. "Wajar, ini cucu pertama buat dia.." terang Regil santai lalu menggeser duduknya agar semakin merapat pada Karina. "Tunggu!" Regil menatap Karina."mobil? Jadi anak kita laki - laki?" tanya Regil heboh. Karina menggeleng."Masa mobil warna pink hellokitty buat cowok sih.." ralatnya. Mata Regil membola senang."Anak kita perempuan? Benarkah?" tanya Regil antusias sekaligus tak percaya. "Hm.. Hasil pemeriksaan sih perempu_ahh!" pekik Karina seraya memegang perutnya membuat Regil tersentak kaget dan khawatir. "Dia cuma nendang kok hehe" jelas Karina dengan cengiran. Regil masih dalam mode khawatir."Nendang? Kenapa dia nendang? Apa dia sakit? Ayo kita_" Karina terkekeh, membuat Regil mengernyit tak suka."Ini sering kok, kata dokter juga wajar.. " terangnya. Regil sedikit mengerti namun ragu."Benarkah?" tanyanya bimbang. Karin mengangguk lalu meraih tangan Regil untuk di simpan di perutnya. "Elus - elus, nanti dia bakal_" "Nendang!" pekik Regil membuat Karina tersentak kaget, repleks Karina mengusap dadanya."maaf sayang, kaget ya?" cengir Regil. Karina menghela nafas, sudah hampir setengah tahun tidak bertemu dengan Regil, ternyata banyak juga yang berubah. "Kamu jadi banyak senyum.." Regil tersenyum merekah."Saat sekarang benar - benar aku tunggu, di tambah kabar aku akan segera jadi ayah, aku tidak bisa menahan lagi kebahagiaanku.." terang Regil senang. *** Regil mencumbu Karina dengan hati - hati, setelah berkonsultasi dengan dokter baru Regil mau menyentuh Karinanya. Hingga Karina terheran - heran dengan sifat baru Regil, parnoan dan juga Regil berubah menjadi pria cerewet yang menyebalkan menurut Karina seminggu ini. "Akhirnya, hampir seminggu aku nahan supaya ga sentuh kamu, hari ini aku bisa sentuh kamu.." kata Regil di dalam leher Karina. Karina menggeliat kecil."Ah..dedeknya nendang.." di usap perutnya. Regil mengangkat kepalanya untuk menatap Karina."Apa sakit? Apa masih?" tanya Regil tak berjeda lalu segera bangkit mengubah posisi menjadi duduk di samping Karina. "Engga.. Seperti biasa kok cuma nendang.." Karina menatap Regil yang masih saja duduk terdiam, Regil yang sadar pun membalas tatapan Karina. "Sepertinya, aku harus menahannya lagi, aku tidak ingin menyakiti anakku.." kata Regil dengan polos. Karina memutar matanya, tak percaya bahwa ini Regilnya yang pemaksa dulu."Kitakan sudah konsul_" "Aku tahu! Tapi aku tidak apa - apa kalau harus menahan lagi.." Regil membenarkan posisinya menjadi tiduran di samping Karina, tangannya terulur menarik pinggang Karina untuk di peluknya. "Tidurlah.." Karina sedikit mengurai pelukannya. "Tidur saja?" Regil mengangguk."Aku tahu kau sedang mau, tapi aku_" Karina memukul lengan Regil."Apa tidak terbalik?" tanyanya gemas. Regil terkekeh."Aku emang selalu mau, tapi aku belum siap, ini benar - benar yang pertama buatku, jadi aku banyak takutnya.." akunya. Karina ingin bersuara namun di urungkan, Karina bingung harus bagaimana, Regil benar - benar membuatnya kehabisan kata. *** Karina menghela nafas jengah lalu melirik Regil dengan kesal."Ini haknya pendek kok, cuma sekali di pakainya juga!" sewotnya. Regil menggeleng tegas."Ganti! Itu mkan bagus, sepatu baru juga, udah cepet ganti!" tekan Regil seraya berlalu. Karina memberengut kesal."Aku ga mau ikut!" teriak Karina pada akhirnya. Regil kembali menghampiri Karina."Bagus, kita diam saja di rumah.." balas Regil santai seraya berjongkok melepas tali sandal di kaki Karina. "Tahu ah!" rengek Karina marah. Regil melirik sekilas Karina lalu meraih sepasang sepatu putih di sampingnya untuk di pasangkan di kaki Karina. "Aku sayang kalian, aku tidak mau terjadi apa - apa pada kalian.." kata Regil tanpa menghentikan aktivitasnya mengikat tali sepatu. Karina menghela nafas"Aku tahu.." ketus Karina. Regil berdiri, mengulurkan tangan."Tu tahu, makanya nurut, ayo kita berangkat.." ajaknya. Karina mendelik namun tetap menerima uluran tangan Regil."Kamu tahukan kalau kamu nyebelin sekarang?" tanyanya menyindir. "Tahu.." jawab Regil sekenanya. Karina mendengus kasar lalu melirik sekilas Regil dengan kesal. Regil menoleh."Kamu juga tahukan, aku cinta kamu banget?" goda Regil. Bibir Karina sedikit berkedut namun di tahan."Manaku tahu!" jawab Karina acuh. Regil melepaskan tangannya membuat Karina menoleh."Kok di lepas" tanya Karina pelan. Regil tersenyum lalu meraih tangan Karina."Yaudah ga akan di lepas lagi.." jawabnya. Karina tersenyum."Bagus.." balasnya. Keduanya pun berjalan, menuju taman. Di sana sudah ada Niko dan Vivian juga anaknya Hendrik. "Hei di sini.." panggil Niko melambai ke arah keduanya. Mereka sedikit berbincang lalu tertawa. Vivi dan Karin pun sedikit sudah akrab, melupakan masa lalu untuk menjalani masa depan yang baik. "Hendrik, sini sayang, sapa dedek bayi di perut tante Karin.." Hendrik menggeleng, dengan cadel Hendrik berujar."Dia cewe, Hendrik malu.." akunya dengan cemberut. Semuanya terdiam sesaat lalu tertawa. Karina melirik Regil yang tengah merangkulnya."Aku bahagia.." akunya. Regil menoleh lalu tersenyum."Hm.. Aku juga.. Aku cinta kamu.." akunya tulus. Karina semakin tersenyum lebar."Aku juga, love you.." balasnya tak kalah tulus. Regil mencium bibir Karina sekilas,Keduanya pun saling melempar senyum. Tidak ada yang tahu bagaimana cara dari sebuah pertemuan berjalan, begitupun masa lalu, tidak ada yang dapat memprediksinya, buruk baik itu terjadi karena pilihan kita sendiri. Mungkin dulu Karina memilih untuk meninggalkan Regil, namun pilihannya itu sempat di sesalinya, maka pilihan kali ini, Karina tidak ingin meninggalkan siapapun lagi, Karina hanya akan pergi dari Regil jika Karina sudah di jemput Tuhannya, sang pemiliknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD