Selesai melakukan senam pagi, seluruh murid SMA Catur Wulan kembali ke vila masing-masing untuk membuat sarapan. Untung saja The Handsome Guy memiliki Evelina yang biasa memasak sehingga ketiga lelaki itu tidak perlu merasa tertekan akibat salah satu dari mereka tidak bisa memasak sama sekali.
Terlihat seorang gadis mengenakan kaus merah berlengan panjang yang tergulung hingga ke siku tampak mulai menyiapkan alat masak sederhana dengan tungku tradisional telah diisi kayu bakar oleh Zafran.
Sedangkan Reyhan mengajukan diri untuk mencuci seluruh sayuran hasil pencarian Jordan di hutan. Sebab, warga desa sekitar memiliki kebiasaan menanam sayuran agar tidak perlu repot untuk mencari ke pasar. Tentu saja alasan utama adalah pasar terlalu jauh untuk mereka yang terletak dalam pelosok desa.
Sehingga tidak dapat dipungkiri mereka memiliki banyak kebiasaan yang sudah lama dilupakan oleh orang kota. Namun, Evelina sama sekali tidak merasa keberatan. Walaupun harus merepotkan diri menyiapkan api yang benar-benar perlu diperhatikan agar tetap menyala sesuai dengan keinginannya.
“Ve, lo lagi ngapain? Ini sayurannya mau gue taruh di mana?” tanya Reyhan membawa baskom berbahan anyaman bambu yang masih menetes air.
“Di atas meja dekat talenan, Rey. Habis itu lo bantu Jo ke hutan. Ternyata kayunya masih kurang,” jawab Evelina menunjuk sesaat, lalu kembali melakukan pencarian pelaratan masak yang rupanya disimpan dengan baik. Membuat gadis itu beberapa kali mengembuskan napasnya lelah.
Mendengar nada permintaan dari Evelina, akhirnya Reyhan pun langsung keluar dari dapur dan menghampiri Jordan tengah menata setumpuk kayu hasil pencariannya. Lelaki berwajah kalem itu tampak berkeringat banyak dengan keningnya yang basah membuat Reyhan langsung berpikiran jahil.
Lelaki tampan dengan senyuman miring itu pun kembali masuk membawa sesuatu di tangan membuat Evelina yang melihatnya langsung mengernyit bingung. Akan tetapi, gadis itu tidak berpikiran apa pun, selain membiarkan Reyhan berbuat sesuka hatinya asal tidak mengganggu pekerjaan. Karena mereka harus bergegas sarapan sebelum melakukan banyak kegiatan.
Siapa sangka kalau kejahilan Reyhan kambuh saat-saat yang tidak tepat. Lelaki itu tampak menatap Jordan dengan tatapan memuja ala siswi di SMA Catur Wulan. Tentu saja hal tersebut membuat Jordan mengernyit bingung.
Kemudian, sebuah lap khusus mendarat sempurna di kening Jordan membuat lelaki itu langsung melebarkan matanya tidak percaya. Dan tanpa pikir panjang, lelaki itu pun langsung melayangkan pukulan begitu keras membuat Zafran yang berada di dekat mereka menoleh.
“Apa yang sedang kalian lakukan?” taya Zafran menatap tidak percaya.
Jordan menatap penuh kesal. Terkadang bercanda dengan lelaki serius memang akan menyebabkan masalah besar, bisa dikatakan standar humor mereka berbeda. Membuat siapa pun akan terlibat masalah jika tidak bisa menangani situasi dengan cepat.
“Terkadang bercanda dengan orang serius malah berakhir dengan gelud, Zaf. Heran gue hidup jadi serius banget. Sesekali menghibur diri seperti gue,” sindir Reyhan mendesis sinis tanpa mengindahkan pertanyaan lelaki tersebut.
“Lo kalau mau bercanda tahu situasi juga, buta gue lagi kelelahan gini?” Jordan mendelik kesal yang terlihat menakutkan.
Kebetulan yang pas Evelina mendapati tiga lelaki tersebut bertengkar membuat gadis itu spontan menepuk dahinya tidak percaya, lalu menghampiri ketiganya dengan membawa sayuran tersebut beserta talenan.
“Astaga, bisa-bisa gue berubah jadi cerewet kalian kalau melihat pertengkaran seperti ini setiap hari!” keluh Evelina menggeleng tidak percaya, lalu melangkah melewati keduanya dengan mendudukkan diri tepat di depan tungku yang menyala cukup besar.
Zafran yang melihat pertengkaran kedua sahabatnya ikut tidak percaya. Kemudian, mengkode keduanya agar menyelesaikan masalah. Apa pun yang terjadi ketika Jordan sudah marah, maka lelaki itu benar-benar kehilangan kesabarannya. Membuat salah satu dari mereka harus mengerti.
Akhirnya, mau tidak mau Reyhan pun memeluk lengan Jordan dengan manja sembari menatap penuh perhatian. Lelaki itu berusaha menarik perhatian sahabatnya, walaupun benar-benar sulit akibat Jordan bukanlah tipikal seorang lelaki yang mudah luluh.
“Jo … lo enggak marah sama gue gara-gara tadi, ‘kan? Ini lap bersih. Serius! Kalau enggak percaya tanya Eve.” Reyhan mulai mencari suara pada gadis yang menatap dengan geli. “Ya, ‘kan, Ve? Lo baru ambil lap ini dari lemari tadi.”
Alis kanan Evelina terangkat jahil, lalu membalas, “Kata siapa? Perasaan itu lap baru gue gunain buat panci sama wajan ini.”
“Heh, Ve! Kok lo jahat, sih? Ayolah, jawab yang benar. Nyawa gue taruhannya sama lo,” keluh Reyhan setengah merengek. Lelaki itu benar-benar bertingkah layaknya anak kecil, padahal di balik sikap tersebut Reyhan adalah seorang lelaki gentle yang dikenal akan tanggung jawab penuh.
Evelina tertawa pelan, lalu meralat, “Iya. Itu lap baru gue ambil, dan yang kotor ada sama gue. Tuh!”
Sebuah kain tergeletak di dalam baskom plastik yang berisikan bumbu dapur hasil perbekalan gadis itu dari kota. Untung saja Evelina selalu siap sedia kapan pun dan di mana pun. Sehingga tidak perlu dikhawatirkan lagi jika memang terlibat keadaan memprihatikan seperti sekarang.
Dan benar saja, Reyhan pun dengan bangga memperlihatkannya pada Jordan yang telanjur kesal. Memang tidak dapa dipungkiri bahwa terkadang lelaki itu sekalinya emosinya, maka akan sulit ditaklukan. Walaupun begitu, persahabatan mereka tetap utuh karena tidak ada yang menyimpan rahasia satu sama lain. Mereka akan segera mengungkapkan rasa tidak sukanya dengan gamblang.
“Cari kayu bakar lagi!” ajak Jordan melenggang pergi begitu saja.
Sontak hal tersebut membuat Reyhan langsung berlari menghampirinya dengan tetap terseyum lebar ke arah Evelina dan Zafran yang terlihat sibuk membuat sarapan. Mereka berdua tampak sangat kompak menggunakan tungku yang bisa dikatakan sangat sulit.
Sepeninggalnya Jordan dan Reyhan yang mulai mencari kayu bakar lagi, kini tinggal Evelina bersama Zafran tengah menyibukkan diri berbagai kegiatan. Evelina yang menyiapkan lauk untuk pelengkap nasi putih hangat hasil buatan Zafran.
Sebenarnya Evelina telah melarang untuk Zafran tidak mengacaukan, tetapi siapa sangka kalau lelaki itu ternyata memiliki kemampuan belajar sangat baik. Meski tidak dapat dipungkiri jika dalam pelajaran lelaki itu memiliki keterlambatan yang cukup menyebalkan. Membuat Evelina terkadang frustasi mengajarkan lelaki itu banyak hal yang berkaitan dengan pelajaran. Bahkan ia sama sekali tidak percaya bahwa sahabatnya lulus dengan baik ketika masih SD.
Memang tidak dapat dipatahkan bahwa Zafran sangat mengejutkan memiliki nilai sempurna ketika masih duduk di sekolah dasar. Sampai Evelina yang terus-menerus bersama lelaki itu gampir tidak mempercayainya.