“Ayo, kita hompimpa siapa yang membersihkan semua pelaratan ini!”
Reyhan yang telah menyelesaikan sarapannya pun langsung bangkit dari tempat duduk mengajukan diri menantang tiga sahabat masih menurunkan nasi di dalam perut. Sebab, mereka baru saja menyantap masing-masing makanan yang terasa begitu nikmat, walaupun terbilang sederhana.
Salah satu dari ketiganya tampak menggeleng tidak percaya, lalu berkata, “Perlu diketahui bahwa jangan ada siapa pun yang menantang Eve, karena kalian enggak akan bisa menang daripada mempermalukan diri sendiri.”
Mendengar perkataan Zafran yang ada benarnya, Reyhan pun mengangguk setuju. Kemudian, tatapannya langsung terjatuh pada Jordan yang terlihat malas. Tentu saja lelaki itu benar-benar lelah meladeni sikap aktif Reyhan terkadang di luar batas kemampuan manusia.
“Benar! Kadang gue heran sama Eve yang sepertinya hoki, tapi musthail kalau hoki bisa berkali-kali,” sahut Reyhan mengangguk menyetujui perkataan sahabatnya.
“Bukankah dia mirip Irene Red Velvet yang selalu kompetitif dalam melakukan banyak perlombaan sampai musuh pun meminta ampun?” Jordan yang sejak tadi diam pun mulai bersuara menyetujui pendapat Zafran memang benar adanya.
Terkadang kehadiran Evelina benar-benar membawa keberuntungan, meskipun gadis itu akan kembali menjadi pribadi yang pendiam ketika bersama dengan orang banyak. Bahkan ketika mereka berempat bermain, sesekali Evelina merasa tidak nyaman walaupun Reyhan dan Jordan berusaha mendekati secara alami.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Evelina hanya terbuka pada Zafran. Ketika lelaki itu tidak ada, maka Evelina akan memilih menyendiri dibandingkan bergabung dalam lingkaran The Handsome Guy yang nyatanya menjadi incaran banyak siswi SMA Catur Wulan.
“Baiklah, kalau begitu lebik baik kita berdua saja yang melakukan hompimpa untuk membersihkan tempat ini. Lagi pula Eve juga sudah bekerja keras menyiapkan semuanya dengan baik,” putus Reyhan menengahi pendapat dua sahabatnya.
Sejenak keduanya terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya mengangguk pelan menyetujui usulan dari lelaki yang ada di hadapannya. Entah kenapa perkataan Reyhan memang ada benarnya. Sejak tadi Evelina sudah menyiapkan sarapan untuk mereka dengan sangat telaten.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa mereka sempat membantu, tetapi tetap saja yang berperan lebih banyak adalah Evelina. Gadis itu benar-benar mencurahkan segalanya untuk The Handsome Guy. Tidak peduli pada kenyataan bahwa ketiganya bersantai di dalam vila sembari memainkan permainan uno yang dibawa oleh Reyhan dari rumah.
Kini tiga lelaki tampan itu pun berdiri berhadapan dengan tangan menjulung ke depan berpandangan satu sama lain. Mereka bersiap melakukan hompimpa dengan sangat teliti agar tidak ada yang bercurang satu sama lain. Karena benar-benar menyebalkan jika ketiganya curang dan berakhir dengan pertengkaran.
“Awas, jangan ada yang curang!” ujar Zafran penuh penekanan, terlebih yang pertama kali menang pertama kali dengan tindakan adalah Reyhan. Lelaki yang menjadi ketua kelas itu benar-benar memiliki pengalaman kurang baik untuk konsumsi publik.
Jelas saja Reyhan akan menghalalkan berbagai cara untuk menang. Bahkan lelaki itu tidak dapat dipungkiri akan berbuat curang demi mencapai tujuannya. Benar-benar tipikal lelaki licik yang mementingkan menang dibandingkan kejujurannya.
Terlepas dari itu semua, menjadi Reyhan tidaklah mudah. Lelaki itu memiliki banyak kegiatan kepengurusan yang menyita banyak waktu. Bahkan Evelina yang satu kelas dengan Jordan pun ikut pusing akibat lelaki itu sesekali pergi melewatkan acara berkumpul.
Tiga lelaki itu pun kompak mengepalkan tangannya dengan pandangan penuh waspada. Zafran yang sering kali mendapat keberuntungan tidak terduga sesekali tersenyum miring dan mulai mempersiapkan telapak tangannya.
“Hompimpa alaikum gambreng!” seru ketiga lelaki itu bersamaan.
Tepat dua telapak tangan terbuka bersamaan dari milik Reyhan dan Zafran membuat Jordan langsung menukik alis bahagia, lalu memundurkan tubuhnya menghindari dua sahabat yang mungkin akan melakukan pertarungan.
Zafran mengembuskan napasnya panjang, lalu berkata, “Jangan curang lo, Rey!”
“Tenang aja, enggak perlu curang juga akan tahu pemenangnya siapa,” sinis Reyhan terlihat congkak.
Keduanya pun mulai melakukan suit gunting, batu dan kertas. Beberapa kali Reyhan dan Zafran mengeluarkan gunting dan batu secara bersamaan. Sampai pada kesempatan terakhir dimenangkan oleh Zafran yang mengeluarkan batu melawan kertas.
“Gue enggak curang, malah lo sendiri yang curang!” sungut Reyhan kesal tidak bisa menerima kekalahannya.
Namun, sayang sekali Zafran yang tidak peduli perkataan sahabatnya itu tampak tersenyum kemenangan. “Sayang sekali, Reyhan. Gue duluan masuk, ya. Jangan lupa dicuci yang bersih.”
Setelah itu, Evelina yang melihat kekalahan Reyhan pun ikut menyemangati tanpa suara dan melenggang masuk akibat lengannya ditarik lembut oleh Zafran. Di belakangnya terdapat Jordan yang mengikuti dengan langkah santai sembari memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana joger berwarna abu-abu panjang hingga semata kaki.
Sesampainya di ujung tangga naik ke atas, Evelina berbalik menatap dua lelaki yang terlihat tengah berbincang sesuatu. Ia tidak mengetahui objeknya karena mungkin bisa dikatakan oleh dua lelaki itu berkaitan dengan kesukaannya pada game online.
“Zaf, Tante bawain lo hot pack enggak?” tanya Evelina mengembuskan napasnya panjang. Ia memang sempat melupakan benda keramat yang perlu dibawa ke mana pun, terlebih melakukan kegiatan mendaki mungkin akan terasa sangat dingin. Mengingat semalam saja rasanya benar-benar ingin bergelut dalam selimut membuat Evelina sama sekali tidak bisa melepaskan hoodie miliknya.
“Bawa, tinggal diisi air panas aja biar bisa dipakai,” jawab Zafran mengangguk pelan.
Pertanyaan itu pun membuat Jordan mengernyit penasaran. “Lo enggak bisa kena dingin, Ve?”
“Beberapa kali sih bisa, tapi kalau terus-terusan gue enggak kuat. Karena metabolisme lambat untuk ukuran orang yang bisa kena dingin. Makanya gue juga jarang ikut ke luar negeri karena emang tubuh gue yang enggak bisa,” balas Evelina mengangguk singkat sembari mengembuskan napasnya panjang.
Setelah itu, Evelina pun melanjutkan langkah kakinya menuju kamar pribadi yang menjadi miliknya selama beberapa hari. Selama melewati beberapa sosok yang mungkin menjadi penghuni, Evelina tampak tidak terusik. Sampai ekor matanya kembali melihat sesosok bertubuh hitam memperhatikan setiap langkah menuju pintu kamar.
Tentu saja lama-kelamaan mendapat tatapan seperti itu membuat Evelina mengembuskan napasnya panjang. Ia menyerah mengabaikan sesosok tersebut yang mungkin memiliki sesuatu yang ingin diungkapkan membuat gadis itu kembali membalikkan tubuhnya menatap sesosok hitam pekat mulai meghampirinya.
“Apa yang ingin kamu katakan?” tanya Evelina menatap dingin. Ia benar-benar muak memiliki kemampuan yang terkadang membuat keberadaannya terancam. Sebab, sebagian orang mungkin akan menjauh dan menganggap bahwa Evelina aneh.