29. Pantangan Kembali

992 Words
Pertengkaran antara Evelina dan Hira membuat suasana mendadak sedikit keruh sehingga The Handsome Guy pun turun tangan menangani keduanya. Untung saja Evelina masih bisa menahan kekesalannya. Sejenak kedua gadis itu pun dijauhkan satu sama lain, Zafran membawa Evelina kembali masuk ke bus. Sedangkan Jordan memerintah agar Hira kembali ke kelompoknya masing-masing. Reyhan menggeleng tidak percaya, lalu melenggang pergi ke arah Bu Liane yang terlihat sedang berbincang mengenai rute perjalanan dengan supir bus. Wanita yang menjadi penanggung jawab itu tampak mengernyit penuh kelelahan akibat permasalahan mereka tidak kunjung selesai. “Bu Liane, ada yang ingin aku sampaikan,” celetuk Reyhan menghadap ke guru cantik tersebut. Bu Liane berbalik dan menatap ke arah Reyhan dengan mengernyit penasaran, lalu bertanya,, “Apa yang ingin kamu sampaikan, Rey?” “Bu, saya memiliki usulan agar kita bisa segera pergi dari sini,” jawab Reyhan menatap penuh misteri. Sontak perkataan itu pun sukses membuat Bu Liane menatap penuh perhatian. Seakan wanita cantik yang berprofesi sebagai wali kelas benar-benar putus asa sampai usulan apa pun akan dilakukan oleh wanita tersebut. “Silakan katakan, Rey! Ibu akan menerima usulan apa pun dari kamu, agar kita segera kembali ke Jakarta.” “Begini, Bu, kita ‘kan terjebak di hutan yang terasa tidak asing. Kenapa kita tidak mencoba mengakalinya dengan meninggalkan air untuk persembahan sekaligus pembayaran agar kita bisa diloloskan dari tempat ini?” “Hah? Reyhan, apa yang kamu bicarakan sekarang? Ibu tidak menyangka kamu masih mempercayai takhayul.” “Bukan begitu, Bu. Akan lebih baik melakukan hal itu lebih dulu, karena tidak ada salahnya mencoba.” “Dari mana kamu mengetahui cara ini ampuh, Reyhan?” Sejujurnya lelaki tampan itu ingin sekali mengatakan bahwa ia mengetahui dari Zafran, tetapi sahabatnya benar-benar merahasiakan tentang kemampuan Evelina dari orang lain. Sehingga mau tidak mau lelaki itu harus menjaganya dengan baik. “Waktu itu, saya pernah mengalami situasi seperti ini ketika bepergian bersama ayah untuk melakukan survei lokasi pembangunan.” Jawab lugas nan mantap itu pun sukses membuat Bu Liane terdiam sesaat. Wanita tersebut tampak mengangguk pelan, lalu memikirkan usulan Reyhan yang nyatanya mulai menganggu pikiran. “Apa itu saja yang harus Ibu lakukan?” tanya Bu Liane memastikan agar tidak ada yang tertinggal. “Kalau bisa hadiah yang diberikan air minum dalam botol dan meletakkan di bawah batu besar tersebut, Bu. Tapi, Bu Liane yang harus melakukannya karena satu-satunya penanggung jawab wanita. Kalau Pak Han, ditakutkan akan terjadi sesuatu lebih besar lagi,” jawab Reyhan semakin membuat situasi tidak mengerti. Supir bus yang mendengarkan percakapan antara guru dan murid itu pun langsung menyela, “Apa yang dikatakan dengan Nak Reyhan benar, Bu Liane. Saya pernah beberapa kali mengalami situasi seperti ini. Namun, perbedaannya kita sudah menyiapkan seluruh pantangan. Tapi, kali ini pantangan yang kami punyai tidak terlalu kuat, sehingga membutuhkan orang dalam ikut andil dalam mengusirnya.” “Kalau tidak dilakukan, apa yang terjadi, Pak?” tanya Bu Liane beralih menatap supir bus di sampingnya. “Mungkin kita akan terjebak di sini, Bu. Tapi, saya tidak ingin mengambil risiko lebih banyak, jadi mau tidak mau kita akan membatalkan rencana pulang ke Jakarta,” jawab supir tersebut tampak kesal menanggapi pertanyaan wanita di sampingnya. Reyhan yang menyadari hal tersebut ikut merasa kesal. Entah kenapa Bu Liane benar-benar tidak mempercayai bahwa apa yang dikatakannya terjadi. Kalau saja Evelina bisa memperlihatkan kemampuannya, mungkin ia tidak perlu mengatakan sedemikian rupa demi meyakinkan Bu Liane. Sejenak wanita cantik nan muda itu pun mengembuskan napas panjang, lalu berkata, “Baiklah. Ibu akan menyiapkan air dalam botol, dan meletakkan di batu sesuai petunjukmu, Reyhan.” “Terima kasih, Bu,” ucap Reyhan tersenyum senang yang tampak sangat tulus. Kemudian, Reyhan pun menunduk singkat dan melenggang pergi menuju bus yang sudah terlihat dua sahabat lelakinya berada di sana. Membuat lelaki itu mengangguk singkat menandakan bahwa permintaan Evelina telah selesai. Kini semua tergantung dari Bu Liane yang melakukannya atau tidak, karena kalau wanita itu masih ragu dalam keputusannya. Mungkin mereka akan terjebak lebih lama. Apalagi seluruh murid yang memiliki orang tua itu mulai ketakutan. Tentu saja tidak ada yang bisa berpikir jernih ketika terjebak di sebuah tempat menakutkan. Bahkan mereka sama sekali tidak bisa menggunakan ponsel. Sehingga wajar satu per satu murid mulai merasa keputusan mengikuti hiking sudah salah besar. Kepulangan tanpa rencana itu pun tidak hanya mengejutkan murid SMA Catur Wulan lainnya. Apalagi mereka kebanyakan melakukan kegiatan di desa sebelah yang ternyata memang tampak seram. Membuat seluruh murid langsung dikembalikan apa pun yang terjadi. Mengingat sudah dua murid menghilang dan belum ditemukan. Sementara itu, di sisi lain Reyhan yang menyusuri deretan kursi bus menuju tempat duduknya pun mulai menatap ke arah Jordan dan Zafran. Keduanya lelaki tampan itu tampak saling berbincang satu sama lain. Kedatangan Reyhan membuat keduanya langsung mengalihkan pandangan, terlebih Evelina yang langsung menoleh. Gadis itu ternyata tengah menikmati cemilan sembari menonton film melalui ponsel milik Zafran. “Gimana sama Bu Liane, Rey?” tanya Zafran lebih dulu mendahului ketiganya yang ikut penasaran, termasuk Evelina memberhentikan film sesaat. Reyhan mengedipkan sebelah matanya genit, lalu menjawab, “Awalnya kurang setuju, tapi Bu Liane mau juga. Walaupun butuh waktu untuk meyakinkannya.” Setelah menjawab, Reyhan pun mendudukkan diri di kursi dekat jendela bus yang terbuka memperlihatkan hutan lebat. Suasana di luar hampir gelap membuat Evelina mendadak cemas. Tentu saja gadis itu tidak akan lupa dengan permintaan nonik belanda agar mereka segera pergi. Zafran yang mendengar Bu Liane tidak mempercayai masalah ini pun mendadak curiga. Entah kenapa wanita itu tampak berbeda ketika masih berada di vila yang mengikuti seluruh arahan kepala desa, walaupun pada akhirnya mereka juga akan menjadi tumba di balik kebaikan tersebut. Sebenarnya bukan seutuhnya salah kepala desa, melainkan kesalahan kelompok Evelina dan The Handsome Guy yang telah menyarankan untuk melakukan hiking di desa ini. Meskipun penyerahan suara untuk desa tidak menggunakan namanya, melainkan Reyhan. Sehingga tidak ada seorang pun yang berani protes karena lelaki itu jelas bergelut di bidang tempat angker sudah sangat lama. Hanya saja pemilihan tempat kali ini benar-benar berbeda membuat situasi tidak terduga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD