Semakin lama mereka berputar, akhirnya salah satu dari murid SMA Catur Wulan pun menyadari rute perjalanan yang seakan nge-stuck. Tentu saja hal tersebut membuat Evelina dan Zafran yang pertama kali menyadari hal tersebut langsung mengangguk samar.
Satu per satu murid SMA Catur Wulan pun turun di tepi jalan, mereka tampak memperhatikan sekitar yang kelihatan seperti tidak asing. Jelas tidak asing, karena mereka naik ke bus tepat berada di sini.
“Pak Han, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Hira yang terlihat ketakutan sekaligus tidak percaya akan terjebak seperti di film-film. Membuat gadis itu semakin tidak menyadari bahwa mereka hidup dalam kenyataan.
Pak Handiarto yang mendengar pertanyaan dari anak murid didikannya. Sebab, semua yang terjadi sangat tiba-tiba, dimulai dari hilangnya Dara dan Mesya, lalu disusul berbagai terror dari setiap vila, kemudian yang terakhir ingin kembali ke Jakarta pun melalui berbagai cobaan.
“Tetap tenang, ya. Jangan ada yang panik, biar Bapak menyelesaikannya bersama Bu Liane,” jawab Pak Handiarto menepuk singkat pundak anak didiknya, lalu melenggang pergi ke arag Reyhan yang kebetulan berdiri di samping Jordan menatap keadaan sekitar. “Reyhan, tolong kamu koordinasikan anak-anak untuk jangan panik biar Bapak sama Bu Liane mengatasi masalah ini.”
Reyhan menoleh dengan menundukkan kepalanya sopan, lalu mengangguk beberapa kali. “Baik, Pak Han. Apa kita harus membuat permainan atau membawanya ke tempat tenang?”
“Silakan kamu berbuat sesuka hati saja, Bapak serahkan semuanya sama kamu,” pungkas Pak Handiarto tersenyum tipis.
Mendengar hal tersebut, Reyhan pun mengangguk singkat. Kemudian, lelaki itu mengkode ke arah Jordan yang terlihat sedang memperhatikan seluruh murid satu per satu.
“Jo, gue disuruh koordinasikan kelas. Lo harus ikut!” pinta Reyhan dengan nada penuh penekanan.
Perkataan itu pun sukses membuat Jordan menukik alis tidak percaya, lalu menggeleng pelan. “Gue malas.”
“Astaga, Jo, lo jangan sadis dulu sama gue!” keluh Reyhan dengan tatapan penuh harap yang terlihat menggemaskan.
Sontak Jordan yang mudah luluh dengan ekspresi menyebalkan itu pun mengembuskan napasnya panjang. Ia mengangguk pelan, lalu melenggang pergi ke arah sekumpulan murid perempuan yang terlihat berbisik satu sama lain sembari berpegangan tangan.
Sedangkan Reyhan yang melihat betapa bertanggung jawabnya Jordan pun tersenyum senang. Tidak ingin tertinggal, lelaki itu pun langsung menyusul langkah kaki sahabatnya.
Sementara itu, Evelina dan Zafran yang sengaja tidak mengikuti Reyhan mengkoordinasi kelas bersama Jordan pun tampak memilih untuk duduk di salah satu bebatuan besar yang kebetulan berada di tepi jalan.
Evelina dan Zafran tampak memperhatikan keadaan dengan penuh konsentrasi. Apalagi Evelina mulai melakukan komunikasi dengan beberapa penunggu di sekitar jalan tersebut, mempertanyakan masalah perjalanan mereka yang terhambat tanpa sebab.
Sesekali Evelina menggeram pelan membuat Zafran langsung menaikkan tudung di kepala gadis itu. Kemudian, memastikannya agar tetap sadar tanpa merasa ketakutan sama sekali.
Selama beberapa saat melakukan komunikasi, akhirnya Evelina pun tersadar dengan napas yang cukup tersenggal-senggal. Gadis itu meneguk air dari dalam botol dengan beberapa kali tegukan, dan menyelesaikannya dengan rapi. Tanpa sedikit air pun menetes.
“Ada apa, Ve?” tanya Zafran mengambil alih botol yang ada di tangan sahabatnya dengan sangat perhatian sembari memutar untuk menutup botol tersebut.
“Salah satu dari kita ada yang melakukan kesalahan, Zaf,” jawab Evelina penuh arti.
Seketika kening Zafran pun mengernyit bingung. Ia sama sekali tidak paham dengan maksud perkataan sahabatnya. Namun, yang gadis itu katakan benar-benar menarik perhatian.
“Melakukan kesalahan bagaimana?” tanya Zafran penasaran.
Evelina menggeleng pelan. Gadis itu mengembuskan napasnya panjang, lalu menatap ke arah seseorang yang sempat menarik perhatiannya.
Awal ketika mereka mulai turun dari bus untuk memastikan perjalanan yang dilalui tidak asing, Evelina dan Zafran pun sudah turun sejak bus berhenti. Keduanya langsung mendudukkan diri di dahan pohon tumbang yang cukup besar untuk memperhatikan beberapa teman seangkatan mereka tampak sangat panik.
Di kala Evelina duduk, gadis itu tiba-tiba merasakan sebuah tarikan kuat yang seakan memaksa dirinya untuk membuka sesuatu dari dalam sana.
Tentu saja sebagai gadis inidigo yang baru mengetahui hal tersebut, Evelina hanya terdiam membeku. Ia sama sekali tidak bisa berpikir jernih mengenai apa yang dialaminya.
Sampai sebuah suara lain muncul begitu saja membuat Evelina yang penasaran pun mulai mengikuti tuntunan suara tersebut. Sehingga tanpa sadar Evelina memejamkan mata mengikuti interupsi dari sesosok di telinga kirinya.
Evelina merasa tubuhnya mendadak sangat dingin dan berubah menjadi merinding. Gadis itu pun membuka mata dan mendapati banyak sekali sosok korban di hadapannya.
Sejenak Evelina menjadi sangat takut melihat banyak rupa hantu yang ternyata jauh lebih buruk dibandingkan Trejo. Bahkan dikatakan Trejo masih lebih baik dibandingkan mereka yang kini menatap Evelina penuh intimidasi.
“Aku ingin bertanya sesuatu dengan kalian, jadi jangan merasa takut,” ucap Evelina mengawali pembicaraan.
Salah satu dari hantu tersebut tampak mengangguk pelan, lalu membalas, “Baiklah. Kami akan menjawabnya.”
Tepat mengatakan seperti itu, para hantu yang sempat menyeramkan tadi pun mulai membuat sebuah barisan layaknya anak-anak sekolah dasar yaang hendak upacara. Benar-benar menggemaskan.
Evelina tercengang sesaat, tetapi ia kembali tersadar bahwa di hadapannya adalah para hantu yang bisa mengancam nyawanya sendiri. Kemudian, gadis itu pun kembali terfokus pada tujuannya menghubungi mereka semua.
“Apa yang terjadi dengan kami? Kenapa ketika kami berusaha pergi malah kembali? Sampai kami rasanya terus berputar pada tempat yang sama?” tanya Evelina dengan menatap satu per satu dari hantu semua.
Jujur saja, berkontak mata dengan para hantu bukanlah hal yang mudah. Apalagi Evelina bisa dikatakan baru pertama kalinya menggunakan keistimewaan yang ia miliki. Sampai rasanya gadis itu ingin sekali menangis, tetapi ia tetap berusaha melakukan yang terbaik. Tentu untuk menunjukkan bahwa mereka tidaklah seseram yang menjadi perkiraannya.
Para hantu berdiskusi sesaat. Mereka semua bertanya satu sama lain hingga terdengar sangat gaduh membuah Evelina mengernyit kesal. Akan tetapi, ia sebisa mungkin untuk tetap sabar.
Sampai beberapa membicarkan mereka saling berdiskusi layaknya manusia, salah satu dari kumpulan hantu itu pun mendekat. Wajahnya terlihat sangat pucat, tetapi jauh lebih baik dibandingkan semua yang mewakili tadi.
“Siapa namamu?” tanya hantu perempuan sekolah bertubuh mungil dengan rambut panjang yang dihiasi poni tebal.
Evelina terdiam bingung selama beberapa saat, lalu mengangguk mengerti. Nyatanya hantu pun jika ingin memberi tahu masalah harus menyebutkan nama lebih dulu. Mungkin karena mereka semua takut jika Evelina berbuat seperti manusia kebanyakan.
“Namaku Eve kelas 11 dari SMA Catur Wulan,” jawab Evelina tersenyum ramah.
Sejenak para hantu mengangguk bersamaan. Mereka semua tampak senang ketika mengetahui nama gadis tersebut. Bahkan wajah mereka tampak jauh lebih baik dan tidak terlihat mengintimidasi.
“Sebenarnya di sini memang terjadi banyak kecelakaan, salah satunya adalah mereka disesatkan dengan sengaja. Tapi, bukan dari kami. Itu gangguan orang lain yang menjadi bagian dari kamu, Eve,” jawab hantu berwajah pucat dengan lesu.
“Hah? Maksudnya apa?” tanya Evelina bingung.
Hantu nonik belanda yang sejak awal mengikuti Evelina pun muncul. Wajah wanita itu tampak bersinar menatap Evelina ternyata sudah menerima kenyataan pada dirinya sendiri yang terlahir istimewa.
“Aku senang kamu bisa menerima kemampuan ini dengan baik, Eve. Lain kali jangan berkecil hati, karena semua kemampuan memiliki tempat yang telah disediakan masing-masing,” ungkap nonik belanda tersebut dengan tersenyum menenangkan.
Evelina ingin sekali menangis. Karena sejak awal memang nonik belanda yang menemani Evelina, walaupun wanita itu sesekali pergi entah ke mana. Akan tetapi, setiap kali pergi nonik belanda akan pergi, ia menyempatkan diri untuk memastikan keadaan Evelina baik-baik saja.
“Eve, aku bersama mereka karena memang tempatku yang bebas ada di sini. Memang bisa saja aku berada di wilayah vila, tapi penjagaan di sana jauh lebih keras. Sehingga aku tidak bisa leluasa untuk berada di sana,” lanjut nonik belanda tersebut menjelaskan maksud dari datang dan pergi sesuka hatinya.
“Jadi, alasanmu datang dan pergi hanya karena itu?” Evelina tampak terkejut, tetapi ia berusaha mengerti bahwa hantu pun memiliki batasannya masing-masing.
Nonik belanda tersebut mengangguk pelan. “Aku sangat terkejut melihatmu tadi, tapi aku sebenarnya memperlihatmu seperti ini untuk memberi tahu sesuatu.”
Evelina mengangguk beberapa kali, lalu bertanya, “Apa itu?”
“Eve, sebenarnya di jalan ini sudah menjadi salah satu jembatan tumbal bagi siapa pun yang melintas. Salah satu kalian yang mungkin menjadi sasaran kepala desa setempat. Karena untuk mengusir banyak kutukan, kepala desa sudah menyiapkan tumbal bagi siapa pun yang melintas untuk kembali akan mendapat masalah seperti terus berputar arah tanpa tujuan,” tutur nonik belanda dengan mengembuskan napasnya berat.
Sontak perkataan itu pun membuat Evelina melebarkan matanya terkejut. Ia sama sekali tidak menyangka kepala desa akan melakukan hal seperti. Apalagi menumbalkan seluruh murid yang sama sekali tidak bersalah.
“Apa yang harus aku lakukan untuk mengatasi masalah ini?” tanya Evelina penuh harap.
“Tidak ada, Eve. Sudah lama aku tidak melihat seseorang terjebak di sini kalau bukan melakukan kesalahan,” jawab nonik belanda sembari menggeleng pelan.
“Siapa yang melakukan kesalahan? Bagaimana caranya aku menemukan orang itu?” Evelina mendadak frustasi mendengar jawaban nonik belanda yang mendadak menyebalkan.
“Jangan frustasi dulu, kamu bisa pergi dengan bantuanku,” sahut nonik belanda tersebut dengan tertawa cantik.
Sontak hal tersebut membuat Evelina kembali terdiam, lalu menatap penuh harap ke arah hantu yang ternyata bisa juga membantu dirinya.
“Benarkah?” tanya Evelina antusias.
Nonik belanda mengangguk pelan. “Kamu bisa pergi asalkan meninggalkan sebotol air di bawah batu besar yang diduduki salah satu temanmu. Jangan mengatakan apa pun, selain memberikan izin untuk pergi. Tapi, harus guru perempuanmu yang melakukannya.”
“Kenapa harus Bu Liane?” tanya Evelina bingung.
“Lakukan saja jangan banyak bertanya,” jawab nonik belanda tegas.
Evelina mengangguk patuh, lalu menoleh ke arah hantu lainnya yang terlihat ingin tertawa. Mereka jelas sama sekali tidak menyangka ternyata interaksi Evelina dan nonik belanda sangat menggemaskan.
“Ya sudah, cepatlah kalian kembali sebelum gelap!” titah nonik belanda mendorong pundak Evelina pelan.
Sontak dorongan tersebut membuat Evelina langsung terbawa pada kenyataan yang mengejutkan. Gadis itu benar-benar tidak menyangka bahwa dorongan nonik belanda bisa membawa pada kenyataan yang terlihat banyak sekali murid SMA Catur Wulan tengah melakukan aktivitas.
Sejenak Evelina menatap satu per satu dari mereka yang terlihat sedang melakukan sebuah permainan bersama Reyhan dan Jordan. Hal tersebut membuat Zafran yang sejak tadi mengamankan gadis itu langsung mengernyit bingung.
“Ve, lo benar-benar ajaib sampai bertanya sama mereka langsung. Tapi, gue masih enggak percaya kalau ternyata ini ulah kepala desa,” ungkap Zafran mengutarakan keterkejutannya.
Evelina menepuk pundak sahabatnya sedikit keras, lalu membalas, “Jangan kebanyakan ngomong, sekarang mendingan lo ngasih tahu Rey sama Jo buat langsung lakuin apa yang Nonik bilang.”
“Astaga, Ve, sepertinya lo makin berubah atau emang baru memperlihatkan sikap asli lo sama gue,” keluh Zafran menggeleng tidak percaya. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri lelaki itu langsung bangkit dari tempat duduknya.
Sedangkan Evelina hanya diam memperhatikan The Handsome Guy mulai berkumpul satu sama lain membuat teriakan tertahankan dari beberapa perempuan. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari tiga lelaki tampan itu, tetapi sampai hari ini Evelina masih tidak mengerti apa yang membuat mereka begitu histeris.
“Eve, lo tahu kenapa Mesya sampai hari ini belum ditemukan?” celetuk seorang gadis berwajah jutek.
Suara seseorang tampak mengalihkan perhatian Evelina yang awalnya melihat ke arah The Handsome Guy, lalu beralih menatap seorang gadis berdiri tepat di hadapannya.
“Kenapa?” tanya Evelina balik.
“Itu karena lo,” jawab Hira penuh kecamanan.
Evelina mengernyitkan keningnya bingung, lalu kembali bertanya, “Memangnya apa kesalahan gue?”
Hira mendesis sinis. “Jangan berpura-pura bodoh! Gue tahu malam itu apa yang terjadi sama lo, Ve. Lo itu udah gila! Mana ada orang waras tiba-tiba ngomong sendiri.”
Jantung Evelina berdetak dua kali lebih cepat mendengar penuturan Hira yang mengejutkan. Gadis itu sama sekali tidak menyangka ada orang lain yang mendengar perbincangannya bersama mereka tidak terlihat.
“Lo … lihat apa aja, Ra?” tanya Evelina pelan.
Namun, sayangnya Hira hanya tersenyum sinis mendengar pertanyaan Evelina yang terdengar menyenangkan. Sebab, Evelina tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya seakan baru saja tertangkap basah melakukan kesalahan.
“Jangan berlagak bodoh di depan gue, Ve. Karena lo yang menjadi pembawa bencana di sini!” seru Hira marah.
Tentu saja seruan itu tidak hanya didengar oleh Evelina, melainkan seluruh murid SMA Catur Wulan yang awalnya hendak kembali menaiki bus. Mereka semua tampak menatap bingung ke arah Evelina dan Hira yang terlihat bertengkar.