62. Asal Bicara Berakhir Canggung

990 Words
Selesai membeli kue di toko tersebut, Evelina dan Zafran pun keluar membawa sebuah kotak putih di tangannya. Mereka berdua kembali ke mal tempat mobil terparkir, tetapi sebelum pulang mereka tampak menyempatkan diri untuk memesan makanan. Tentu saja Zafran memiliki kebiasaan untuk mentraktir Evelina makan tepat ketika mereka keluar malam. Keduanya benar-benar seperti sepasang kekasih yang begitu romantis. “Ve, lo enggak mau mesan makanan lagi?” tanya Zafran menatap ke arah gadis di hadapannya. “Jangan, deh. Gue udah makan tadi sama Mamah,” tolak Evelina menggeleng pelan. Zafran mengangguk pelan, lalu kembali menutup buku menu di hadapannya. Kemudian, memberikan catatan kecil tersebut ke arah pelayan yang berdiri di dekat pintu masuk restoran. “Lo udah nentuin beli apa buat Bang Adzran?” “Belum, sepertinya gue bakalan beli nanti pas balik aja.” “Kalau mau beliin dia itu kamera, Ve. Dia lagi butuh buat wawancara, karena kamera lamanya pecah gara-gara Mamah.” “Kamera apa? Lo ngado apa sama Bang Adzran?” “Kalau bisa kamera lawas yang ada kulitnya itu. Dan gue ngado … sempak!” Zafran tertawa lepas tepat mengatakan kalimat terakhirnya membuat Evelina melebarkan mata tidak percaya. “Yang benar lo!?” tanya Evelina menatap tidak percaya. “Benar! Lo enggak percaya?” Zafran mengangguk meyakinkan. Evelina menggeleng kaku sembari menatap sahabatnya kurang meyakinkan, walaupun lelaki itu sedikit gila terhadap apa pun yang dilakukannya. Akan tetapi, untuk pemberian aneh seperti itu benar-benar membuat Evelina merasa sedikit tidak percaya. “Oke, gue bakalan perlihatin kadonya benar-benar sempak!” putus Zafran tersenyum geli membayangkan reaksi Evelina yang mungkin akan sangat terkejut. Saat Evelina hendak membalas perkataan tersebut, gadis itu mulai mengambil satu per satu menu yang ada di hadapannya. Mereka harus bergegas menghabiskan makanan tersebut agar bisa segera kembali menuju rumah Zafran untuk memulai. Tak lama kemudian, mereka berdua pun menyelesaikan makanan pesanan dengan begitu cepat. Tanpa pikir panjang keduanya bergegas meninggalkan mal dan bergerak menuju rumah Zafran. Kedatangan mereka berdua pun disambut oleh seorang lelaki paruh baya yang masih terlalu muda untuk memiliki dua lelaki dewasa dengan terpaut usia cukup jauh. Lain halnya dengan orang tua Evelina yang memang masih sangat muda. “Evelina, akhirnya kamu datang juga anak Ayah!” seru seorang lelaki menatap kedatangan Evelina dengan begitu senang, lalu merentangkan kedua tangan yang disambut antusias oleh gadis itu. “Ayah!!!” teriak Evelina bahagia dan berlari ke arah lelaki paruh baya itu sembari membalas pelukan tak kalah erat. Kamal menepuk lembut puncak kepala Evelina yang sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Bagaimana tidak? Gadis itu hampir setiap hari selalu datang ke rumah Zafran, hanya untuk sekedar bermain ataupu meminta makanan ketika di rumah tidak memiliki makanan apa pun. “Kenapa lama banget baru ke sini? Ayah kemarin ketemu sama Papah kamu,” tanya Kamal mendengkus pelan. “Maaf, Ayah. Eve kemarin masih sibuk sama tugas sekolah,” sesal Evelina menunduk kecewa.” “Iya enggak apa-apa. Papah kamu juga udah bilang kalau kamu selalu sibuk sama tugas sekolah, lain cerita kalau Zafran yang kelihatan santai. Bahkan Ayah sering curiga kalau dia bolos.” “Enak aja!” sahut Zafran tidak terima dari kejauhan sembari membawa kotak kue di tangannya dan beberapa makanan untuk membakar daging panggang. “Zafran itu walaupun santai, tapi tugas sekolah selalu selesai.” “Untung kamu enggak sekelas lagi sama Zafran, Ve. Mungkin Ayah akan merasa sangat sedih melihat kamu tersiksa lagi dengan lelaki itu,” sinis Kamal tepat di hadapan Zafran, seakan dengan sengaja menyindir anak lelakinya untuk lebih giat. Sedangkan Evelina yang terbiasa melihat pertengkaran itu pun tertawa pelan, lalu berkata, “Jangan begitu, Ayah. Hari ini Zafran baru dapat masalah di sekolanya. Jadi, dia butuh hiburan.” “Masalah apa?” tanya Kamal bingung sekaligus penasaran. Spontan Zafran pun membekap mulut Evelina rapat sembari mendelik penuh peringatan, lalu menoleh ke arah sang ayah yang terlihat bingung. “Jangan dengarkan Eve, Yah! Dia suka ngibul. Ya udah, Zafran ke dalam dulu ngasih kue sama Bunda.” Tanpa pikir panjang, Zafran langsung menyeret tubuh sahabatnya dengan paksa sebelum membongkar rahasia perkelahiannya hari ini. Sebab, lolos dari banyak pertanyaan sang bunda saja sudah cukup melelahkan. Apalagi kalau sampai mereka berdua tahu kalau Zafran baru saja berbohong. Lelaki itu jelas sudah tidak bisa melarikan diri. Setelah dirasa jauh, Zafran membuka bekapan mulut tersebut membuat Evelina mengernyit kesal. Gadis itu sama sekali tidak merasa bersalah akan menjadi perusak suasana indah malam ini. “Lo benar-benar menyebalkan!” umpat Evelina kesal, lalu mengusap mulutnya yang masih terasa tangan Zafran. “Siapa suruh lo mau cepuin gue di depan Ayah?” tanya Zafran dengan nada menantang. “Siapa suruh lo berantem tadi?” balas Evelina tidak mau kalah. Sejenak Zafran mengembuskan napasnya panjang, lalu mengangguk-angguk mengerti. Kemudian, lelaki itu melenggang masuk sembari membawa kue di tangannya. Untung saja tidak ada yang rusak saat diperjalanan tadi. “Bunda, di mana, Bang?” tanya Zafran menatap ke arah sang kakak yang ternyata sedang memotong buah apel. “Ada di depan, katanya Eve datang,” jawab Adzran tanpa menoleh sama sekali sehingga tidak mengetahui keberadaan Evelina. “Enggak, Bang. Dia mendadak ada urusan sama pacarnya,” sindir Zafran melirik ke arah Evelina yang melebarkan matanya terkejut. “Pacar? Lah gue pikir lo pacarnya, Zaf!” Tepat Adzran membalikkan tubuh, Zafran pun langsung melayangkan tendangan pada b****g lelaki itu. Sampai sang pemiliknya mengaduh kesakitan. Akibat tenaga lepas dari Zafran yang benar-benar menyeramkan. Sedangkan Evelina tampak kikuk, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Terlebih lelaki yang ada di hadapannya benar-benar sudah dikenal sejak kecil. Sehingga rasanya sedikit aneh ketika membicarakan masalah kencan terhadap dua remaja yang tumbuh besar bersama. “Jangan munculin gosip aneh lagi, Bang. Bahkan Eve sama gue aja susah banget deket di sekolah gara-gara persahabatan ini. Mereka selalu ngira kalau kita berdua pacaran,” tutur Zafran merasa tidak terima sekaligus tidak enak terhadap respon ekspresi Evelina yang terlihat sedikit aneh. “Sorry gue asal ceplos tadi,” sesal Adzran meringis pelan melihat Evelina yang benar-benar merasa canggung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD