44. Protective Zafran

1004 Words
“Mah, Pah, Eve berangkat dulu!” Seorang gadis berpakaian batik dengan rok putih selutut tampak menuruni anak tangga tergesa-gesa sembari membawa sepasang sepatu putih dan tas ransel yang tidak terlalu besar. Sepasang suami-istri yang duduk di meja makan tampak menatap putri kesayangan mereka dengan kening berkerut bingung. Apalagi Evelina terlihat sangat buru-buru dengan keadaan matahari masih cukup gelap untuk sarapan. “Kamu mau ke mana, sayang? Sarapan dulu jangan buru-buru berangkat!” Wendy mengernyit kesal melihat tingkah Evelina yang sedikit berbeda daripada biasanya. “Enggak bisa, Mah. Eve udah telat banget!” tolak Evelina meneguk s**u miliknya hingga tandas, lalu mengambil dua potong shandwich yang berada di piring. Sebelum akhirnya berlari pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Wendy awalnya hendak menyiapkan bekal pun mematung melihat Evelina benar-benar pergi meninggalkan mereka hanya dengan membawa dua potong sandwich. Sedangkan Peter yang melihat kekecewaan istrinya hanya bisa mengembuskan napas panjang, lalu berkata, “Jangan kecewa seperti itu. Kita enggak tahu apa yang terjadi sama dia, jadi biarkanlah Eve berangkat lebih cepat. Mungkin benar di sekolahnya sedang ada urusan sampai melewatkan sarapan. Yang penting dia masih izin sama kita.” “Aku masih enggak nyangka, Mas. Gimana sama keadaan Eve nanti? Aku takut dia akan kelaparan,” gumam Wendy khawatir. “Enggak akan. Apa kamu yakin anak kita akan kelaparan? Bukankah dia memiliki Zafran? Pasti Eve akan selalu meminta lelaki itu untuk membelikannya makanan,” balas Peter tetap berpikir positif untuk menenangkan istrinya. Memang tidak dapat dipungkiri lelaki itu merasakan hal yang sama. Apalagi semalam mereka berdua mengkhawatirkan Evelina yang tidak kunjung kembali. Meskipun gadis itu sudah memberi tahu mereka kembali lebih lambat akibat ada urusan di sekolahnya. Bahkan pihak sekolah ikut berbicara melalui telepon untuk memberikan izin penuh kepada Evelina. Evelina benar-benar tidak mengetahui bahwa kedua orang tuanya mendadak khawatir. Apalagi gadis itu sempat menceritakan masalah penglihatannya yang tidak biasa. Namun, kepergian seorang gadis SMA Catur Wulan itu bukanlah hal yang perlu diragukan kembali. Karena Evelina pergi akibat dirinya sudah berjanji pada seseorang untuk datang lebih cepat. Akan tetapi, kali ini Evelina benar-benar terlambat. Gadis itu sama sekali tidak menyangka dirinya akan terlambat hanya karena masalah semalam berbincang dengan nonik belanda. Kini kedua kaki mungil milik Evelina tampak terpaku pada lantai halte bus yang berada tepat di depan perumahannya. Gadis itu masih setia menunggu kedatangan bus yang sudah terlambat lima menit. Saat Evelina hendak melenggang masuk ketika bus tiba, ponsel yang berada di dalam kantung bergetar pelan membuat gadis itu memundurkan langkahnya kembali dan mempersilakan beberapa penumpang untuk masuk lebih dulu. Sejenak Evelina mendapati nomor ponsel sahabatnya membuat gadis itu menggeser dengan mudah, dan mulai menempelkan benda pipih tersebut ke arah telinga kirinya. “Halo, Ve! Lo lagi di mana? Kok gue ke rumah lo kata Bibi udah berangkat,” ucap Zafran tepat ketika panggilan tersambung. “Lo ke rumah, Zaf? Gue udah berangkat.” Evelina terdengar merasa bersalah, gadis itu memang lupa memberi tahu Zafran agar tidak menjemputnya. Akan tetapi, siapa sangka kalau lelaki itu benar-benar datang. “Di mana sekarang? Mau gue susulin!” pungkas Zafran tegas. Sejenak Evelina memundurkan langkahnya membiarkan pintu bus umum tersebut kembali menutup. Ia mustahil mengatakan pada sahabatnya bahwa sudah pergi, karena Zafran akan dengan sangat nekat mendatanginya dan menyuruh gadis itu untuk turun. “Halte depan,” balas Evelina mengembuskan napasnya panjang. Tepat mengatakan hal tersebut, panggilan pun terputus membuat Evelina memandangi ponselnya yang sudah menampilkan gambar layar depannya berupa boygroup membanggakan. EXO memenangkan penghargaan k-wafe yang berhasil diadakan malam ini. “Dek, jadi naik enggak?” tanya pak supir bus yang ternyata masih memperhatikan Evelina, sebab gadis itu sudah menjadi langganan naik bus setiap hari. Evelina menggeleng keras, lalu menjawab dengan penuh penyesalan sudah membuat semua orang menunggu, “Maaf, enggak dulu, Pak.” “Ya sudah, kalau begitu Adek minggir dulu jangan sampai terluka kena pintu,” pinta sang supir bus dengan begitu perhatian. Melihat tindakan cerobohnya sendiri, Evelina hanya bisa tersenyum canggung. Nyatanya ia benar-benar tidak menyadari bahwa kaki kirinya masih berada di ambang pintu bus membuat sang supir mengira dirinya akan naik. Setelah itu, Evelina pun mendudukkan diri di bangku halte kembali menunggu kedatangan sahabatnya yang berusaha bergegas untuk datang. Sampai menunggu sudah membuat Evelina merasa bosan sekaligus kesal. Tak lama kemudian, sebuah motor besar berhenti tepat di hadapan Evelina membuat gadis itu mengangkat kepalanya mendapati seorang lelaki tampan tengah mengacak rambutnya menggunakan jemari tangan. “Lo benar-benar, ya. Gue kira masih ada di rumah ternyata udah pergi dari tadi,” keluh Zafran mendudukkan diri tepat di samping sahabatnya yang terlihat memakan sandwich. “Baru sarapan, Ve? Sampai bawa roti dari rumah.” Evelina melirik sesaat, lalu mengangguk pelan. “Sebenarnya ini roti mau dimakan pas gue di bus, tapi karena lo minta buat bareng jadinya mau enggak mau gue makan di sini.” Sebenarnya Zafran memang sudah memberi tahu kedatangannya, tetapi Evelina hanya tidak menyanga lelaki itu akan benar-benar datang tepat waktu. Bahkan tepat kurang lima menit, karena Evelina sengaja berangkat lebih cepat agar bisa menempuh kemacetan dengan segera. “Ya udah, ayo! Sekarang lo jangan suka pergi sendiri kalau gue yang minta bareng!” ucap Zafran tegas tak terbantahkan. “Dih! Mendingan gue berangkat bareng Papah dibandingkan sama lo,” sinis Evelina tidak setuju. Bukan tanpa alasan, gadis itu hanya tidak ingin berurusan dengan penggemar Zafran yang mulai bertindak di luar batas. Bahkan mereka tidak segan melakukam banyak hal hanya untuk mencelakai Evelina. Tanpa menunggu lama lagi, akhirnya mereka berdua pun membelah jalanan ibukota yang tidak terlalu ramai. Menuju sebuah tempat perjanjian yang telah disebutkan semalam. Membuat mereka benar-benar datang dengan tepat waktu, agar tidak mengganggu masuk kelas yang mungkin akan menjadi hukuman bagi Evelina dan Jordan untuk pertama kalinya. Mereka berdua benar-benar melesat cepat dengan motor besar mengaum penuh pesona membelah jalan sedikit padat. Membuat pengendara lainnya memperhatikan dua anak sekolah yang sangat berani menggunakan kendaraan mewah nan elegan. Namun, dari mereka tidak ada yang berbicara apa pun, selain menatap dengan penuh arti. Sampai Evelina menundukkan kepalanya canggung, karena ia hampir tidak bisa menanggapi orang-orang yang mungkin sedang memperhatikannya penuh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD