“Eve, kata Jo tadi lo masuk kelas bareng Syafa.”
Sebuah pembukaan pembicaraan yang langsung mengarah pada seorang gadis di samping Zafran. Evelina memang tidak mengatakan apa pun, karena gadis itu lebih banyak diam sembari menikmati makanannya.
Evelina yang mendengar hal tersebut melirik ke arah Jordan, tetapi sayangnya lelaki itu masih asyik dengan makanannya sehingga tidak memperhatikan kejadian di sekitarnya. Walaupun telinganya mendengat pembicaraan sahabatnya.
“Iya, dia cuma mau ngasih tahu kalau Dara sama Mesya udah ketemu. Tapi, entah kenapa gue ngerasa hal ini sedikit aneh, Zaf,” jawab Evelina merendahkan suaranya, lalu menaruh sendok dan garpu di tepu mangkuk yang berisikan bakso campur sayuran. “Hati gue bilang kalau masalah ini enggak sesederhana yang kita lihat.”
Reyhan mengangguk cepat. “Iya, benar! Waktu gue enggak sengaja lihat sesosok hitam besar aja dunia benar-benar serasa mau runtuh, Ve. Mungkin agak lebay, tapi emang itu kenyataannya. Jiwa gue benar-benar ketarik ke alam lain gitu.”
“Sebenarnya itu cara mereka melakukan komunikasi, Rey,” balas Evelina mengembuskan napasnya panjang.
“Jadi, maksud kalian berdua itu … hantu di sana ada yang keganggu?” pungkas Zafran menatap keduanya secara bergantian.
Di tengah perbincangan serius Evelina dan The Handsome Guy, tiba-tiba dari arah lain terlihat sesosok gadis berseragam sama seperti mereka tengah menatap kosong pada keramaian di hadapannya.
Sesosok gadis berwajah pucat pasi itu tampak melangkah secara perlahan menembus banyak tubuh yang berlarian membawa nampan berisikan makanan maupun beberapa geng penguasa sekolah.
Wajah sesosok gadis itu tampak sendu melihat banyak sekali manusia di hadapannya yang tampak tidak menyadari kehadirannya. Sampai matanya menangkap pergerakan aneh dari salah satu gadis yang duduk bersama ketiga lelaki tampan.
Melihat hal tersebut, sesosok gadis berwajah pucat itu pun langsung melangkah mendekat dan mendudukkan diri tepat di samping seorang lelaki berwajah tenang. Kemudian, sesosok itu pun menatap Evelina lebih dekat membuat gadis berwajah cantik nan manis spontan memundurkan wajahnya.
Pergerakan itu pun membuat ketiga lelaki tampan yang awalnya berbincang penuh serius mendadak menoleh secara bersamaan. Dari mereka bertiga, Zafran-lah yang paling peka terhadap seluruh pergerakan Evelina.
“Kenapa, Ve?” tanya Zafran seakan mengetahui sesuatu tengah menimpa sahabatnya.
“Ada sesosok gadis yang beberapa kali ketemu gue,” jawab Evelina menggeser tubuhnya ke samping, lalu kembali melahap bakso yang tinggal setengah. Ia hendak menghabiskan lebih dulu makanannya sebelum melakukan perbincangan.
Sontak ketiga lelaki tampan itu pun saling berpandangan dan kompak menggeser tubuhnya menjauhi ruang kosong yang diyakini tengah diisi oleh sesosok gadis berwajah pucat dibicarakan oleh Evelina.
Sebenarnya mereka tidak takut, hanya saja menghormati sesosok yang sama seperti manusia. Terkadang mereka ingin hidup seperti layaknya manusia, tetapi sayang sekali arwah mustahil untuk bisa menyerupai manusia, kecuali memang ada hal-hal tertentu.
“Lo berapa kali ketemu hantu di sini?” tanya Zafran merendahkan suaranya agar tidak terdengar anak-anak lain.
“Uhm … baru satu arwah yang berani memperlihat diri, cuma udah beberapa kali ketemu gue,” jawab Evelina mengembuskan napasnya panjang.
Jordan tampak tertarik dengan pembicaraan dua sahabat masa kecil yang terlihat begitu terbuka. “Kalau yang sekarang di dekat lo ini siapa?”
“Iya, ini arwah yang ketemu di depan tadi,” jawab Evelina mengangguk singkat.
Zafran mengernyit bingung. “Wah, ngapain dia ke sini?”
Tanpa mengindahkan perkataan Zafran, Evelina bangkit dari tempat duduknya. Ia hendak mengembalikan mangkuk kosong sehabis makan bakso dan diikuti arwah gadis berwajah pucat yang mengikuti langkah Evelina dari belakang.
Sementara itu, The Handsome Guy memperhatikan langkah gadis yang terlihat melangkah ke arah pedagang bakso berperut buncit. Setelah selesai Evelina kembali menghampiri ketiga lelaki tampan yang baru saja selesai makan. Namun, mereka yang terlalu bebal sama sekali tidak ingin mengembalikan alat makan.
“Ayo, ke kelas!” ajak Zafran bangkit dari tempat duduknya.
Mendengar ajakan tersebut, ketiga sahabat Zafran itu pun melangkah beriringan keluar dari kantin. Membuat banyak pandangan iri sekaligus cemburu akan kedekatan Evelina dengan lelaki tampan yang selama ini menjadi daya tarik SMA Catur Wulan.
Evelina dan The Handsome Guy benar-benar melangkah beriringan dengan di samping gadis itu terdapat arwah yang bisa dikatakan seusia dengan mereka semua. Namun, sayangnya yang bisa melihat hanya Evelina sehingga tidak ada reaksi berlebihan.
Di dalam kelas 11 IPA 2, Evelina dan Jordan yang merupakan teman sekelas pun melenggang santai dengan membawa dua orang asing menarik perhatian. Tentu saja kebanyakan para siswi yang kebetulan belajar di dalam kelas pun langsung bersorak kemenangan.
Jelas saja tidak ada yang menyangka mereka akan bertemu dengan The Handsome Guy. Kali ini benar-benar sepaket berserta Reyhan dan Zafran. Meskipun tidak dapat dipungkiri ketika menatap Evelina sedikit tidak suka.
“Reyhan!!!” teriak para siswi pembawa kipas angin kecil yang selalu mengipasi lehernya.
Mendengar seruan yang penuh drama itu pun membuat Reyhan mengangguk santai, lalu berkata, “Kalian semua enggak ada yang istirahat? Sana makan dulu, baru lanjut lagi!”
“Enggak, Rey! Hari ini ada ulangan harian, kita harus belajar,” jawab para gadis itu dengan sedikit mengeluh kecewa.
Reyhan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu meringis pelan. Nyatanya pembelajaran kelas IPA jauh lebih menegangkan dibandingkan dengan kelas IPA yang lebih banyak melakukan penghafalan.
Namun, tetap saja dari segi kepintaran IPA jauh lebih cermat dibandingkan IPA. Akan tetapi, daya tarik setiap jurusan membuat mereka cemerlang dengan sendirinya. Meskipun memiliki kesulitan tersendiri.
“Ve, lo udah ketemu sama Pak Han?” tanya Syafa mengernyit bingung mendapati Evelina di dalam kelas.
“Hah? Buat apa?” Kali ini yang menjawab bukan Evelina, melainkan Zafran yang terlihat penasaran.
“Lah? Tadi yang ketemu gue di ruang guru itu siapa?”
Pertanyaan Syafa pun sukses membuat semua yang ada di dalam kelas terdiam membeku. Mereka tentu saja tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Syafa, tetapi terdengar dari pembicaraan cukup serius.
“Eve sama kita dari awal istirahat tadi, atau … lo pergi ke ruang guru dulu, Ve?” Reyhan menatap ke arah gadis yang tampak menggeleng samar.
“Gue sama Jo, kalau pun ke ruang guru pasti ada dia,” jawab Evelina malas, lalu memilih untuk mendudukkan diri. Walaupun perasaannya mendadak penasaran dengan perkataan Syafa. Apalagi sesosok gadis berwajah pucat yang bertemu di kantin masih mengikutinya dan kini berdiri tepat di samping Zafran.