Murid SMA Catur Wulan benar-benar melanjutkan dengan jalan kaki menuju desa yang menjadi tujuan mereka. Tidak sedikit murid mengeluh kelelahan dan meminta untuk beristirahat, mengingat perjalanan mereka yang tidak sebentar.
Dengan menempuh jarak 5 km berjalan kaki membawa banyak barang, akhirnya murid SMA Catur Wulan pun sampai di desa tujuan. Wajah cerah nan berseri-seri tampak menghiasi wajah dengan bulir keringat berjatuhan.
Bahkan murid lelaki yang memiliki stamina tubuh dua kali lipat lebih banyak dibandingkan perempuan pun tampak ikut bernapas lega dan mendudukkan diri di sembarang tempat kosong. Tidak peduli apa pun yang terjadi pada celananya nanti, karena di pikiran mereka hanyalah mencari tempat untuk melepaskan penat.
Pandangan kelelahan tidak jauh berbeda dengan The Handsome Guy yang duduk di salah satu potongan dahan besar. Ketiganya mulai melepaskan ransel dan meletakkan di samping dahan kosong, sedangkan Evelina terlihat mulai bergabung dengan kelompok perempuan. Meskipun tidak dapat dipungkiri gadis itu mendapatkan tatapan intimidasi membuat Zafran merasa kesal, tetapi ia tidak mempunyai pilihan lain, selain membiarkan sahabatnya menyelesaikan tanpa ikut campur tangan.
“Rey, lo yakin ini tempat cocok buat hiking?” tanya Zafran mengernyit bingung menyadari keanehan pada tempat yang menjadi objek wisata tahunan SMA Catur Wulan.
“Yakinlah! Orang tua gue juga setuju kalau perjalanannya ke sini,” jawab Reyhan begitu percaya diri.
Sedangkan Jordan mulai memperhatikan sekeliling desa yang bisa dikatakan sangat kecil. Bahkan penduduknya terlihat sudah renta dan tidak jarang ada usia senja yang sebentar lagi mempersiapkan diri untuk menempuh alam baru.
“Gue rasa apa yang dikatakan Zafran benar, Rey. Ini terlihat seperti desa keramat,” celetuk Jordan membuat suasana semakin mencekam.
Sontak hal tersebut membuat Zafran langsung mengembuskan napasnya berat, lalu menatap ke arah Evelina yang sesekali menundukkan pandangannya menghindari tatapan orang lain. Mungkin gadis itu akan terlihat sangat penakut, justru hal pada kenyataannya Evelina sangat menakutkan. Karena dia tidak akan segan-segan melakukan hal di luar batas ketika sudah kesabarannya sudah tidak lagi dihargai.
“Jangan nakut-nakutin, Jo. Sepertinya lo memang harus diam aja daripada bersuara cuma mau buat gue sama Zafran ketakutan,” sinis Reyhan mendengkus kesal.
Di saat mereka bertiga asyik berbincang, Pak Handiarto datang bersama Bu Liane yang terlihat berdiskusi sejenak. Sebelum akhirnya mereka menatap ke arah murid SMA Catur Wulan yang terlihat kelelahan.
“Anak-anak kita semua akan berjalan menuju tempat penginapan,” celetuk Bu Liane memberikan pengakuan mengejutkan.
“Bu, kita tidak mendirikan tenda?” tanya salah satu murid lelaki yang duduk di sekumpulan paling depan.
“Tidak. Kali ini Ibu sudah berbicara dengan kepala daerah setempat. Ternyata di sini tersedia sebuah vila yang biasa digunakan untuk anak-anak sekolah menginap ketika datang berkunjung wisata,” jawab Bu Liane menggeleng sesaat.
Mendengar hal tersebut, Zafran pun langsung melirik sinis ke arah Reyhan yang mengusap tekuknya tidak nyaman. Membuat lelaki itu mendengkus keras-keras dan kembali memperhatikan dua guru perwalian dari dua kelas yang berbeda mulai memberikan pengarahan. Mengingat hari semakin gelap dan mereka semua harus segera sampai di penginapan.
“Baiklah, kalau sudah tidak ada pertanyaan lagi Ibu akan langsung membagikan vila sesuai dengan kelompok. Ingat, setiap anak memiliki satu kamar, jadi jangan sampai Ibu melihat kalian berpasangan. Apalagi laki-laki dan perempuan dalam satu kamar yang sama,” tutur Bu Liane dengan nada mengancam yang bersungguh-sungguh.
Suara riuh tampak terdengar dari bagian laki-laki yang merasa sangat beruntung jika memiliki kesempatan. Namun, lain halnya dengan The Handsome Guy yang memutar bola matanya malas. Ketiga lelaki tampan itu sama sekali tidak berminat menyerukan kegembiaraan mendengar perkaaan Bu Liane.
“Harap tenang! Ibu akan mulai membagikan kamar, jadi jangan sampai kalian berisik dan tidak mendengarnya. Karena tidak ada pengulangan sama sekali. Dapat dimengerti!?” seru Bu Liane mengiterupsi agar murid lelaki SMA Catur Wulan tetap kondusif.
Sesaat kemudian, suasana pun kembali kondusif dengan beberapa dari murid lelaki tersebut mulai mendengarkan pembagian kamar yang merupakan saat-saat paling menegangkan.
Jelas saja sebagian dari mereka menginginkan kamar strategis yang bisa menikmati seluruh pandangan. Baik dari perempuan maupun alam. Memang sedikit menyebalkan, tetapi itulah yang ada di pikiran seorang lelaki ketika berdampingan dengan banyak perempuan cantik.
Sedangkan di sisi lain Evelina baru saja menyadari kebodohannya yang berada dalam satu kelompok bersama The Handsome Guy. Membuat gadis itu diam-diam menepuk dahinya tidak percaya, lalu menoleh ke belakang menatap wajah menyebalkan Zafran yang seakan memenangkan pertarungan kali ini.
Namun, siapa sangka kalau ternyata pandangan Evelina malah jatuh pada sesosok berwajah pucat tepat di belakang Jordan yang terlihat memandang lurus. Membuat Evelina merasa penasaran dan mulai mengikuti arah tatapannya sampai terhenti pada Bu Liane yang terlihat sibuk menyebutkan banyak nama dari masing-masing kelompok untuk pembagian kamar.
Sejenak gadis itu terdiam membisu. Ia tidak berbicara apa pun sampai namanya disebutkan oleh Bu Liane. Membuat guru cantik itu tampak mengernyit bingung melihat keterdiaman Evelina.
“Evelina Keith!” panggil Bu Liane sedikit keras.
Panggilan tersebut membuat Evelina kembali pada alam sadarnya. Gadis itu terlihat kebingungan sampai beberapa pandangan sekitar tampak menatap sinis. Akan tetapi, Evelina langsung menyadari bahwa namanya disebutkan untuk pembagian kamar.
“Baik, Bu!” jawab Evelina sedikit keras.
Bu Liane mengembuskan napasnya panjang. “Jangan melamun lagi, Evelina. Kita sedang berada di hutan, dan tetap jaga pandanganmu. Jangan sampai melihat ke arah lain.”
Evelina sama sekali tidak menyangkal perkataan guru cantik di hadapannya membuat The Handsome Guy yang menyaksikan hal tersebut langsung menatap sendu. Baru kali ini mereka melihat Evelina disalahkan hanya karena masalah sepele.
Setelah itu, Evelina pun bernapas lega dan kembali menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa sesosok tersebut sudah pergi. Dan benar saja, ketika ia berbalik kembali, sesosok itu lenyap begitu saja. Hanya menyisakan Zafran yang memasang wajah menyebalkan membuat Evelina langsung mendengkus kesal dan membuang pandangan ke arah lain.
Tanpa disadari sebenarnya Zafran melakukan hal seperti itu hanya untuk menghibur Evelina. Karena ia tahu, gadis itu baru saja melihat sesuatu. Sehingga bisa secara mendadak dunia nyata lenyap begitu saja.