Kecupan Henry

1210 Words
Kondisi Gaby semakin hari kian membaik meskipun tubuhnya masih lumpuh akibat tertabrak bus beberapa waktu lalu. Gaby hanya bisa berbaring diatas ranjang dibantu oleh beberapa perawat dan dokter yang setiap hari memeriksa kondisi tubuhnya. “Dokter, kapan aku akan menjalani terapi?” tanya Gaby pada Ziddan yang baru saja selesai memeriksa kondisi tubuhnya. Sebelum menjawab Ziddan tersenyum kepada Gaby. Dirinya masih ingat bagaimana Gaby menginginkan kematian lantaran merasa putus asa dengan semua cobaan yang menimpanya. “Hehehe, rupanya kau sudah tidak sabar ingin berjalan lagi seperti dulu.” ucap Ziddan sembari tertawa kecil. “Ya, aku bahkan sudah tidak sabar ingin membalas semua orang yang menyakitiku!” sahut Gaby dengan nada bicaranya yang terdengar cukup dingin, namun lagi-lagi Ziddan hanya tersenyum menanggapinya. “Apa kau ingin membunuh mereka?” tanya Ziddan lantas duduk pada kursi yang ada di samping ranjang. “Melenyapkan mereka akan membuatku merasa puas!” sahut Gaby mengingat kejadian saat dirinya melihat langsung bagaimana Laura mendekap Matthew dengan mesra. “Syukurlah akhirnya kau sadar bahwa kau tidak pantas mati karena mereka!” ujar Henry yang baru saja masuk ke ruangan itu dan mendengar percakapan antara Gaby dan Ziddan disana. Gaby mengarahkan lirikan matanya kepada Henry yang datang mendekatinya sedangkan Ziddan beranjak dari kursi yang ia duduki, lalu pergi setelah selesai melakukan pekerjaannya bersama beberapa perawat yang membantunya. Henry duduk menggantikan pososi Ziddan sebelumnya. “Setelah aku pulih aku akan membayar semua biaya yang sudah kau keluarkan untuk pengobatanku!” ucap Gaby tak ingin memiliki hutang budi pada Henry. “Kau masih berharap b******n itu dan keluarganya mau menyisakan sedikit harta untukmu?” celetuk Henry sembari menatap Gaby yang terbaring dihadapannya. Mendengar pekataan Henry barusan Gaby hanya bisa menyesali kebiasaan buruknya yang selalu berfoya-foya menikmati harta kekayaan yang diwariskan oleh kedua orang tuanya. “Betapa bodohnya aku….” ucap Gaby dalam hatinya yang dipenuhi dengan penyesalan lantaran begitu mudah dirinya memberikan kepercayaan yang cukup besar kepada Matthew dan Laura atas perusahaan yang diwariskan oleh kedua orang tuanya. Melihat raut wajah Gaby saat itu Henry begitu paham bahwa Gaby telah menyesali semua kebiasaan buruk dan kebodohan yang telah dilakukannya. Apalagi saat itu setitik air mata kembali menetes di pelupuk matanya. “Penyesalan memang datang terlambat, tapi menurutku ini bukan akhir perjalanan hidupmu.” ucap Henry kembali menyadarkan bahwa Gaby harus bangkit untuk memperbaiki semua kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya. “Kau benar, ini bukan akhir kisah hidupku!” sahut Gaby berusaha menahan air mata yang hendak jatuh dipipinya. “Aku akan kembali dan mengambil semua yang seharusnya menjadi milikku!” sambung Gaby lagi dengan tekad yang cukup kuat. “Beberapa hari lagi aku akan membawamu kerumah sakit untuk melakukan terapi, itupun jika Ziddan mengatakan kondisimu tidak memburuk… jadi pikirkanlah hal yang bisa membuatmu tetap waras agar kau cepat pulih!” ucap Henry kepada Gaby. “Kau yang tidak waras!” celetuk Gaby dengan suara pelan dengan maksud supaya Henry tidak bisa mendengarnya. “Apa kau bilang?” tanya Henry dengan tatapan sinis. “Aku tidak bilang apa-apa!” sahut Gaby berbohong sembari mengalihkan lirikan matanya kearah lain karena takut dengan tatapan sinis yang diberikan Henry kepadanya. “Kau pikir aku tuli… kau bilang aku tidak waras, kan!” seru Henry kesal. “Sudah tau kenapa masih bertanya!” celetuk Gaby lagi yang ternyata membuat Henry semakin kesal kepadanya. Seketika Henry bangkit dari tempat duduknya kemudian naik keatas ranjang dengan posisi kedua lututnya yang seakan ingin mengapit tubuh Gaby disana. Gaby menahan nafasnya lantaran kaget dengan yang dilakukan sang mafia tersebut. “Ma-mau apa kau?” tanya Gaby merasa sedikit takut dengan tingkah laku Henry terhadapnya saat itu. “Ternyata mulutmu tajam juga, ya!” ucap Henry sedikit berbisik kepada Gaby sembari menatap bibirnya. “Jangan macam-macam padaku!” Gaby mencoba untuk mengancam sang mafia yang justru semakin melebarkan senyuman jahatnya sembari mendekat sehingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. “Memangnya kau bisa apa jika aku macam-macam padamu?” sahut Henry mengingatkan Gaby yang tak bisa melakukan apapun karena sedang lumpuh. “Aku bisa berteriak!” seru Gaby kembali mengancam. Cuupp!!! Mendaratkan sebuah kecupan yang dilakukan Henry dibibir Gaby yang lantas bungkam tak mampu berteriak sesuai dengan ancaman yang ia diberikan sebelumnya. Henry sama sekali tidak perduli dengan kondisi Gaby yang tengah sakit saat itu, ia justru menikmati kecupan itu. “Haah….” Gaby terengah-engah dengan kecupan yang Henry lakukan terhadapnya. Wajahnya terlihat cukup kesal, namun hal itu sama sekali tidak diperdulikan oleh Henry yang justru tersenyum senang. “Rasanya tidak berubah meskipun kau sedang sakit!” ucap Henry sembari menjilat sisa manisnya kecupan yang ia lakukan pada bibir Gaby. “Dasar kau-” “Umpat aku terus, jika kau menginginkan aku melakukan hal yang lebih gila lagi!” Henry melontarkan ancaman yang membuat Gaby langsung mengurungkan niatnya yang ingin sekali mengumpat sang mafia yang masih berada diatas tubuhnya. Ceklek! Pintu ruangan itu dibuka oleh Ziddan yang hendak masuk bersama Sophia dan Mario, sahabat Henry lainnnya yang mengurusi semua bisnis kotor yang dilakukan Henry sebagai seorang mafia. Mereka kaget setengah mati melihat Henry berada diatas ranjang bersama Gaby. “OMG!!!” seru Mario mengagetkan Henry yang lantas menoleh kearah pintu yang sudah terbuka lebar. “Henry!!! Apa yang kau lakukan???” Sophia memekik kesal melihat tingkah keponakannya tersebut yang sedang menindas Gaby. “Jangan melecehkan pasienku!!!” teriak Ziddan tak kalah kesalnya kepada Henry seperti Sophia. Henry mendengus kesal sembari turun dari ranjang itu, sementara Ziddan dan Sophia cepat-cepat mendekati Gaby untuk memastikan kondisinya. Berusaha untuk tetap tenang Henry memilih duduk pada sofa yang ada diruangan itu dan Mario pun turut menghampirinya, lalu berbisik. “Hei, kalau kau butuh wanita bilang saja padaku, aku akan memberimu wanita yang-” Mario terdiam ketika lirikan maut Henry tertuju kepadanya. Suara isak tangis Gaby mengusik telinga Henry disaat Gaby mengadukan perbuatannya kepada Sophia. “Dia ingin memperkosaku, Bibi, hiks-hiks-hiks….” ucap Gaby dengan isak tangisnya. “Heh, selain dijuluki ratu pesta dia juga pantas dijuluki sebagai ratu drama!” gerutu Henry dengan raut wajahnya yang tampak sewot sembari melirik kearah Gaby yang tak jauh darinya. “Sepertinya Bibi Sophia lebih menyayangi wanita itu daripada kau.” celetuk Mario menyimpulkan segala sikap Sophia kepada Gaby. “Bersiaplah menerima hukuman dari Bibi Sophia!” sambung Mario lagi sedikit berbisik kepada Henry. Plak! Grreebb! Henry mencengkeram kerah kemeja hitam yang dikenakan Mario saat itu, lalu menariknya dengan kuat. “Kita masih banyak urusan!” seru Henry sengaja menyeret paksa Mario ikut keluar bersamanya demi menghindar dari tatapan kesal Sophia kepadanya. “Hei, aku belum berkenalan dengannya!!!” teriak Mario sembari menunjuk kearah Gaby, namun Henry sama sekali tidak perduli dan terus menyeretnya keluar. Melihat tingkah keduanya sahabatnya itu Ziddan hanya bisa menghela nafas panjang sembari menggelengkan kepalanya. “Gaby, aku sudah memberi laporan mengenai kondisimu kepada dokter yang akan melakukan terapi untukmu, setelah mempelajarinya dokter itu bilang dia akan memajukan jadwal terapimu lebih cepat dari yang direncakan!” ungkap Ziddan memberi kabar baik kepada Gaby yang tak sabar lagi ingin segera pulih kembali. “Kapan?” tanya Gaby tampak antusias. “Besok.” jawab Ziddan sambil tersenyum. “Mungkinkah aku bisa berjalan kembali?” tanya Gaby lagi kepada Ziddan. “Kau harus yakin, Gaby!” sahut Sophia sembari menggenggam jemari tangannya dengan erat, mencoba untuk meyakinkan Gaby yang seketika saja menjadi pesimis karena keadaannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD