Gaby menjalani terapi demi terapi untuk menyembuhkan saraf-saraf ditubuhnya yang lumpuh, namun secanggih apapun alat-alat medis yang digunakan dalam menjalani terapi tidak membuat Gaby dapat sembuh dengan cepat, butuh kesabaran dan waktu untuknya kembali pulih. Meskipun begitu Gaby terus berjuang dan tak pernah sekalipun dirinya mengeluh saat menjalani terapi yang tentu saja tidak mudah bagi dirinya.
Selama menjalani terapi diluar negeri Gaby tak sekalipun melewatkan kabar mengenai suaminya. Matthew berhasil mengambil alih perusahaan milik Gaby dan mempublikasikan surat cerai yang telah disahkan oleh pengadilan ke semua media beserta dengan bukti-bukti palsu untuk memfitnah Gaby agar semua orang tidak menyadari semua kecuarangan yang dilakukannya serta mencium bau perselingkuhan antara dirinya bersama Laura.
Berbulan-bulan telah terlewati dan sudah lebih dari seminggu Gaby menjalani terapi hanya ditemani oleh Ziddan dan Sophia tanpa Henry disisinya lantaran Henry memiliki banyak urusan yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Setelah menyelesaikan semua urusannya, Henry pun kembali dan segera pergi menemui Gaby di dalam ruang kamarnya. Ketika Henry masuk ke dalam ruangan tersebut ia melihat Gaby sedang duduk di sisi ranjang tidur.
“Hei….” sapa Henry dengan suara pelan kepada Gaby yang lantas menoleh kearahnya.
Henry melirik sebuah kursi roda yang disandarkan tepat disamping lemari kayu yang tak jauh dari ranjang dimana Gaby sedang duduk menatapnya.
“Kenapa kau tidak menggunakan kursi rodamu? Apa kau lelah?” tanya Henry pada Gaby yang hanya tersenyum kepadanya.
“Berhenti disana!” seru Gaby menghentikan langkah Henry yang semula ingin mendekatinya.
“Ada apa?” tanya Henry dengan raut wajah yang tampak bingung.
“Ada kejutan untukmu!” sahut Gaby dengan sikap antusias.
Meskipun masih terlihat bingung, Henry melakukan apa yang diminta oleh Gaby saat itu, ia menghentikan langkahnya dan berdiri menunggu apa yang akan ditunjukkan Gaby kepadanya.
Gaby berpegangan pada sisi ranjang itu agar dirinya bisa bangkit dan berdiri dengan kedua kakinya. Dihadapan Henry, Gaby melangkahkah kedua kakinya secara perlahan berjalan mendekati Henry yang tampak terperanjat sambil menatapnya. Bagaikan bayi yang baru saja belajar berjalan langkah Gaby yang berjalan secara perlahan akhirnya sampai pada Henry yang langsung menangkap tubuh Gaby dengan cepat lantaran saat itu Gaby hampir saja jatuh karena kakinya belum cukup kuat untuk melakukannya.
“Ah, aku gagal lagi… aku hampir saja jatuh, untung kau cepat menangkapku!” ucap Gaby berusaha untuk menyeimbangkan tubuhnya meski saat itu dirinya dalam dekapan Henry.
Henry menggendong Gaby dan mendudukkannya diatas ranjang.
“Good job!” pujinya membuat Gaby tersenyum hangat.
“Besok kau pasti bisa berlari kencang!” sambung Henry memberikan semangat kepada Gaby.
Henry turut duduk diranjang itu tepatnya disamping wanita yang kini menjalin hubungan baik bahkan mereka menjadi semakin akrab.
“Apa yang ingin kau lakukan setelah kau pulih nanti?” tanya Henry kepada Gaby.
“Kembali kerumahku!” jawab Gaby singkat, namun cukup membuat rasa takut kehilangan menyeruak di dalam hati Henry.
“Apa kau ingin melihat kebahagiaan b******n itu bersama istri barunya dirumah itu?” kalimat yang baru saja keluar dari mulut Henry sejenak membuat Gaby mematung karena terkejut mendengar kabar bahwa Matthew sudah menikahi Laura.
“Bahkan mereka sedang menanti kelahiran buah cinta mereka!” sambung Henry lagi.
“Jadi Laura sedang hamil?” gumam Gaby dalam benaknya.
Diam-diam Henry memperhatikan raut wajah Gaby yang tampak sedih setelah mendengar berita mengenai Matthew dan Laura darinya.
“Heh, ternyata kau belum move on juga dari b******n itu!” Henry merasa kesal seraya bangkit dari ranjang itu.
Ketika Henry hendak melangkah pergi dengan rasa kesalnya dengan cepat Gaby menarik tangan Henry untuk mencegahnya.
“Kabar kehamilan Laura cukup membenarkan bahwa aku wanita mandul, itu yang membuatku sedih… aku bukan wanita yang sempurna.” ucap Gaby sembari menghela nafas panjang seolah kecewa pada dirinya sendiri.
Henry yang semula berniat pergi membawa rasa kesalnya, kini berbalik kembali kepada Gaby dan menatapnya tajam.
“Kau pikir sepupumu yang tidak tau diri itu wanita baik-baik!” seru Henry dengan suaranya yang lantang membuat Gaby mendongak keatas membalas tatapan tajam darinya.
“Sepupumu itu tak lain seperti sampah busuk yang banyak dihinggapi lalat termasuk b******n itu!” sambung Henry mengungkap fakta lainnya bahwa Laura banyak menjalin hubungan gelap bersama banyak pria selain Matthew.
Gaby terkejut setelah mencerna semua perkataan Henry mengenai segala sepak terjang yang dilakukan Laura selama ini. Lagi-lagi Henry memperhatikan raut wajah Gaby yang kali ini tampak bingung seolah begitu banyak pertanyaan di dalam benaknya.
“Aku yakin kau pasti bertanya-tanya mengapa sepupumu yang tidak tau diri itu banyak menjalin hubungan gelap bersama pria!” sambung Henry lagi yang membuat Gaby semakin penasaran dan tak sabar menanti jawaban darinya.
“Semuanya hanya demi perusahaan dan b******n itu!” ungkap Henry malah membingungkan Gaby.
“Apa? Perusahaan?” tanya Gaby meminta penjelasan dari Henry.
“Tanpa sepengetahuan Matthew, Laura menggoda para investor dan menjalin hubungan gelap dengan mereka agar mereka mau menanam modal dan perusahaan tetap berjalan.” ungkap Henry lagi.
“Jadi selama ini aku salah… aku mengira Matthew adalah orang yang sangat handal dalam menjalankan perusahaan, tapi ternyata dugaanku selama ini salah, bahkan aku tidak menyangka Laura akan melakukan hal kotor seperti itu!” ucap Gaby dalam benaknya.
“Apa sekarang kau yakin kalau Laura benar-benar mengandung benih dari Matthew?” tanya Henry sembari menyeringai kepada Gaby yang hanya diam menatapnya.
Henry semakin mendekat hingga nafasnya cukup terasa di telinga Gaby.
“Apa kau masih menganggap Matthew sebagai pria yang sempurna, bahkan dia tidak mampu memberikan kepuasan untukmu diranjang!” bisik Henry ditelinga Gaby dengan semua perkataannya yang lantas membuat wajah Gaby memerah.
Gaby cepat-cepat memalingkan wajahnya yang memerah dari tatapan Henry. Tak lama suara ketukan pintu terdengar dari luar, seorang pelayan datang untuk menyampaikan bahwa makan malam sudah disiapkan diruang makan.
“Aku ingin makan malam diruang makan!” pinta Gaby sekaligus berupaya untuk mengalihkan pembicaraan.
Henry segera bangkit dari sisi ranjang itu untuk mengambil kursi roda dan membantu Gaby duduk di kursi roda tersebut. Dengan perlahan Henry pun turut mendorong kursi roda yang membawa Gaby menuju keruang makan untuk makan malam bersamanya.
Sophia yang sudah menanti diruang makan tampak tersenyum senang melihat keakraban yang terjalin antara Henry dan Gaby. Mereka makan malam bersama sambil berbincang ringan, namun sesekali pikiran Gaby teringat akan perkataan Henry mengenai benih yang ada di dalam kandungan Laura.
“Benarkah yang disangka Henry terhadap Laura kalau benih yang ada di dalam kendungannya bukan milik Matthew tapi milik pria lain yang juga menjalin hubungan gelap dengannya? Jika prasangka Henry benar, bukankah hal itu bisa kujadikan senjata untuk membalas dendamku!” ucap Gaby dalam hatinya yang sudah dipenuhi dengan dendam kesumat.