hurt 4_2

1024 Words
Tempat ini memang terlihat lebih indah jika di datangi malam hati. Danau yang aku sangka seram dan menakutkan itu. Ternyata sudah seperti tempat yang ada di negeri dongeng. Jika aku perhatikan lagi, ini memang sebuah danau buatan. Karena terlihat dari bebatuan palsu yang berada di samping sampingnya. Juga sebuah air mancur yang berada di tengah tengah danau itu pun sepertinya tidak luput dari buatan manusia. Aku hanya mengira ngira kalau itu digerakan oleh sebuah tenaga listrik. Kemudian bunga bunga yang mengapung berada di atas danau itu pun tidak luput dari aturan tangan manusia. Maksudku, bunga teratai itu memang sengaja di tanam di sana untuk mempercantik danaunya. Lalu pohon pinus dan pohon palm yang berada tidak jauh dari danau itu. Membuat kesan rimbun sehingga sangat nyaman untuk berteduh ketika panas, sepertinya. Malam ini bulan terlihat menyinari danau ini. Pantulan cahayanya seolah sedang memasuki air itu. Sehingga terlihat riak yang menyejukan. Dia sudah menungguku dengan senyumannya. Membuatku menahan napas karena tatapan menawan yang melekat padaku, seolah dia sedang melepaskan panah asmaranya tepat dihatiku. Dan seorang Rama memang merupakan seorang lelaki tampan yang tidak biasa. Tahan! Dia adalah lelaki misterius yang aneh. "Silahkan duduk." Dia menyuruhku untuk duduk di kursi kayu di depan danau ini. Malam yang dingin, di tambah angin yang lembut, juga keadaan tempat ini yang terlihat seperti berada di negri dongeng. Membuatku merasa seperti seorang Ratu yang tengah menikmati angin malam. Dan Rama adalah pangerannya. Eh, Aku tidak boleh berpikiran yang bukan-bukan. Tolong sadarlah otaku. "Kenapa tidak bisa tidur?" tanya nya. Dia juga duduk di bangku kayu tepatnya di depanku. Aku menatapnya. "Aku ingin pulang!" agak ketus, namun bukan karena aku kesal padanya. Aku hanya bingung bagaimana caranya mengekspresikan diri saat berhadapan dengan mahluk menawan ini. Dia tidak menjawab, namun tatapannya terlihat tidak menyukai keinginanku itu. "Kenapa kau menahanku di sini?" ucapku lagi. Aku kembali melihat ekspresi tidak senang darinya karena mendengar ucapanku itu. "Karena saya punya banyak kesalahan sama kamu!" jawaban yang aneh. Kalau memang dia punya banyak kesalahan padaku, harusnya dia tidak perlu menahanku. Namun lebih baik meminta maaf padaku dan mengijinkanku keluar dari tempat aneh ini. Aku memicingkan kedua mataku. "Kesalahan apa?" tanyaku. Dia terdengar menghela napas. "Satu bulan yang lalu, kamu ingat? Kita pernah ...," Tiga bulan yang lalu? Apa yang terjadi padaku tiga bulan yang lalu? Tiga bulan yang lalu .... What the Hell! Aku menganga. Jadi dia adalah b******n itu? "b******n!" Aku menamparnya kuat, aku juga menonjok hidungnya. Hingga terlihat mengeluarkan darah, namun anehnya dia tidak marah. Dia tetap terdiam dengan sebuah ringisan. Namun aku tidak berhenti sampai di situ. Aku terus memberondonginya dengan pukulan dan juga sebuah tendangan. Aku sudah seperti orang yang tengah kesurupan. Dan aku lelah, aku segera menghentikan aksi gilaku itu. Tidak asik, kalau aku di tangkap polisi hanya karena memukul seorang CEO tampan seperti dia. Aku tentu saja tidak mau dipenjara dengan sia sia. Aku menua di dalam sel tahanan. Bukan menua dengan lelaki yang mungkin saja aku puja kelak. "Ok, kita akhiri! Aku mau pulang. Anggap saja tidak terjadi apa-apa sama kita." Dan gara-gara b******n itu, aku harus hamil di luar nikah. Harus ke mana aku pergi, kalau begini. Kedua orang tuaku pasti tidak akan mau menerimaku. Mamah pasti akan mengutuku. Belum lagi para tetangga yang pasti akan sangat senang bergosip tentang diriku. Dasar sialan! "Tidak bisa! Kamu sedang hamil anakku!" Dia tahu dari mana? Aku belum mengatakan ini pada siapapun. Aku masih memendam semuanya demi keamanan hidupku. "Enggak! Aku gak hamil! Lihat! Aku masih langsing!" Aku berdiri dan memperlihatkan tubuhku padanya. Dan membuatnya terdiam dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan. Semoga saja dia tidak berpikiran m***m tentang diriku. Kalau iya, aku akan menonjok dan menendangnya sekali lagi. Aku yakinkan aku akan membuat wajahnya lebih buruk dari pada apa yang telah aku lakukan barusan. "Dan kamu! Jangan ikut campur lagi dengan kehidupanku. Aku akan pergi, dan anggap kalau kita tidak pernah saling kenal satu-sama lain!" Kalau berurusan dengannya, aku yakin hidupku akan semakin kacau. Dia pasti punya banyak musuh dan banyak fans panatik. Aku pasti akan di bully, atau mungkin akan ada hal yang lebih buruk dari ini, yang sudah menantiku, aku tidak ingin membayangkannya. Kalau mengingat sebuah film mafia, aku kembali merinding bagaimana seramnya jadi salah satu keluarga seorang kaya raya. Kita akan selalu di kejar habis habisan. "Apa kamu yakin?" Dia berkata, dengan memberikan satu lembar kertas HVS, yang berisikan tentang diriku dan kesehatanku. Dan tentu saja di sana tersedia informasi tentang diriku yang sedang hamil. Waw! Orang biasa tidak akan bisa melakukan ini. Dia telah melakukan penyelidikan sedalam ini tentang diriku. Dia benar-benar berbahaya dan tidak bisa dianggap enteng begitu saja. "Kam--" "Saya sudah mengikuti kamu sejak hari itu. Saya tahu siapa kamu, kedua orang tua kamu, dan siapa mantan suami kamu! Jadi jangan pernah kamu sampai berani membohongi saya!" Dia mendekat dan berbisik. "Karena saya adalah orang yang cukup berbahaya. Apalagi untuk jenis orang seperti kamu!" Memangnya aku jenis mahluk seperti apa? menyebalkan. Seolah aku adalah mahluk lemah yang tidak berdaya. Aku jadi terdiam. Aku jadi takut berhadapan dengan orang seperti dia. Dia benar-benar seorang lelaki yang sangat berkuasa. Bagaimana mungkin dia mengikutiku sampai seperti itu. Aku bahkan tidak menyadari dengan bagaimana caranya dia mengikutiku. Atau memang dia menyewa seorang mata mata untuk mencari tahu tentang diriku. Yang membuatku menggeleng takjub. Dia bahkan sampai tahu siapa mantan dan siapa ibuku. Dia seperti hantu. Tidak! Dia seperti mafia atau penjahat kelas kakap, yang akan menyelidiki korbannya sebelum ia benar-benar menghabisinya. Oh Tuhan ... Tolongkah aku! Ok, santai Ana. "Ta-tapi, a-aku tidak hamil!" Rama menaikan sebelah alisnya. Dia menarikku hingga aku berada di dekapannya dalam posisi aku membelakanginya dan terlentang di dadanya. Ya ampun posisi ini sungguh berbahaya. Lelaki ini benar-benar tidak sopan dan kurang ajar. Aku harus segera melepaskan diriku dan kembali menghajarnya sampai mati, kali ini. Dan aku sepertinya tidak akan peduli kalau dia memasukanku ke dalam penjara. Aku sungguh tidak peduli lagi. "Ap-apa yang anda lak--" Dia mengubek pelan berutku, dan mendekapku erat sekali. Sampai tangan itu menemukan yang ia inginkan. Dia menyeringai dan mencium pipiku, dengan tangannya yang masih berada di dalam bajuku. "Di sini, anakku sedang tumbuh!" Sialan! dia sepertinya harus aku santet saja!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD