Hurt 4_1

1015 Words
Suara tembakan yang berada di luar sana. Membuatku terbangun dari tidur ku. Segera mengintip ke arah luar, dan ternyata hanyalah sebuah tembakan karena anak buahnya Pak Rama sedang berlatih. Mereka lelaki yang bertubuh tinggi dan berisi, lalu berambut cepak rapi, ala-ala TNI atau Abri. Kemudian memakai seragam jas hitam, dengan kemeja putih di dalamnya. Mereka mungkin calon para bodyguardnya Pak Rama, atau malah mungkin sudah menjadi penjaga untuk Pak Rama. Namun masih saja butuh latihan. Di bagian belakang itu. Terlihat lebih hijau dengan rumput yang sepertinya sengaja di tanam agar terlihat lebih segar. Kemudian ada kandang kuda yang terletak agak jauh dari tempat mereka berlatih. Di situ juga ada banyak alat olah raga seperti barbel, pedang, lalu samsak. Mereka para lelaki misterius namun terlihat tampan itu cukup terlatih sepertinya. Terlihat dari bagaimana mereka menggunakan alat alat tersebut. Aku bisa melihat Pak Rama berdiri di antara salah satu para bodyguard tampan itu dengan memakai jaket hitam lengan panjang yang terbuat dari wol. Kedua mata elang nya terlihat memerhatikan para bodyguardnya dengan seksama seolah tidak mau ada yang terlewatkan. Tubuhnya yang kekar dan indah itu terbalut rapi seolah tahu kalau aku sedang mengintipnya saat ini. Aku jadi berpikir bagaimana jika aku bersandar pada tubuh kekar itu. eh, dasar otak tidak tahu diri kadang memang tidak tahu malu. Bagaimana bisa aku membayangkan hal yang menggelikan dari lelaki yang baru saja aku kenal. Omong-omong tentang Pak Rama. Aku masih ingat ketika kemarin menamparnya. Kalau ingat itu aku jadi takut sendiri. Bagaimana aku yang bukan siapa siapa untuknya telah berani melakukan itu. Aku sebenarnya penasaran karena dia tidak marah, namun perempuan yang bernama Sonia itu yang marah ke padaku. Dia bahkan hampir berhasil melukai tanganku dengan cakaran tajamnya. Dia memiliki kuku yang sangat tajam. Dasar kucing! Dan sampai saat ini, Pak Rama masih belum menghampiriku. Dia terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Atau dia benci melihatku karena telah menamparnya waktu itu. Dia berdiam di dalam kamarnya. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan di sana. Sesekali keluar karena dia ingin makan dan berolahraga sejenak dengan memanah atau pun berkuda di sekitar danau itu. "Nyonya belum tidur?" Suara bodyguard yang aku tendang selangkangannya waktu itu menghampiri dengan senyuman hormatnya. Dia masih bisa tersenyum padaku. Padahal aku sudah bersikap tidak baik padanya. Apakah dia tidak marah padaku. "Eh, kamu sudah sembuh?" tanyaku. Dan dia mengerjap beberapa saat. "Saya baik-baik saja, Nyonya, " katanya. "Enggak, kan waktu itu aku nendang kamu. Apa itu masih sakit?" Aku tidak tahu apa yang salah dengan ucapanku. Tapi wajah tampan itu jadi memerah terlihat malu. Ah, iya. Mungkin karena aku menendangnya kebagian itu. Duh, seharusnya mungkin aku tidak perlu menanyakan ini. Dasar Ana bodoh! Ingin sekali aku memukul kepalaku sendiri. "Eh, saya tidak apa-apa Nyonya," jawabnya mengalihkan wajahnya ke arah lain. Aku yakin sekali dia merasa malu dengan pertanyaanku. Semoga saja dia tidak membicarakanku di belakang dan mengatakan kalau aku adalah perempuan m***m. Bisa celaka itu! "Tuan menunggu Nyonya di sana. Kalau tidak bisa tidur, mungkin Nyonya bisa jalan-jalan di pinggir danau." Dia mengarahkan tatapannya ke arah danau yang tidak jauh dari Vila indah ini. Danau yang lumayan tapi terlihat terang karena di sisi sisinya terdapat lampu lampu yang sengaja di letakan agar terlihat tidak gelap di malam hari. Tapi menurutku tetap saja terlihat seram. "Malam-malam begini?" tanyaku heran, karena bagiku berjalan di sisi danau di malam hari itu. Duh, aneh ya. Dan dia mengangguk. "Tuan Rama akan berjalan-jalan di malam hari, kalau beliau tidak bisa tidur." Boleh juga idenya, tapi apakah Pak Rama itu tidak marah padaku karena tamparanku waktu itu? Dan untuk apa dia memintaku untuk menemuinya. Jangan-jangan dia sudah menyiapkan sebuah hukuman untukku. Bagaimana kalau dia akan mengurungku. Atau yang lebih parahnya dia akan mendorongku ke danau itu. Ya Tuhan Anaaaa. Kenapa cara berpikirmu jahat sekali. "Tapi Pak Rama marah gak nih, sama aku?" Kan aku cuma tanya, dan cuma meyakinkan diri kalau Rama memang tidak marah padaku. Kalau dia marah, aku lebih baik tidak usah menemuinya saja. Dari pada di dorong ke danau kan? Dia menatapku beberapa saat. Apakah dia tahu kalau aku sedang berpikir yang bukan bukan tentang bosnya? "Sebenarnya saya mau tanya, kenapa Nyonya menampar Pak Rama?" Duh, kan. Aku jadi bingung mau jawab apa. Aku menghela napas, dan menautkan jari-jemariku. "Aku tidak suka kalau ada suami yang menelantarkan istrinya demi perempuan lain. Pak Rama memarahin Mbak Sonia gara-gara aku. Dan aku ngerasa jadi perempuan jahat," cicitku. Aku tidak mengerti, apa yang salah dengan kalimat yang aku ucapkan. Karena Bodyguar itu tergelak, bahkan wajahnya terlihat memerah. Dia itu memiliki kulit yang putih, sehingga akan jadi memerah kalau tertawa lama seperti itu. Terlihat lucu. "Nyonya jangan khawatir, dia bukan istrinya Pak Rama." Dia berkata tenang dan seolah sangat menjaga martabat BOS nya itu. Dia terlihat seperti bodyguard yang setia. "Kalau begitu siapa? Kenapa dia sangat agresif sekali? Kamu tahu, tanganku sakit sekali gara-gara dia!?" dia seperti akan menelanku hidup-hidup. Dia mirip sekali dengan seekor singa betina. Dia mengangguk. "Saya melihatnya, dan gara-gara itu Pak Rama sangat cemas pada anda. Dia bahkan sudah menyewa lebih banyak bodyguard agar anda aman di sini, Nyonya." Tapi untuk apa? Aku bukan siapa-siapa dia? Aku hanya orang lain yang mungkin saja secara kebetulan bertemu dengannya. Ah, tidak mungkin kan dia jatuh cinta sama aku kan. Kita hanya dua manusia yang mungkin dipertemukan secara tidak sengaja. JADI ENYAHKAN HAYALAN GILA MU ITU ANA "Tapi kenapa dia melakukan itu?" Sebelum menjawab, dia terlihat ragu dan menyimpan sesuatu. "Saya tidak punya kewenangan untuk menjelaskan ini pada Nyonya. Tapi nanti Tuan pasti akan menjelaskannya pada Nyonya." Aku hanya bisa mengangguk seolah aku mengerti. Kemudian aku segera pergi ke arah luar dengan jaket bulu-bulu yang di letakkan lelaki berjas itu ke pundakku. Dia mengarahkan tangannya ke arah luar. Baiklah, saat ini aku seperti seorang putri di rumah ini. Aku di jaga dua puluh empat jam dengan fasilitas yang ya ..., bisa di bilang sangat ajaib. "Silahkan Nyonya!" Aku hampir keluar, namun kembali melihat padanya. Aku belum tahu siapa nama orang itu. Dia ramah dan selalu bersikap sopan padaku meski aku pernah menyakiti BOS nya. "Nama kamu siapa?" Dia tersenyum ramah sekali. "Panggil saya Ethan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD