DDM 16 – Masuk Pesantren?

2028 Words
*** Sahabat sejati adalah seseorang yang selalu berada di samping kita tak peduli bagaimana pun kekurangan kita. Sebab, hatinya terlalu tulus untuk meninggalkan.   IG: Upi1612 ***     “Eh, Guys, gue lama-lama kasihan sama Ustaz Ahmad sama keluarganya. Keluarganya aja udah banyak ditambah kita, pasti pengeluarannya gede banget. Apa lagi kita Cuma bisa makan tidur, makan tidur.” kata Angeline.   “Iya, Nih, Bos. Gue juga ngerasa gak enak. Nanti kali ini gue udah sembuh kayaknya gue bakalan cari kerja.” kata Richie sambil melirik ke bagian sarung yang dia tarik ke depan.   “Lo kan tau, Chie. Kita susah banget nyarinya. Lo gak inget kita sampai..” kata Velyn.   Angeline buru-buru membekap mulut Velyn. Angeline tidak mau kalau Velyn sampai kelepasan bicara dan mengatakan kalau mereka bertiga dalah mantan copet yang pernah masuk penjara. Cukuplah mereka dicap sebagai anak maling, tapi Angeline tidak mau semua orang berpikiran yang tidak-tidak meski mereka melakukan hal tersebut karena terpaksa.   “Sttt! Vel, jaga omongan lo. Kalau ada yang denger bisa gawat.” kata Angeline.   Angeline membuka tangannya, “Iya-iya sorry..” kata Velyn.   Tak lama kemudian anak dari Ustaz Ahmad yang bernama Fatima datang menghampiri ketiganya.   “Eh, Fatima..” kata Angeline.   Fatima tersenyum, “Kakak-kakak dipanggil sama Bapak.” katanya.   Fatima melirik kecil ke arah Richie dengan malu-malu. Angeline bisa menebak bahwa Fatima menyukai Richie namun Angeline tidak mau memperpanjang atau mengolok Fatima karena dirinya  tidak bisa melakukan hal tersebut.   “Oh, makasih ya, Ustaz Ahmadnya di mana?” tanya Angeline.   “Di dalam, Kak. Di ruang tamu.” kata Fatima.   “Oke, makasih ya, Fatima.” kata Angeline.   Fatima mengangguk, “A-aku masuk dulu.” katanya.   Angeline balas mengangguk. Fatima pun langsung berbalik dan masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya sempat mencuri pandang ke arah Richie.   “Guys, apa kita mau diusir?” tanya Velyn.   “Hus! Jangan gitulah, kata Ustaz Ahmad ucapan itu doa, tapi kalo beneran diusir kita kudu ke mana?” tanya Angeline sambil mengacak rambutnya yang tertutup kerudung.   O iya, setelah Angeline dan Velyn masuk islam. Mereka berdua memakai kerudung. Kerudung tersebut diberikan oleh Ustazah Aisyah. Sebuah kerudung langsungan.   “Mending kita msuk dulu deh Bos, Beb, biar jelas gitu.” kata Richie.   Angeline dan Velyn pun mengiakan, lalu mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah Ustaz Ahmad dan bersiap untuk mendengakan apa yang ingin dikatakan oleh Ustaz Ahmad.   “Assalamualaikum.” salam Angeline, Velyn, dan Richie yang sudah diajarkan oleh Ustaz Ahmad.   “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.” Ustaz Ahmad menjawab.   “Kata Fatima kita dipanggil ya, Ustaz?” tanya Angeline.   “Iya betu, ada hal yang ingin saya sampaikan kepada kalian.” kata Ustaz Ahmad.   “Apa itu, Ustaz?” tanya Richie.   “Saya habis pulang dari pondok pesantren yang ada di Jawa. Nah, saya ingin tanya, apa kalian mau masuk pesantren?” tanya Ustaz Ahmad.   “Pesantren itu tempat apa?” tanya Velyn kepada Angeline.   “Ya gitu deh.” Angeline hanya mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Sejujurnya Angeline pun tidak pernah tahu apa itu pesantren namun dirinya sering mendengarnya.   “Panti asuhan kayaknya.” kata Richie.   Angeline dan Velyn yang mendengar apa yang dikatakan oleh Richie langsung terkejut. Mereka benar-benar tidak bisa menyembunyikan keterkejutana mereka. Hal pertama yang ada di pikiran Velyn dan Angeline saat mendengar  frasa panti asuhan adalah tempat yang snagat mengerikan, tempat anak yatim piatu.   Mereka memang sudah tidak memiliki orang tua namun, rasanya mereka tidak mau masuk ke sana.   “Bukan, Nak. Pesantren itu tempat mencari ilmu agama, bukan panti asuhan.” kata Ustaz Ahmad yang mendengar percakapan antara Angeline, Velyn, dan Richie.   “Seperti asrama, Ustaz?” tanya Angeline.   Ustaz Ahmad mengangguk, “Iya, seperti itu. Nanti kalian tinggal di sana dan memperdalam ilmu agama dari guru-guru yang sudah berpengalaman dan hebat. Apa kalian mau?” tanya Ustaz Ahmad.   “Maaf, Ustaz, bukankah asrama itu bayar, Ustaz? Kalau kami hanya belajar bagaimana kami membayarnya?” tanya Angeline.   “Ustaz yang akan membiayai kalian bertiga, lagi pula biaya pesantren itu tidak besar. Sehingga, di pesantren kalian tidak perlu memusingkan soal bayaran, kalian hanya perlu belajar dan mengasah keterampilan di sana.” kata Ustaz Ahmad.   “Ustaz, boleh kami berunding terlebih dahulu?” tanya Richie.   “Silakan, Nak. Saya harap tawaran masuk pesantren ini tidak membuat kalian berpikir kalau kalian menjadi beban di rumah ini ya, sungguh tidak. Kami sekejuarga sangat senang dengan kehadiran kalian, hanya saja bila menilik dari  keinginan kalian untuk belajar ilmu agama lebih dalam, saya rasa pesantren adalah tempat yang cocok.” kata Ustaz Ahmad.   “Baik, Ustaz, terima kasih.” kata Angeline. “Kami izin berunding dulu sebentar di luar.” lanjutnya.   Ustaz Ahmad mengangguk, “Silakan, Nak.”   Angelyn, Velyn, dan Richie langsung keluar rumah dan mencari tempat yang nyaman untuk berunding. Mereka tidak bisa langsung memutuskan tawaran Ustaz Ahmad barusan.   “Guys, gimana?” tanya Angeline.   “Kalo lo sendiri gimana, Bos?” tanya Richie.   Velyn masih sibuk menyimak karena dirinya benar-benar tidak memiliki gambaran ataupun sesuatu yang bisa diucapkannya mengenai tawaran tersebut. Velyn hanya ingin mengikuti kedua sahabatnya saja. Velyn belum bisa berpikir dewasa.   Angeline menghembuskan nafas, “Jujur gue tertarik tapi ada hal yang gue pikirin.” kata Angeline.   “Apa itu, Bos?” tanya Richie.   “Jujur gue mau masuk pesantren dan cari ilmu di sana. Lagian di sini kita gak bisa sekolah karena semua sekolah gak ada yang mau terima kita yang disebu-sebut anak maling. Dan, sebagai anak yang udah gak punya siapa-siapa kita harus mulai menata hidup kita, salah satu jalan buat kita bisa dipandang lagi sama orang-orang adalah lewat jalur pendidikan. Tapi lo liat sendiri di Jakarta siapa yang gak kenal kita, ah, maksud gue, siapa yang gak kenal gue. Muka gue disorot terus-terusan waktu orang tua gue meninggal dan disebut-sebut sebagai pembobol bank.” kata Angeline.   Richie dan Velyn terdiam. Mereka berdua membenarkan apa yang dikatakan oleh angeline. Mereka merasa mereka juga harus sekolah. Terlepas di mana mereka akan bersekolah, mereka harus sekolah untuk memperbaiki masa depan.   “Gue gak mau, Chie, Vel, liat kalian berdua harus nyopet cuma buat beli nasi. Nggak ada masa depannya. Dan kalau kita terus-terusan ada di rumah Ustaz Ahmad, gue juga gak enak buat ngerepotin beliau.” kata Angeline.   “Kita masuk pesantren juga masih ngerepotin Ustaz Ahmad, Bos.” kata Richie.   “Tapi coba deh. Tadi kalian dengar kan kalau Ustaz Ahmad bilang kalau kalau biaya di pesantren itu gak mahal. Gue yakin gak malahnya Ustaz Ahmad jauh di bawah gak mahalnya kita. Tapi gue rasanya tetep nggak mau ngerepotin Ustaz Ahmad lagi. Beliau udah terlalu baik sama kita selama ini.” kata Angeline.   “Kalau gitu kita kerja dulu aja buat pergi ke sana.” kata Velyn.   “Nah, iya betul, Bos.” kata Richie.   Angeline menggeleng. “Kelamaa, kesempatan cuma datang satu kali, takutnya sekarang mereka lagi buka pendaftaran kalau nunggu kita kerja dulu yang ada kita gak jadi ke sana.” kata Angeline.   “Bener juga.” kata Richie.   “Gue masih punya hape. Nanti gue bakal jual hape dan baju-baju gue yang pendek-pendek buat ongkos dan tinggal di sana.” kata Angeline.   “Bos, apa cukup? Kita bertiga lho, Bos.” tanya Richie.   “Kata Ustaz Ahmad, ketika kita punya niat baik, Allah bakalan lancarin niat dan usaha kita. Kita kan baik niatnya, biar gak jadi pencopet kita pergi ke pesantren, cari ilmu. Jadi, kita yakin aja kalau Allah bakalan bantuin kita.” kata Angeline.   Richie dan Velyn mengangguk.   “Lo nggakpapa, Bos, hapenya dijual?” tanya Richie.   “Jelas nggakpapa, Chie. Lagian gak ada gunanya jug ague punya hape soalnya gak aka nada yang hubungin gue.” kata Angeline.   “Maaf ya, Bos. Kita berdua gak punya apa-apa. Hape dan semuanya disita.” kata Richie.   Angeline mengangguk, “Iya, nggakpapa.” kata Angeline.   Mereka pun berpelukan sebentar.   “Jadi?” tanya Angeline.   “Gini aja, Bos. Saran gue, kita mau ke pesantren tapi bilang sama Ustaz Ahmad kalau kita datengnya sendiri aja, bertiga, gak udah konfirmasi juga Ustaz Ahmadnya sama pihak pesantrennya. Karena takutnya mit amit kita gak betah dan kabur kan jadi Ustaz Ahmadnya gak malu, Bos. Kalau kita bloon selama di pesantren, Ustaz Ahmadnya juga gak malu.” kata Richie.   Angeline mengangguk menyetujui apa yang dikatkan oleh Richie. Apa yang dikatakan oleh Richie cukup masuk akal.   “Jadi, kita datang ke sana sendiri dan daftar sendiri, nih?” tanya Angeline.   Richie mengangguk. “Iya, Bos. Gimana? Kita tinggal minta alamat pesantrennya aja.” Katanya.   “Oke deh, gue setuju. Lo gimana Vel?” tanya Angeline kepada Velyn.   “Gue ikut ke manapun kalian pergi, Bos.” kata Velyn.   Angeline mengangguk, “Oke ,sekarang kita masuk.” kata Angeline.   Angeline, Velyn, dan Richie langsung masuk ke dalam rumah dan kembali menemui Ustaz Ahmad dan menyampaikan kemauan mereka. Meski awalnya Ustaz Ahmad merasa keberatan karena beliau merasa bertanggung jawab kepada ketiga anak tersebut namun karena Angeline menjelaskan secara baik-baik akhirnya Ustaz Ahmad pun menyerah dan mengizinkan ketiganya untuk datang sendiri ke Pesantren.   Meski begitu, Ustaz Ahmad meminta agar mereka bertiga mau sesekali memberikan kabar kepada Ustaz Ahmad saat di pesantren nanti. Angeline, Velyn, dan Richie pun mengangguk dan menyetujui, mereka bertiga benar-benar beruntung bisa bertemu dengan Ustaz Ahmad yang sangat baik hati.   “Jadi, kapan kalian akan pergi ke pesantren?” tanya Ustaz Ahmad.   “Tunggu Richie sembuh dulu, Ustaz.” kata Angeline.   “Baiklah, Nak.” kata Ustaz Ahmad.   ***   Angeline membuka kopernya dan mengeluarkan semua isinya dari dalam koper. Dia mulai memilih dan memilah baju yang bisa dijualnya. Dan dia juga mengeluarkan ponsel miliknya. Ponsel tersebut baru dia beli sekitar sebulan dengan harga 15juta. “Bos, gue juga mau jual baju gue.” kata Velyn.   Kini di kamar hanya ada mereka berdua. Karena Richie berada di salah satu kamar bersama Rahmat anak Ustaz Ahmad yang pertama.   “Nggak usah, Vel. Punya gue aja.” kata Angeline.   “Nggakpapa, bos. Buat tambah-tambah.” kata Velyn.   “Yaudah kalo gitu.” kata Angeline.   Mereka pun langsung memisahkan pakaian panjang dan pendeknya. Lalu setelah memisahkan ternyata baju panjang Angeline hanya ada 3 saja, dan begitu juga dengan Velyn. Selain itu, rok mereka hanya memiliki satu dan 2 celana jeans panjang.   Angeline melirik Velyn, begitu juga Velyn, “Ternyata baju kita Cuma segini ya yang panjang.” kata Angeline.   “Iya, Bos.” kata Velyn.   “Yaudah, digabungin aja.” kata Angeline.   Pakaian mereka yang mau dijualpun langsung digabungkan menjadi satu koper.   “Yaudah gue jualan dulu ya.” kata Angeline.   “Bos, gue ikut..” kata Velyn.   “Yaudah ayo.” kata Angeline.   Mereka berdua pun keluar dengan Velyn yang sudah menyeret koper berisi baju yang akan dijual terlebih dahulu.   “Lho, kalian mau ke mana?” tanya Ustazah Aisyah yang bingung melihat Velyn yang menyeret koper.   Angeline pun kinit ahu kalau Ustazah berpikir kalau mereka berdua akan pergi dari rumah beliau. Angeline buru-buru menjelaskan karena takut terjadi salah paham.   “Eh, kami bukan mau pindah kok, Ustazah. Ini isinya pakaian kita yang gak kepake, mau dijual biar gak murajir.” kata Angeline.   “Mubazir, Nak.” kata Ustazah Aisyah yang diikuti dengan Kekehan.   Angeline menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Padahal dirinya ingin terlihat kerena namun nyatanya kalimat yang disebutkannya saja salah.   “Iya, Ustazah. Hehe.” kata Angeline.   “Yasudah pulangnya jangan sore-sore ya?” kata Ustazah Aisyah.   “Oke, Ustazah. Kami pamit dulu. Assalamualaikum.” kata Angeline.   “Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh.” jawab Ustazah Aisyah.   Angeline dan Velyn pun langsung mencium tangan Ustazah dan langsung keluar rumah dan berjalan menuju pasar loak. Kebetulan di daerah tersebut masih terdapat pasar loak yang tidak jauh dari tempatnya berada sehingga mereka berdua tidak perlu naik kendaraan.   “Bos, Beb! Lo berdua mau ke mana?” tanya Richie yang sudah datang menghampiri keduanya.   “Mau minggat.” kata Velyn ketus.   “Serius? Beb, kok lo tega sih ninggalin gue.” kata Richie.   “Kita mau jual baju, Chie. Lo di rumah aja bisa cepet sembuh itu lo.” kata Angeline sambil melirik bagian yang disunat.   Richie hanya menggaruk tenguknya yang tidak gatal. “Tapi, Bos. Kalian cuma berdua gue takut ada apa-apa.” katanya.   “Enggaklah, lagian masih pagi kaga bakalan ada yang nyulik kita juga.” kata Angeline.   “Yaudah, hati-hati.” kata Richie.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD