Sesampainya di tempat yang dituju, Angeline dan Velyn masuk ke sebuah toko yang menjual baju-baju bekas. Angeline mengeluarkan salah satu bajunya.
Penjual tersebut mematut-matut pakaian yang diperlihatkan oleh Angeline sambil mengangguk.
“Oke, 15ribu.” katanya.
“Bang ini nggak salah, baju 2juta ditawar 15ribu?” tanya Angeline.
“Kalau nggak mau juga saya nggak maksa, Neng.” kata Abang Penjual.
Angeline mendesah kecewa. Dirinya benar-benar terkejut mendapati angka yang berikan oleh penjual baju untuk pakaiannya yang mahal.
“Naikin deh, Bang. 100ribu ya?” kata Angeline.
“Neng, orang juga bakalan nyari yang baru kali kalo harganya di atas itu. Udah gini aja, saya naikin 17ribu. Kalau mau silakan kalau gak mau yaudah cari toko lain aja, yang lain mana mau Neng, mereka bakalan nawar paling tinggi 10rb.” kata Abang Penjual.
Angeline pun tidak memiliki pilihan lain.
Angeline pun mengeluarkan semua pakaian dan dengan harga yang berbeda-beda tiap bajunya, akhirnya angeline mendapatkan 100rb untuk semuanya. Lagi-lagi Angeline tidak bisa protes.
Setelah menjual pakaian tersebut Angeline dan Velyn langsung berjalan dengan lunglai. Mereka merasa lelah dan juga merasa sedih dengan harga yang ditawarkan oleh penjual tadi, namun apalah bisa di kata. Mereka tentu membutuhkan uang.
“Maafin gue ya, Vel. Baju kita cuma bisa dapet segini.” kata Angeline.
“Nggakpapa, Bos. Ini aja untung karena ada yang mau beli.” kata Velyn.
Setelah selesai dari tempat penjualan baju mereka pun langsung pergi untuk menjual ponsel milik Angeline. Angeline langsung masuk ke dalam satu konter tampat jual beli ponsel.
“Permisi, Bang. Saya mau jual hape saya.” kata Angeline sambil menyodorkan ponselnya.
Penjaga sekaligus pemilik konter tersebut langsung mengecek ponsel tersebut. Lalu mulai menentukan harga, “Satu juta ya?” tanyanya.
“Ya ampun, bang. Saya belinya 15juta.” kata Angeline.
“Yaudah 2juta gimana?” tanya penjaga itu lagi.
“Gak bisa dinaikin lagi?” tanya Angeline.
“Udah pas, segitu.” kata penjaga tersebut.
Karena tawaran harga yang terlalu murah dan dirinya merasa uang tersebut tidak bisa mencukupi kebutuhannya bersama kedua sahabatnya akhirnya Angeline mengajak Velyn untuk pergi ke konter lainnya. Namun, harga yang ditawarkan tidak ada yang seusai ekpektasinya, bahkan dibawah 5 juta padahal perkiraannya bisa dijual sekitar 10jutaan.
“Kita ke mana lagi, Bos?” tanya Velyn.
“Satu lagi ya, Vel. Gue yakin kalau kita bakalan dapetin harga yang sesuai dan lebih gede lagi.” kata Angeline.
“Iya, Bos.” kata Velyn.
Velyn memang tidak pernah berani membantah ucapan Angeline yang dia anggap sebagai atasannya meski tidak ada kontrak kerja apapun antara keduanya.
“Ini terakhir, Vel.” kata Angeline.
Velyn mengangguk. Kini keduanya langsung masuk dan seperti biasa Angeline meengatakan kalau dirinya ingin menjual ponsel.
“Bang, saya mau jual hape. Kira-kira ini harganya berapa ya?” tanya Angeline.
“Coba saya liat.” kata penjaga konter.
Angeline pun menyodorkan ponselnya. Kemudian penjaga konter tersebut langsung mengecek keadaan ponsel untuk dapat menentukan harga yang pas untuk ponsel tersenbut.
“Berapa Bang kira-kira?” tanya Angeline kepada penjaga konter tersebut.
“Ini hape orang tua kamu?” tanya penjaga konter tersebut.
“Bukan, Bang. Itu hape saya.” kata Angeline.
“Kenapa dijual kan masih baru keliatannya.” kata penjaga toko.
“Iya karena butuh uang, Bang.” kata Angeline.
Angeline berkata jujur. Dalam hati dirinya berharap kalau penjaga konter tersebut mau membeli ponselnya dengan harga tinggi kalau dirinya memperlihatkan wajah memelas.
“Oh, gitu.” kata penjaga toko.
“Jadi berapa, Bang?” tanya Angeline yang tidak suka basa-basi.
“1,5juta ya?” tanya penjaga toko.
“Bang tolonglah jangan segitu.” kata Angeline.
Penjaga toko tetap kekeh dengan harga yang ditawarkannya karena dirinya menganggap kalau Angeline pasti akan memberinya dengan harga demikian, Angeline terus memperjuangkan dirinya agar bisa mendapatkan uang yang sedikit besar.
“Nggak bisa, Dik.” kata penjaga toko tetep kekeh.
Angeline berniat untuk menjualnya saja namun dirinya msih tetap ragu sampai seseorang datang dan duduk di samping dirinya. Orang tersebut adalah ibu-ibu yang sedang membeli pulsa listrik. Penjaga tokopun menghampiri ibu tersebut dan mengambil nomor token listrik yang akan di bayar lalu masuk ke dalam.
Angeline dan Velyn tertunduk lesu. Mereka lelah namun tidak bisa melakukan apapun lagi.
“Kenapa hapenya, Nak?” tanya ibu tersebut.
“Ini, Bu. Kami mau jual hape buat biaya pesantren tapi gak ada yang mau beli dengan harga mahal.” kata Velyn angkat bicara.
“Lho, mau pesantren di mana?” tanya ibu tersebut.
“Di daerah Jawa, Bu. Jadi kita butuh uang untuk biaya perjalanan sama hidup bertiga di pesantren itu.” kata Velyn.
“Memang butuh berapa?” tanya ibu tersebut.
“Kita nggak tau, Bu. Karena belum tau biaya di sana berapa.” kata Angeline.
“Gimana kalau gini aja, jual sama saya aja. Kebetulan saya punya uang 7juta di ATM.” kata Ibu tersebut.
Wajah Angeline dan Velyn otomatis langsung cerah. Mereka merasa beryukur karena tidak jadi jual sedari tadi. Merekapun mengangguk menyetujui.
“Iya, Bu. Silakan.” kata Angeline.
“Yaudah nanti ikut saya sebentar ke minimarket ya, saya ambil dulu uangnya.” kata ibu tersebut.
Mereka pun mengangguk.
Tak lama kemudian penjaga toko sudah selesai mengisi token listri di dalam ruangan di belakang. Lalu dirinya kembali dan menyerahkan sebuah nomor yang harus diinput untuk memasukkan pulsa listrik terseebut.
“Terima kasih, yuk anak-anak.” kata ibu tersebut.
Penjaga konter yang melihat Angeline dan Velyn pergi langsung berniat untuk menahan keduanya. Bagaimana mungkin dirinya merasa tidak mau kehilangan peluang emas mendapatkan ponsel bagus dengan harga murah. Dalam benaknya, dirinya ingin menjual lagi ponsel tersebut seharga 10juta karena memang ponsel tersebut masih baru dan banyak dicari oleh orang kaya.
“Eh, Dik, gimana hapenya?” tanya penjaga toko tersebut panik.
“Nggak jadi, Bang.” kata Angeline.
“Eh, saya naikin deh jadi 2juta.” kata penjaga toko tersebut.
“Nggak mau, Bang.” jawab Velyn.
“Saya naikin jadi 3juta!” teriak penjaga tokot.
Angeline dan Velyn terus berjalan mengikuti langkah ibu-ibu yang berniat untuk membeli ponselnya. Sesampainya di minimarket mereka berdua menunggu di luar meski ibu tersebut mengajak keduanya untuk masuk.
Alasan mereka mudah saja. Bila masuk ke dalamnya mereka harus gigit lidah karena mereka tidak bisa membeli apapun.
Setelah mengambil uangnya, ibu tersebut langsung kembali kepada Angeline dan Velyn dengan uang yang ada di tangannya.
“Ini..” kata ibu tersebut menyodorkan uangnya.
Angeline dan Velyn terkejut melihat uang tersebut. namun seketika Angeline sadar dan langsung mengambil uang tersebut lalu menyodorkan ponselnya.
“Ini, Bu. Hape saya.” kata Angeline.
Ibu tersebut tersenyum, mengangguk, lalu mengambil ponsel tersebut, “Oke.” katanya.
“Terima kasih banyak ya, Bu.” kata Angeline.
“Iya, Bu. Terima kasih.” kata Velyn menimpali.
“Iya sama-sama. Baik-baik di pesantren ya?” kata ibu tersebut.
Angeline dan Velyn mengangguk.
“Kalau begitu saya permisi dulu.” kata ibu tersebut.
“Bu, boleh saya menanyakan satu pertanyaan?” tanya Angeline.
“Boleh.” kata ibu tersebut.
“Boleh tahu kenapa ibu mau beli hape saya dengan harga tinggi tanpa ngecek hapenya dulu?” tanya Angeline.
Ibu tersebut tersenyum, “Saya merasa malu kepada Allah apabila saya tidak membantu kamu padahal saya bisa membantu.”