DDM 13 – Tragedi Masuk Penjara

2127 Words
*** Bagiku, ada dua rasa yang paling tidak bisa digambarkan dengan kata-kata, yakni luka dan cinta. Sebab, seperih apapun luka dan sebahagia apapun cinta, ketika digambarkan dengan kata-kata, takkan pernah ada orang yang benar-benar bisa merasakannya.   IG: Upi1612 ***   “Berhenti!” seru laki-laki tersebut.   Kini laki-laki itu dengan Angeline mulai terlibat aksi kejar-kejaran. Angeline terus dengan semangat berlari meski peluhnya mulai bercucuran.   “Gue gak mau berhenti!” seru Angeline.   Angeline pun akhirnya sampai di tempat janjian dirinya dengan kedua sahabatnya. Angeline seketika menghentikan larinya hingga laki-laki yang mengejarnya hampir saja menabrak tubuhnya bila saja laki-laki tersebut tidak bisa mengendalikan kakinya.   “Mau ke mana lagi, lo?” tanya laki-laki tersebut yang langsung mencekal tangan Angeline.   Angeline tidak lagi takut kepada laki-laki tersebut. “Ini, ambil. Jangan kejar gue lagi. Gue ngaku gue salah, gue minta maaf.” kata Angeline sambil menyerahkan dompet tersebut.   Meski sedang mengatakan maaf, mata Angeline mengedar ke segala arah mencari kedua sahabatnya.   “Enak banget lo ya,..” kata laki-laki tersebut.   Angeline langsung menarik tangan laki-laki tersebut dan melihat jam dari jam tangan laki-laki tersebut. Kini Angeline makin gelisah. Laki-laki itu menarik tangannya agar tidak bersentuhan langsung dengan kulit tangan Angeline.   “Ya ampun, udah satu jam lebih. Duh, mereka di mana?” tanya Angeline dengan panik.   “Mereka?” tanya laki-laki itu.   “Iya, temen-temen gue.” kata Angeline.   “Lo nyopet gak sendirian?” tanya laki-laki tersebut.   Saking paniknya Angeline hanya menganggukkan kepalanya saja jujur mengatakan kalau dirinya memang tidak sendiri dalam melancarkan aksi mencopet.   “Astaghfirullah. Nyopet itu tindakan yang..” kata laki-laki tersebut.   “Dosa? Iya gue tahu ini kita cuma kepepet aja.” kata Angeline yang makin khawatir tidak menemukan kedua teman dirinya.   “Lo harus ikut gue!” kata laki-laki itu sambil menarik tangan Angeline.   “Eh, lo mau bawa gue ke mana?” seru Angeline.   “Ke kantor polisi.” kata laki-laki tersebut.   Angelin sontak langsung meronta-ronta karena dirinya jelas tidak mau dibawa ke kantor polisi. “Lepas. Gue gak mau dibawa ke kantor polisi!” seru Angeline.   “Penjahat kayak lo harus dikasih hukuman biar jera. Pokoknya ikut ke kantor polisi!” kata laki-laki tersebut.   Seketika Angeline mengingat sesuatu. Kini terbesit di pikiran Angeline tentang kantor polisi. Dirinya mulai menduga kalau sahabatnya telah ditahan karena ketahuan mencopet. Mengingat begitu amatirnya dirinya dan kedua sahabatnta tersebut, Angeline berpikir kalau kemungkinan itu sangatlah besar.   “Lo tadi bilang apa? Mau bawa gue ke kantor polisi?” tanya Angeline yang sengaja menghentikan langkahnya.   Laki-laki itu berbalik meski tidak mau memandang mata Angeline. Terlebih Angeline cantik, dirinya tentulah laki-laki normal yang suka melihat gadis cantik. Namun, hatinya mengatakan kalau dirinya tidak boleh memandangi mata dan wajah Angeline tidak halal baginya.   “Iya, kantor po-li-si.” kata laki-laki itu dengan sengaja mengejanya.   “Ayo, gue mau. Sekarang ayo kita ke kantor polisi.” kata Angeline yang kini berjalan penuh semangat.   Laki-laki itu melepaskan tangannya lalu berjalan di sisi Angeline. Ntah mengapa firasat laki-laki tersebut merasa kalau Angeline tidak akan pergi meninggalkannya walau tangannya tidak dipegangi oleh dirinya.   Tak lama kemudian, Angeline pun sampai di kantor polisi. Dengan wajah tanpa dosa, Angeline pun masuk ke dalam penjara tersebut. Di dalam sana, dirinya langsung mengedarkan pandangan mencari tahanan baru yang masih berada di penjara bagian luar.   “Richie, Velyn!” seru Angeline yang melihat kedua sahabatnya sedang duduk di sana.   “Bos!” seru keduanya yang langsung berdiri.   “Kalian kenapa bisa ada di sini? Doh!” kata Angeline sambil memijit pelipisnya.   “Ini, Bos. Semuanya gara-gara dia. Dia nyopet polisi yang lagi nyamar jadi tukang somay.” kata Richie.   “Astaga, aduin aja terus aduin.” kata Velyn sambil kepada Richie.   “Sorry, Beb. Gue kelepasan.” kata Richie.   “Kelepasan-kelepasan lo kata gue kentut.” kata Velyn.   “Ih, udah-udah-udah. Kalian udah jadi tahanan tetap aja berantem. Sebentar gue mikir dulu.” kata Angeline.   Angeline mulai memijit pelipisnya. Angeline mulai mondar-mandir mencoba mencari jawaban. Laki-laki yang membawa Angeline hanya memperhatikan Angeline dari belakang.   Tak lama kemudian, Angeline melihat ada sebuah piring yang sudah kosong.   “Lo berdua udah makan?” tanya Angeline.   “Udah, Bos. Tadi dikasih.” kata Richie.   “Nah, yaudah kite bertiga di dalam penjara aja. Dari pada di luar penjara kita gak bisa makan.” kata Angeline.   Laiki-laki di belakang Angeline melotot tak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Angeline, begitu juga Richie dan Velyn.   “Astaga, Bos. Nggak-nggak mau, Bos. Nggak mau.” kata Velyn.   “Iya, Bos. Bener. Gue belom siap meninggal dengan status tahanan.” kata Richie.   “Dengerin gue, coba kalian pikirin. Kayaknya penjara lebih enak dari pada tidur di pemakaman sama gak makan-makan berhari-hari. Ini jalan paling bagus.” kata Angeline.   “Bos..” kata Velyn yang masih setuju.   “Bos, rasanya gue lebih rela meninggal di alam luar penjara, Bos.” kata Richie.   “Emang lo yakin, bakalan ada yang mau nguburin lo kalo lo di luar penjara? Liat, hidup ada gak ada yang peduli apalagi mati.” kata Angeline.   Richie dan Velyn terdiam. Mereka membenarkan apa yang dikatakan oleh Angeline. Melihat kedua sahabatnya terdiam, Angeline langsung menyimpulkan kalau kedua sahabatnya menyetujui apa yang dirinya katakan.   “Tolong laporin gue.” kata Angeline langsung berbalik sambil menyodorkan tangannya ke arah laki-laki di belakangnya.   Alih-alih memegangi tangan Angeline, laki-laki tersebut berjalan ke tempat petugas polisi, bagian administrasi. Angeline mengangguk mengerti. Dirinya kini senang karena laki-laki tersebut sepertinya benar ingin melaporkan Angeline dan membuat Angeline masuk ke dalam penjara bersama teman-temannya.   “Tunggu ya, Guys. Gue bakalan nyusul kalian.” kata Angeline.   “Bos..” Velyn merentangkan tangannya. Angeline pun maju dan memeluk sahabatnya itu.   Tak lama kemudian, Richie pun tidak mau kalah. Dirinya langsung memeluk kedua sahabatnya itu. Mereka lama berpelukan, benar-benar tiga sekawan yang saling menyayangi satu sama lain.   “Ekhm!” deheman seseorang menghentikan aksi pelukan mereka.   Mereka menoleh ke asal suara. Ternyata petugas polisi.   Angeline tidak mengatakan apapun, namun polisi tersebut langsung membuka jeruji yang mengurung kedua sahabatnya. Angeline pun tersenyum bahagia, dia berpikir kalau dirinya akan dimasukkan ke dalam penjara juga.   Di dalam penjara, setidaknya Angeline merasa dirinya tidak akan mengkhawatirkan makan lagi. Dirinya hanya perlu bersikap baik lalu selanjutnya akan dikeluarkan. Begitulah kiranya yang dipikirkan Angeline saat itu.   Angeline mengedarkan pandangannya ke segala arah mencoba mencari laki-laki yang sebelumnya membawanya ke kantor dan melaporkannya.   Saat pintu dibuka dengan semangat Angeline hendak masuk ke dalam sel.   “Lho, apa yang kamu lakukan?” tanya polisi tersebur.   “Saya ingin masuk ke dalam, Pak.” kata Angeline dengan polosnya.   “Tidak. Saya membuka sel ini karena ingin membebaskan kedua teman kamu.” kata polisi tersebut.   Angeline melongo. Velyn dan Richie pun terlihat sangat bersemangat. Mereka tentu ingin sekali di bebaskan. Meski mereka sempat merasakan masakan penjara namun mereka begitu ketakutan berada di dalamnya.   “Terima kasih, Pak.” kata Velyn dan Richie.   “Lho, Pak. Mengapa kami dibebaskan?” tanya Angeline. “Kami ingin di d-..” kata Angeline.   Velyn buru-buru membekap mulut Angeline agar tidak meneruskan apa yang ingin dikatakan oleh Angeline.   “Pokoknya kalian bebas.” kata petugas tersebut.   “Tapi siapa yang membebaskan kami?” tanya Richie yang penasaran.   Velyn melepaskan tangannya dari Angeline. Velyn maupun Angeline langsung menatap polisi tersebut. Mereka juga penasaran dengan siapa yang membebaskan mereka.   “Temanmu yang datang bersamamu tadi.” kata polisi tersebut.   Angeline hendak mengatakan sesuatu menanyakan mengapa laki-laki itu justru membebaskannya padahal dirinya meminta untuk memasukkan Angeline ke penjara. Velyn dan Richie yang mengethaui hal tersebut langsung saja berterima kasih lagi dan membawa Angeline keluar.   “Terima kasih, Pak.” kata Velyn dan Richie kompak.   “Kami permisi dulu.” kata Richie.   Lalu mereka pun keluar dari kantor polisi. Kini Angeline cemberut karena mendapati dirinya yang tidak jadi masuk penjara dan makan makanan yang disediakan seperti kedua temannya tersebut.   “Kenapa sih kita harus bebas.” kata Angeline.   Velyn dan Richie hanya bisa saling berpandangan, tidak mengerti apa yang harus dikatakannya kepada Angeline.   “Eh, Bos. Yang tadi siapa? Pacar lo?” tanya Richie yang langsung mengalihkan pembicaraan mereka.   “Pacar dari mana sih. Dia itu tadi cowok yang mau gue copet. Cuma ketauan, trus tadinya gue mau dilaporin, tapi gue gak tau kenapa dia justru bebasin kita semua.” kata Angeline.   “Ganteng banget tau, Bos. Mana baik banget lagi mau ngeluarin kita dari penjara.” kata Velyn.   “Beb, kok lo ngomongin cowok lain di depan gue sih?” tanya Richie yang melayangkan protes.   “Heh, lo berdua ya benar-benar. Vel, lo realistis dikit dong. Okelah tampangnya ganteng dan dia bebasin kita, tapi dia itu anti perempuan Vel, kayaknya si gay.” kata Angeline.   “Lho, kok lo bisa tau?” tanya Velyn.   “Vel, dengerin gue ya. Gue ini udah berpengalaman.” kata Angeline.   “Bos, bukannya lo gak pernah pacaran?” tanya Richie.   “Ah, sialan lo, Chie.” kata Angeline.   Velyn dan Richie seketika tertawa.   “Ah, pokoknya jangan dah. Cowok kok gak mau natap cewek cakep. Itu namanya gak normal. Kepegang sedikit aja kayak diulerin, hih! Apa coba namanya kalau gak gay? Gue yakin nih seratus persen.” kata Angeline.   “Emang iya, Bos? Tapi tampangnya baik-baik kok.” kata Velyn.   “Beb, cowok baik itu Cuma gue. Lo harus dengerin apa kata Bos, cowok itu gay. Mending ama gue, cowo tulen. Gue bahkan siap buat buktiin.” kata Richie.   “Omongan lo bikin gue pen mual anjirrr!” seru Velyn.   “Udah si udah. Pusing kepala gue.” kata Angeline.   “Maafin ya, Bos, dia duluan tuh yang mulai.” kata Velyn menunjuk Richie.   Richie hanya bisa menggaruk kepalanya. Richie ingin sekali melayangkan protes namun dia tidak mau Velyn justru marah kepada dirinya.   Angeline mengeluarkan dua buah permen yang dia ambil dari laki-laki yang ntah ke mana itu. Lalu memberikannya kepada Velyn dan Richie. Mereka berdua menerimanya dengan senang hati. Sekarang bagi mereka makanan terlihat sangat membahagiakan.   “Makasih, Bos.” kata mereka berdua sambil langsung membuka permen mereka masing-masing. Angeline melirik keduanya, dirinya merasa senang karena bisa menghadirkan kebahagiaan di mata kedua sahabatnya tersebut meski dirinya harus menahan rasa ingin memakan permen tersebut juga.   “Tapi cowok itu kemana ya? Kenapa langsung pergi gitu aja?” tanya Angeline.   “Udahlah, Bos. Kalau dia jodoh lo. Kalian bakalan ketemu lagi. Gue yakin.” kata Richie.   “Eh, dia jodoh gue.” kata Velyn.   “Jodoh lo itu gue. Gak boleh yang lain.” kata Richie dengan entengnya.   “Terserah lo berdua deh. Berantem-berantem dah sana yang lama.” kata Angeline yang langsung berjalan cepat meninggalkan mereka berdua.   Richie dan Velyn yang menyadari Angeline sudah jauh langsung berlari mengejar Angeline.   “Bos, tunggu!” seru keduanya sambil berlari.   Mendengar suara teriakan tersebut membuat Angeline hanya bisa mengangkat sudut bibirnya sedikit.   Mereka pun berjalan menuju pemakaman. Tempat terseram yang harus mereka datangi karena tidak memiliki tempat lain. Mereka sangatlah lelah, terlebih Angeline yang sudah lelah bercampur lapar. Meski bergitu, Angeline tidak mengatakannya kepada kedua sahabatnya tersebut.   “Kita harus tidur di balai ini lagi, Bos?” tanya Velyn dengan tatapan horror.   “Ya, abis kita harus ke mana?” tanya Angeline.   “Eh, bos-bos!” seru Richie.   Tatapan Richie tertuju pada sebuah Masjid. Richie langsung menunjuk Masjid tersebut.   “Liat, Bos, Beb. Ada orang yang lagi tiduran, kayaknya kita bisa tiduran di sana juga deh.” kata Richie.   Angeline dan Velyn langsung menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Richie.   “Wah, bener juga kata lo, Chie. Ayo, kita ke sana.” kata Angeline.   Mereka bertiga pun berjalan ke arah Masjid. Ini adalah kali pertama mereka menginjakkan kaki ke Masjid. Dan mereka merasa bingung apa yang harus mereka lakukan.   “Apa tidur di sini gratis?” tanya Velyn.   “Gratis deh kayaknya, nggak ada resepsionisnya soalnya.” kata Angeline.   “Eh, Bos. Tapi ada kotak yang dilubangin gitu. Kayaknya bayar deh, Bos.” kata Richie.   Angeline pun langsung mengedarkan pandangannya ke arah kotak tersebut. Kebetulan kotak tersebut tidak bertuliskan apa-apa. hanya kotak kayu coklat yang berlubang.   “Bener juga kata lo. Tapi gak ada tarifnya. Kayaknya bayar seiklasnya deh. Yaudah, kita cari di kantong-kantong baju kita siapa tahu ada uang.” kata Angeline.   Richie dan Velyn pun langsung mengangguk setuju. Mereka bertiga kini terlihat sibuk mencari uangan di saku-saku mereka.   “Bentar. Kayaknya gue punya uang. Di kantong celana gue ada kertas.” kata Angeline.   Richie dan Velyn pun langsung menghentikan aksi mereka lalu menatap Angeline, “Coba, Bos. Ambil.” kata mereka berdua.   Angeline pun buru-buru mengeluarkannya, namun harapannya akan uang sirna begitu saja. Kini di tangannya ada sebuah surat, Angeline sangat mengerti kalau surat tersebut adalah surat yang berasal dari kedua orang tuanya.   “Surat dari siapa, Bos?” tanya Richie.   “Dari nyokap bokap gue.” kata Angeline bersedih.   Mereka pun memutuskan untuk duduk di serambi Masjid, malam kembali membawa mereka bertiga ke bagian sentimentil dalam hidup mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD