6

1110 Words
Puri tentu saja tidak terima dengan keputusan Reno yang malah meminta pekerjaan dan menerima kartu ATM milik Ical. Baginya itu sangat tidak adil untuknya dan akan membahayakan nasib wanita-wanita lain di luar sana. “Pokoknya aku mau Om itu di penjara dan dihukum seberat-beratnya,” ulang Puri berapi-api. “Kita ini orang kecil, miskin dan nggak punya apa-apa. Nggak mungkin bisa menang melawan orang kaya seperti dia, Puri. Kamu pikir mudah melaporkan suatu kejadian ke polisi? Nggak segampang itu, Puri,” ujar Reno dengan tenang. Puri mendengus dan tidak mau mendengar penjelasan dari Reno. Baginya Reno hanya mencari alasan saja agar dia tidak marah padanya. “Polisi itu kerjanya menangkap orang jahat. Pasti kalau kita laporin dia ke polisi, dia akan ditangkap, Pa!” debat Puri merasa dia paling tahu segalanya. Reno tertawa kecil, mengejek ucapan Puri yang salah. Puri tidak tahu apa-apa, tapi dia merasa yang paling tahu. “Teorinya memang seperti itu, tapi prakteknya nggak seperti itu. Nggak ada uang, laporan nggak akan diproses. Kecuali kalau sudah viral.” Reno berjalan mendekati Puri yang masih duduk di ambang kasur. “Hidup ini memang seperti ini, Puri. Siapa yang punya uang, dia yang berkuasa,” sambung Reno lagi. Puri tetap tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Reno. Dia masih kecewa dan tidak terima dengan keputusan Reno. Reno menarik napas dan mencoba bersabar agar dia bisa meyakinkan Puri untuk mengikuti rencananya. “Kamu itu udah nggak perawan, Puri. Nggak akan ada laki-laki yang mau sama kamu. Daripada kamu sibuk buat menjarain Ical, nggak akan ada gunanya. Yang ada kamu yang rugi karena banyak orang akan tahu apa yang terjadi sama kamu. Lebih baik kamu manfaatin keadaan ini,” bisik Reno dengan suara yang begitu meyakinkan. “Maksud Papa apa?” Puri tidak tahu arti ucapan Reno. “Ical orang kaya, dia juga nggak mau ada yang tahu tentang kejadian ini. Dan ... dia juga udah kasih kita kartu ini. Kita pakai aja kartu ini untuk memenuhi kehidupan kita. Kalau kurang, kita tinggal minta lagi sama dia,” kata Reno sambil menunjukkan kartu ATM milik Ical. “Maksud Papa ... kita morotin dia?” Puri semakin terkejut dengan omongan sang ayah. Reno melirik Sinta dan mereka pun menatap Puri bersamaan. Mereka menggeleng pelan agar Puri tidak semakin menentang mereka. “Nggak, bukan. Bukan morotin, Puri. Kan dia sendiri yang kasih kita kartu ini. Kita nggak penrah minta ke dia buat kasih kartunya ke kita. Anggap aja ini bentuk pertangungjawaban dari dia karena udah bikin masa depan kamu hancur,” Sinta mengelak dengan halus. “Bukan gimana? Jelas-jelas Papa bilang dia akan minta uang lagi sama Om itu kalau uangnya kurang. Itu artinya kita morotin dia, Ma. Itu perbuatan jahat. Itu artinya kita itu orang jahat juga, sama kaya Om itu,” tepis Puri yang tetap menganggap mereka salah. Reno mulai emosi melihat Puri yang tidak mau diajak kerja sama. Dia mengepalkan tangannya kuat dengan gigi yang menggeretak lirih. ‘Kurang ajar. Dasar anak nggak tahu diuntung. Diajak hidup enak, malah sok suci,’ gumam Reno di dalam hati. Melihat Reno yang mulai marah, Sinta kembali membujuk Puri agar mau mendengar saran dari mereka. “Sayang. Kamu itu nggak tahu apa-apa tentang hidup ini. Apa itu orang jahat dan apa itu orang baik. Kami yang lebih tahu bagaimana harus bertindak agar bisa tetap hidup.” Sinta mengambil tangan Puri dan mengusapnya lembut. “Kamu dengerin Mama, ya? Kita ambil uang itu dan pergunain sesuai kebutuhan kita. Gimana? Lagi pula kita emang butuh uang ini buat kehidupan kita sehari-hari kan?” bujuk Sinta lagi. “Enggak. Aku nggak mau. Ini uang haram dan aku nggak mau makan uang haram,” tolak Puri dengan tegas. Mendengar ucapan Puri, Reno tidak bisa lagi menahan diri. “Kamu pikir ... uang yang kamu makan selama ini, itu uang halal? Uang yang kamu makan selama ini ... itu uang haram. Kamu tahu pekerjaan kita itu apa. Kita ini penipu. Kita menipu dari satu orang ke orang lain dan kamu tahu jelas tentang hal itu. Kamu bukan orang suci, kamu juga orang jahat yang harus di penjara. Kita semua harus di penjara karena kita semua orang jahat.” Reno membuat Puri tidak bisa berkata. Puri pun terdiam. Pikiran Puri berputar ke masa lalu, di mana dia selalu menemani kedua orang tuanya ketika mereka menipu orang. Walaupun Puri tidak berperan langsung dalam penipuan itu, Puri punya andil besar. Dia akan memberitahu tahu jika keadaan tidak aman. Setiap kali mereka selesai menipu, Puri pun akan mengalihkan perhatian korban agar kedua orang tuanya bisa kabur tanpa ketahuan. Puri harus pintar mengulur waktu agar kedua orang tuanya tidak tertangkap. Puri pun tertunduk malu. Dalam hatinya, dia tidak mau melakukan hal jahat tersebut, tapi dia tak punya pilihan lain. Dia sudah mencari pekerjaan ke mana-mana, tapi tidak pernah dapat. Kedua orang tuanya pun sama. Mereka hanya pengangguran yang hanya bisa mendapatkan uang dari menipu orang. Reno mendekati Puri dan menatap Puri dengan lekat. “Kita ini orang miskin. Untuk mendapatkan jodoh pasti akan sulit. Apalagi kalau mereka tahu kamu udah nggak perawan, mereka bukan hanya akan menolak kamu, pasti akan mengolok-olok kamu juga. Nggak akan ada yang mau nikah sama kamu. Kita hanya punya cara ini untuk tetap hidup dan dimanusiakan oleh manusia.” Reno mulai menyusupkan ucapan-ucapannya yang provokativ. “Kamu tahu kan gimana sengsaranya jadi orang miskin? Jangankan dihormati, dianggap ada aja udah beruntung. Orang-orang yang punya uang, punya kekuasaanlah yang bisa dimanusiakan. Apa kamu nggak mau dimanusiakan oleh orang-orang? Setidaknya ... kamu nggak terus-terusan hidup terhina dan direndahkan,” tambah Reno lagi. Puri mulai mendengar kata-kata Reno. “Dimanusiakan? Heh, aku udah lupa gimana rasanya dimanusiakan. Yang ada ... aku selalu dihina dan direndahkan.” Puri tersenyum miris. “Apa kamu nggak ingin membalas perbuatan mereka pada kita? Dengan kita punya uang, kita bisa melakukan apapun yang kita mau.” Reno terus menyerang pikiran Puri. “Balas dendam? Balas dendam?” ulang Puri dengan pikiran yang tidak menentu. Sinta melihat Puri mulai goyah dan mau menuruti keinginanya. Walaupun dia sedih karena merubah sifat baik Puri yang selama ini dia ajarkan, Sinta hanya bisa diam dan melihat apa yang akan terjadi. ‘Kamu anak baik, Sayang. Kamu pasti takut berbuat jahat. Maafin Mama. Mama terpaksa ngelakuin ini demi masa depan kita,’ batin Sinta sedih dan dilema. Dia tak berani menatap Puri dan memilih melihat ke arah lain. Puri terus berpikir dengan keras. Apa dia harus melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan hatinya? Selama ini ibunya selalu mengajarkan kebaikan, dia tidak mau ibunya kecewa padanya karena sudah melakukan hal yang tidak baik. Puri benar-benar dilema. Haruskah dia menuruti kemauan ayahnya atau tetap menjadi Puri yang baik dengan keadaan yang tak lagi sama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD