Pak,daripada dosa terus menerus. Bapak mending lamar saya aja deh,saya siap kok. Cuman kurang sempurna aja.
Pesan yang Callisa kirimkan padanya sekitar sejaman yang lalu hanya Aydan pandangi terus menerus,sangat tidak menyangka Callisa akan mengirimkan pesan seperti ini padanya. Kenapa kesannya Callisa sangat meminta kepastian padanya padahalkan Aydan tak pernah menawarkan hubungan padanya.
“Pak Aydan tak ikut makan siang Bersama kami?”
“Nanti Bu,saya ada urusan lain.”
Dosen yang tadi menyapanya mengangguk mengerti,meninggalkan Aydan sendirian didalam aula tempat acara pelatihan dilaksanakan. Aydan hanya menatap nanar layar ponselnya,ada nama lengkap Callisa disana. Harusnya tadi Aydan tidak membalas pesannya,cukup membacanya saja.
Sejenak,ia mengucap istigfar beberapa kali saat mengingat telah berkirim pesan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Kesannya terlalu aneh,Aydan yang biasa mengingatkan orang mengenai Batasan akan tetapi Aydan malah meninggalkan batasannya.
Menyimpan ponselnya,mengambil Qur’an kecil yang selalu Aydan bawa kemana-mana agar selalu ingat dengan Allah. Kali ini Aydan membaca beberapa ayat al-Quran sesekali membaca artinya yang sangat menyenangkan dan menenangkan sekali untuknya. Dekat dengan Allah sama saja dengan membantunya menemukan ketenangan yang jarang ditemukan dimanapun.
Menurutnya,apapun yang berhubungan dengan Allah akan selalu memberikan ketenangan,biasanya anak jaman sekarang menyebutkannya healing. Dalam pikiran Aydan,dekat dengan al-Quran adalah Healing paling terbaik sepanjang hidupnya.
Seperti ayat-ayat Al-Quran yang tiada duanya. Maka Aydan berharap nantinya bisa mencintai seorang perempuan yang tiada duanya. Nontifikasi pesan Callisa,juga Refleksnya dalam membalas pesan Callisa adalah kesalahan fatal. Harusnya Aydan tetap membatasi dirinya dalam mendekatkan dirinya pada Allah,perempuan memang selalu berhubungan dengan dosa jika lelaki tak pandai mengatur pandangannya.
Wa qarna fii buyuutikunna walaa tabarrajna tabarrujal jaahiliyyatil uulaa
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” Bacanya pada surah yang barusan ia baca,dimana menjelaskan tentang seorang perempuan juga kedudukannya dalam bekerja.
Ayat ini berasal dari surah al-Ahzab ayat 33,menjelaskan bagaimana seorang perempuan dalam bekerja juga dalam memperjuangkan kariernya. Dalam kamus Aydan juga pelajaran yang orangtuanya berikan sejak dulu,Aydan selalu diajarkan mengetahui informasi detail berasal dari ayat-ayat Allah,dimana takkan ada kemunafikan didalamnya.
Setelah membaca Al-Quran sekitar 30 menitan,Aydan memutuskan berdiri dan menuju kamarnya. Membawa semua berkasnya. Semua pelatihan juga pekerjaannya disini akan berjalan selama seminggu,sedang Aydan baru 2 harian disini. Jadi masih ada 4 hari lagi sebelum kembali ke Jakarta.
Selama disini,ada banyak dosen yang berlalu Lalang. Sengaja pihak panitia menyewa satu Gedung lalu di kosongkan agar semua dosen dari semua daerah nyaman dan tidak merasa terganggu dengan sekitar. Aydan akui,ia merindukan suasana rumahnya,mengajar anak-anak juga adik-adiknya yang sesekali mengirimkan pesan untuk menanyakan kabarnya.
Sebagai anak pertama,tentunya Aydan adalah tulang punggung keluarga. Meskipun adik keduanya telah menikah dan adik bungsunya memilih berada dibawah asuh nenek mereka,tapi Aydan tetap merasa bertanggungjawab dengan semuanya. Ia tetap menjadi kepala keluarga untuk keluarganya,karena orangtuanya telah meninggal sekitar 14 tahunan yang lalu.
Sesampainya di kamar,Aydan langsung menyimpan berkasnya di meja lalu membersihkan diri. Berkutat dengan pekerjaannya,sebenarnya Aydan harus melanjutkan sekolah pesantren tapi dia memilih menjadi dosen daripada pimpinan pondok pesantren tahfidz.
“Akan nenek biarkan kamu melakukannya,Nak. Tapi jangan lupa dengan ilmu yang harus kamu bagikan agar bermanfaat pada semua orang. Jangan sampai ilmu agamamu malah sia-sia dan tidak kamu salurkan pada santri-santri yang membutuhkan.”
Menghela napas pelan,Aydan membuka buku dzikir yang sengaja ia bawa kemari. Didalam kopernya memang berisi banyak buku untuk menutupi kejenuhannya didalam kamar,menambah ilmu dan memeriksa tugas para mahasiswanya yang sengaja di kirimkan jalur online.
Lâ ilâha illallâhu wahdahû lâ syarîkalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alâ kuli syai-in qadîr.
Aydan membacanya terus menerus,merasakan bagaimana tentramnya hatinya sekarang ini. Selain risau akan masa depannya,saat ini Aydan juga terganggu dengan kehadiran Callisa yang entah kenapa mengusiknya. Sudah banyak perempuan yang sesekali datang padanya,kenalan ataukah menawarkan ta’aruf lewat neneknya,tapi semuanya tak berhasil mengusiknya,hanya seorang Callisa yang berhasil melakukanya.
“Jadi menurut Pak Aydan sempurna itu bagaimana? Aku harus memakai jilbab begitu? Memakai pakaian yang berbanding terbalik dengan pakaian sehari-hari saya,begitu? Itu yang dinamakan perempuan paling sempurna? Lantas,pujian apa yang saya terima selama ini? Dari segi keluargaku,temanku dan orang-orang sekitarku. Mereka mengatakan saya sempurna,lalu Pak Aydan?”
Mata lelaki berumur 29 tahun itu kembali tertutup,membaca dzikir lalu beristigfar selama beberapa kali atau mungkin puluhan kali? Sampai kapan Aydan akan terus berlari dan menghindari ketertarikan hatinya pada perempuan bernama Princess Callisa itu? Perempuan yang sangat jauh dari tipenya sejak dulu.
“Halo Pak Aydan,”
“Siang Pak Aydan.”
“Datar banget mukanya,Pak.”
Suara-suara sapaan Callisa menghentikan dzikirnya sejenak,lalu Aydan kembali melanjutkannya. Dekat dengan perempuan memang sangatlah bahaya sekali,mungkin sehabis pulang dari sini Aydan harus menjaga jarak dengan Callisa untuk menjaga ketaatannya pada Allah selama ini.
Sekitaran sejam kemudian,Aydan memutuskan untuk turun jalan-jalan daripada bosan didalam kamarnya. Acara akan dilanjutkan sehabis ashar nanti,siang ini semua tamu yang hadir dibiarkan istirahat agar tetap fokus mengikuti semua acara.
“Kenapa harus ninggalin Ratu sama Kak Rei sih? kan aku juga yang kena,kak. Mana bawel banget. Aku bukannya engga mau menjaga kak,senang malah karena ada ponakan. Cuman Ratu tuh nyebelin,aku mau tenang malah diajak main. Aku kan lagi galau,Pak Aydan tukang ghosting.”
Kaki Aydan berhenti melangkah,sekitar tiga langkah didepannya ada Bu Rasya yang sedang telponan dengan Callisa. Kenapa kebetulan sekali dengan kedatangan Aydan di lantai satu? Mana ada nama Aydan yang Callisa sebutkan tadi.
“Pak Aydan yang ghosting kamu atau kamu yang terlalu berharap,Dek? setau kakak Pak Aydan engga pernah tuh deketin kamu,kamu yang selalu datang ke kampus ngapelin walaupun engga pernah dianggap.”
Mungkin,Bu Rasya belum menyadari keberadaan Aydan di belakangnya,Aydan juga sengaja memelankan langkahnya malahan sengaja mencuri-curi dengar pembicaraan mereka.
“Jahat banget sama adik sendiri,mending kak Rasya pulang deh atau minta Kak Rei bawa Ratu kesana.” Suara Callisa kembali terdengar,entah apa yang lucu,Aydan tersenyum tipis di tempatnya.
“Princess Callisa yang paling can-“
“Jangan puji-puji deh kak,mau aku secantik apa juga,Pak Aydan engga bakal lirik aku. Mana pesanku cuman dibaca engga dibalas sama sekali. Aku pengen hapus tapi udah engga bisa,malu banget aku kak. Mana bahas lamar-lamar lagi. Pak Aydan pasti makin mengira aku engga punya harga diri,malu!”
Aydan tersenyum tipis lagi,memilih membelokkan kakinya kearah ruang santai tak jauh dari tempat rekan dosennya itu berdiri,Aydan mengambil salah satu buku didalam sana lalu membacanya. Ada beberapa tamu juga sepertinya didalam sini,mungkin tidak biasa istirahat siang makanya disini.
Rekan dosennya yang bernama Rasya Putri Adinda itu sepertinya menelpon dengan mode dibesarkan suaranya makanya Aydan bisa dengar dengan jelas pembicaraan mereka.
“Perempuan mana yang bisa mengontrol hatinya kalau sudah berhubungan dengan orang dicintainya,Dek? anggap saja itu sebagai pelajaran palingan juga Pak Aydan hanya menganggapnya angin lalu,kemudian melupakannya esok harinya. Udah,anggap biasa aja.”
Bacaan Aydan terhenti sejenak,jaraknya dengan Bu Rasya hanya beberapa tempat. Ibu satu anak itu juga ikut masuk kedalam ruang santai dan duduk tak jauh darinya.
Melupakan esok harinya? Mana mungkin Aydan melupakan pesan yang Callisa kirimkan. Sejak tadi pesan itu selalu terputar-putar dalam otaknya. Lamar katanya? Kenapa Callisa sangat mudah mengetiknya?
“Galau aku kak,galau banget. Ditambah telepon terus menerus berasal dari Mami. Katanya Mami bakal sibuk 4 hari kedepan makanya mengusahakan menelponku. Masih inget punya anak gadis dia,kak,”
“Ush Dek! jangan gitu bicaranya. Kan ada kakak,Mba Deva dan ketiga kakak gantengmu yang bersedia menemanimu.”
“Bahas ganteng,aku jadi kangen liat muka gantengnya Pak Aydan.”
Dibalik bingkai kacamatanya,Aydan menahan senyumnya. Berusaha fokus membaca buku yang ada ditangannya,tetapi telinganya tetap fokus mendengarkan pembicaraan itu. Sangat tidak menyangka ada perempuan seunik Callisa,sangat suka mengatakan apapun yang berhubungan dengan hatinya tanpa ragu.
Sudah banyak perempuan yang biasa Aydan temui,dan sejauh ini hanya Callisa selalu mengatakan apapun yang ada didalam hatinya secara gambling. Unik ya?
“Mata kamu keknya dipenuhi dengan Pak Aydan terus. Eh kakak baru ngeh,tak jauh dari kakak ada Pak Aydan yang sedang baca buku. Fokus banget baca bukunya,mau liat engga?”
“Mau!”
Dalam beberapa menit,tak ada suara yang Aydan dengarkan. Ia sangat yakin dua perempuan itu pasti sedang membahas Aydan dengan cara berbisik. Bermenit-menit kemudian,dari ujung kacamatanya Aydan melihat Bu Rasya berlalu,meninggalkan ruang santai.
Selepas kepergiannya,Aydan melepaskan kacamatanya lalu menghirup oksigen dengan sangat cepat. Kenapa rasanya mendebarkan sekali? Serasa ada Callisa didepannya,berceloteh Panjang lebar lalu menanyakan soal kesempurnaannya yang entah kapan ada jawabannya.
Memperhatikan sekitar,Aydan memilih melanjutkan bacaannya sembari menunggu waktu shalat ashar. Ia tidak terbiasa dengan tidur siang apalagi mendekam didalam kamar tanpa melakukan apapun.
***
Allahumma bika amsaynaa wa bika ash-bahnaa wa bika nahyaa wa bika namuutu wa ilaikal mashiir.
Bersama terik matahari sore hari,Aydan duduk di balkon kamarnya yang langsung tertuju pada bagian barat. Memperlihatkan matahari yang perlahan tenggelam,karena acara baru selesai sekitar beberapa menit lalu,masih menggunakan kemeja. Aydan duduk disini sembari membaca dzikir petang yang hampir terlewatkan karena pekerjaan duniawi.
Seberusaha mungkin,Aydan akan berusaha untuk membaca dzikir-dzikir agar selalu ingat Allah. Bisa menjadi perisai untuknya dari marabahaya,tangannya terus bergerak tanpa henti,sesekali tersenyum merasakan kedamaian tiada duanya.
Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai-un fil ardhi wa laa fis samaa’ wa huwas samii’ul ‘aliim.
Rodhiitu billaahi robbaa wa bil-islaami diinaa, wa bi-muhammadin shallallaahu ‘alaihi wa sallama nabiyyaa.
Membacanya masing-masing tiga kali,Aydan akan terus mendekatkan diri dengan agama. Menjadikan agama sebagai tempat pulangnya. Sepuluh menit kemudian,dzikirnya selesai. Aydan segera masuk kedalam tak lupa menutup pintu balkon dan langsung membersihkan diri,sebentar lagi masuk waktu maghrib.
Sekitar sehabis isya,semua tamu undangan berkumpul kembali untuk acara makan malam. Saling bertemu dengan sesama dosen dari berbagi daerah. Berbagi pengalaman satu sama lin,Aydan juga sengaja memilih tempat agak jauh dari kaum perempuan dan bergabung di meja dimana isinya semua laki-laki.
“Senang rasanya bisa satu meja dengan Dosen yang sejak kemarin dianggap paling berprestasi,terimakasih sudah memilih meja kami,Pak Aydan.”
Aydan membalasnya dengan anggukan hormat dan senyuman tipis,setiap narasumber yang memberikan pelatihan memang selalu menyebutkan nama Aydan dan katanya teman Aydan. Aydan selaku orang yang disebutkan sudan tak ingat,hanya membenarkan saja.
Setiap bertemu dengan dosen dari kampus lain maka mereka akan menyapa Aydan dengan hormat,padahal Aydan tak begitu menginginkannya. Setelahnya,melanjutkan acara makannya sesekali ikut nimbrung dalam pembahasan yang lainnya.
“Katanya sih narasumber besok berasal dari luar negeri,sengaja di undang demi memberikan pengalaman pada kemajuan Pendidikan di Indonesia. Semua dosen yang ada di harapkan hadir agar tak melewatkan momen ini,padahal kirain narasumber utamanya akan dihadirkan di hari terakhir gitu,”
“Kalau soal itu sudah sangat tersebar informasinya,Pak. Sengaja dipercepat karena ada jadwal yang sama dengan acara lain di negara tetangga,narasumber tersebut meminta dipercepat untung bisa.”
Sembari makan,Aydan mendengarkan pembahasan mereka,ia baru tau ada pemateri yang berasal dari luar negeri. Aydan kira semua pemateri hanya dalam negeri saja,dan hanya memberikan wejangan tentang dunia universitas akhir-akhir ini. Tak mau berlama-lama,Aydan memutuskan untuk selesai makan dan pamit.
Memilih jalan-jalan keluar masih mengenakan pakaian putih-hitam sesuai dengan aturan dalam surat dinas,itu digunakan saat ada acara pelatihan atau pertemuan. Sepanjang jalan-jalan,Aydan sengaja memasukkan tangannya di saku celana,menikmati angina malam yang lumayan dingin.
Suara tawa para dosen sangat jelas Aydan dengarkan,senang rasanya bisa melepaskan penat dari jadwal padat mengajar juga kumpulan mahasiswa yang mengumpulkan tugas. Sebagai dosen,Aydan juga Lelah tapi Namanya juga pembelajaran dan bukan asal memberikan materi bukan?
“Pak Aydan mau saya mengenakan jilbab,begitu? Setelahnya barulah Pak Aydan melirik saya sebagai perempuan sesungguhnya bukan lagi perempuan asal lewat saja?”
Lihatlah,suara Callisa kembali terputar dalam pikirannya. Masalahnya,keluarga Daravendra sangatlah terkenal,semua putranya berada di bisnis kejayaan. Nama Callisa juga banyak dikenal karena kepintaran juga kecantikannya,ditambah Callisa adalah satu-satunya perempuan di keluarga itu.
Allah memang tidak mengutamakan status sebagai syarat utama menikah,tapi Aydan-lah yang merasa tidak pantas untuk perempuan setinggi kasta seorang Callisa. Hanya modal tampang saja? apa iya keluarganya akan berhasil hanya dengan itu?
Yang terpenting dalam menikah adalah sama-sama berasal dari agama islam.bukan termasuk mahram,wali nikahnya jelas,tidak sedang berhaji dan paling sering perempuan utamakan adalah bukan paksaan. Dan Aydan dan Callisa sudah termasuk didalamnya,semua rukun nikah berhasil mereka capai,namun Aydan tidak merasa sepantas itu.
Ia hanya berharap Callisa bisa menemukan laki-laki yang sesuai,dan Aydan juga sama. Bersama Callisa terlalu banyak halangannya membuat ia tak begitu percaya diri. Tersenyum tipis,
“Takdir untukmu akan melaju kearahmu dan yang bukan takdirmu akan melewatimu,itulah yang harus aku utamakan. Semoga kamu bisa menemukan seseorang yang bisa menikahi kamu tanpa pikir Panjang,Callisa.” Gumamnya diantara desiran angin malam.
“Jika memang Allah menjodohkan kita di dunia ini,maka pertemuan itu akan terus berlanjut dan keraguanku akan semakin menghilang tergantikan dengan rasa percaya. Allah mana mungkin memberikan kita pertemuan andaikan tak ada tujuannya,Callisa.” Lanjutnya seolah dihadapannya ada Callisa yang menunggu jawabannya.
“Entah bertujuan untuk saling mendewasakan,saling mempelajari cinta ataukah hebatnya sebuah perpisahan?” Aydan merasakan kepedihan atas perkataannya yang terakhir,”Atau memang bertujuan untuk pernikahan?” tersenyum lalu menggeleng.
“Takdir Allah,tidak ada yang tau jawabannya,Callisa.”
Mata Aydan menyorot kedepan,seolah disana tak jauh darinya ada Callisa yang melambaikan tangan padanya. Tersenyum sumringah seolah mengatakan.
“Takdir Allah memang tak ada yang tau jawabannya,Pak Aydan. Tapi dengan berusaha serta yakin maka bisa saja kita menemukan takdir itu juga jawabannya,Allah bisa saja luluh melihat bagaimana kita berjuang demi pernikahan yang suci dalam menghindari semua larangannya. Pak Aydan tak mau melakukannya? Berjuang bersamaku?”
Walaupun khayalan,Aydan menggeleng dalam imajinasinya sendiri.
“Kamu tidak tau bagaimana hebatnya saat harapan berbalik menjatuhkan kita,Callisa. Sakitnya,tidak akan pernah dibayangkan dengan apapun. Maka dari itu,Allah menegaskan kita hanya percaya pada-Nya atau kita akan jatuh tanpa pertolongan-Nya.” Lirihnya,membalikkan badannya meninggalkan bayangan Callisa di belakang sana.
Khayalan,namun terasa nyata sekali.