7 - Bersama Keluarga Itu,Ada

2224 Words
“Dek,penampilan kamu kenapa hari ini?” tanyanya saat pertama kali masuk kedalam ruang makan,penampilan adik bungsunya itu sangat berbeda dari biasanya. Biasanya jika pagi tiba,Callisa akan heboh sendiri memperbaiki rambutnya ditemani cermin di tangan kanannya. Beberapa alat make-up akan Callisa bawa kemeja makan,tetapi pagi ini? Callisa hanya melamun,seperti tidak minat makan sama sekali. “Dek Callisa lagi merana. Ayangnya lagi dinas,kakak kenapa kesini pagi-pagi?” Raymond datang membawa sepiring roti panggang dan menyimpannya di hadapan Callisa,mengelus kepala adiknya dengan sayang barulah mengalihkan pandangannya menatap kakak sulungnya yang masih menatap Callisa aneh,jangan lupakan rumah mereka semua satu kompleks. Sengaja melakukannya agar tak jauh dari Callisa tentunya. “Pengen ketemu kamu bahas bisnis baru sekaligus ketemu Princess,kamu tidak makan?” Callisa masih melamun,menatap lurus kedepan. Wajahnya saja hanya terpoles skincare biasa saking malasnya. Sejak 2 hari ini,Aydan si tukang ilang itu tak membalas pesannya sama sekali. Bisa dikatakan mereka bertukar pesan hanya hari itu saja,selebihnya tak pernah lagi. Padahalkan Callisa sudah terbang tapi kenapa ngambang sih? Aydan ganteng itu tak ada niatan menjemput Callisa diambang ketinggian ini? Uh! Princess makin merana kalau begini. Senyuman tipis Aydan tempo hari terus berbayang-bayang dalam ingatannya,Ya Tuhan! Callisa makin engga tau mau ngapain kalau kangen begini. “Dek,bagaimana kalau kamu ikut kakak kerja aja? Hari ini kakak hanya keliling ngecek hotel di bagian semarang aja. Kakak bawa Ratu juga,kan Rasya lagi dinas juga.” “Engga mau,engga minat jadi pangasuh dadakan.” Mau tak mau Raymond tertawa mendengarnya,hanya saling pandang dengan Reika lalu melanjutkan acara masaknya. Dirumah ini ada pembantu,tapi kalau mau Raymond pasti masak dengan sendirinya,membuat makanan untuk adik tersayangnya juga. “Atau mau belanja aja? Kakak bisa kas-“ “Kakak berangkat kerja aja deh. Eh tadi mau bahas kerjaan dengan kak Ray kan? Kak,itu masaknya di pending aja dulu lagian yang ini aja aku belum makan. Sana ih,jangan ganggu perempuan yang lagi galau,” tangannya ia kibaskan ke udara pertanda memang tidak mau di ganggu. Kedua kakak Callisa saling pandang dan menggelengkan kepalanya kompak,tapi tetap menuruti keinginan Callisa membiarkannya sendiri. Sepeninggalan kedua kakaknya,Callisa meraih ponsel yang sejak tadi ia abaikan,banyak pesan dari teman masa kuliahnya yang menanyakan kenapa Callisa batal camping dan hanya membiayai semuanya. Ada pesan dari kedua kakak iparnya,Mami-Papinya juga beberapa teman lama. Sayangnya,nama paling atas yang sengaja Callisa pin, kosong pertanda tak ada pesan darinya sama sekali. Rindu itu berat,benar apa yang karakter Dilan katakan dalam film atau novelnya. Tapikan Callisa juga engga mau rindu,hatinya yang merindukan bukan dirinya. Gini loh,kenapa sih harus ada kata rindu kalau ujung-ujungnya engga bisa sampe? Kalau tau akan begini,Callisa tidak akan memberikan nomor ponselnya sama ayang. Terserah Aydan pusing sendiri saat Callisa hilang kabar lagian kan mereka engga punya hubungan apa-apa,ngambang pemirsah. Hapal huruf hijaiyah saja dulu,Callisa. Kamu mungkin sudah melupakan semua bacaan dasar IQRA. Pesan terakhirnya pun hanya berisi pesan kemarin,2 harian yang lalu. Pak Aydan memintanya untuk menghapal huruf hijaiyah memang faktanya Callisa benar-benar sudah melupakannya. Niat hati ingin menghapal ayat kursi,hapal huruf hijaiyah saja tidak. Bukan tidak hapal sih,Callisa hanya lupa. Pas sekolah dulu pernah kok hapal dan tau bacaan-bacaan dasar. Walaupun pas hapal surah-surah pendek mendapatkan banyak teguran dari guru agama dari caranya salah,Panjang pendeknya,dengungnya dan penyebutan hurufnya yang salah. Walaupun sekolah elit,Callisa sengaja memilih pelajaran agama dengan iming-iming akan tau sedikit saja untuk mempertegas jika Callisa memang beragama islam. Ternyata tidak gampang mempelajarinya,jadinya baru semester awal Callisa sudah melepaskan pelajaran itu,plin plan memang. “Princess,” dengan malas matanya menatap Reika yang kembali ke meja makan menghampirinya. Dalam semenit,Callisa bisa merasakan tangan hangat kakaknya mengelus kepalanya. “Kakak dan Ray akan keluar urus kerjaan,ada Mba Deva dirumah. Kamu kalau butuh teman curhat kesan aja,Akaf hari ini lagi keluar juga urus vila barunya di bogor dan palingan pulang malem. Pas kakak pulang nanti,kamu mau titip sesuatu?” “Bawain Pak Aydan boleh engga kak?” Bersama kakaknya,Callisa akan selalu manja begini. Reika tertawa mendengar permintaan itu,menjawil hidung adiknya,”Kamu benar-benar sudah besar sekarang ya? Baru aja kemarin merengek minta dibeliin ponsel sekarang sudah pusing tentang cinta. Aydan akan datang padamu kalau memang Allah mengatakan demikian,sabar ya.” Berpikir sebentar,”Kak Rei masih hapal huruf hijaiyah tidak?” “Tau,masa umur begini tidak hapal. Kakak kan sesekali ikut acara pengajian bareng temen,kenapa hmm? Kamu mau belajar Al-Qur’an lagi? Beneran?” Ia tak langsung menjawab,ragu. “Dek,agama tidak pernah menyulitkan pengikutnya. Kakak tidak pernah merasa kesulitan setiap kali berhadapan langsung dengan Al-Qur’an,kakak selalu mendengar kajian dengan baik walaupun tak hadir setiap harinya. Kakak tetap shalat dan berusaha curi-curi waktu untuk mengaji. Dek,belajar agama tidak perlu diseberluaskan,kamu hanya perlu percaya sama diri kamu kalau kamu menginginkannya,” Reika memeluk adiknya dengan sayang,adik yang tidak akan pernah ia biarkan terluka sedetik pun. Callisa adalah berlian yang akan Reika jaga melebihi anak istrinya sendiri. “Kalau memang kamu tertarik dengan islam,kami semua akan mendukung malahan senang kamu makin dekat dengan agama tanpa perlu kami paksa. Maafkan Mami dan Papi karena terlalu sibuk dengan kerjaan jadinya tidak ada waktu mengajarkan kamu pentingnya agama,” Melepaskan pelukan kakaknya,”Memangnya belajar agama ada hubungannya dengan orangtua?” “Callisa sayang,orangtua adalah madrasah pertama untuk seorang anak. bagaimana anak itu saat dewasa nanti,sudut pandangnya,status agamanya,sikapnya dan bagaimana pengetahuannya semuanya tergantung bagaimana orangtua mendidiknya saat pertama datang di dunia ini,” di tempatnya Callisa mendengarkan apa yang kakaknya katakan. “Kami semua tetap melaksanakan shalat hanya saja tidak menampakkannya,lagian untuk apa? Kamu berpikir kami tak pernah belajar agama bukan?” Callisa mengangguk dengan cepat,ia kira semua kakaknya serta kakak iparnya tak pernah tau soal agama,sepertinya. “Mba Deva tau mengaji,dulunya rajian kajian di keluarganya sebelum menikah dengan Akaf. Rasya kemarin memperkenalkan kamu dengan adik tingkatnya yang pandai agama kan? Nah,menurut kamu bagaimana Rasya bertemu dengannya? Dengan jalur Rasya ikut eskul rohis diantara banyaknya organisasi yang dia ikuti.” Semuanya Reika katakan dengan tenang, “Selama ini kamu kan tinggal di Paris sama Mami-Papi. Baru tinggal disini habis wisuda. Kakak berangkat kerja dulu,love you Princess.” Callisa menatap punggung kakaknya yang menghilang dibalik pintu,tertunduk menatap layar hitam ponselnya. Jadi selama ini Callisa salah kira? Ia menganggap semua kakaknya lalai pada agama tapi ternyata Callisa-lah yang lalai pada agama. Mereka semua mengerjakannya tapi tidak mengumbarnya. Mungkin ini Namanya,jangan menilai orang meskipun dia orang terdekatmu sekalipun. Ada banyak hal yang kamu lewatkan,mau menghabiskan waktu seribu tahun kamu tidak akan bisa memahami satu manusia,karena didalam diri mereka ada banyak teka-teki yang tidak bisa ditebak. “Ternyata duniaku masih jauh,” gumamnya,mulai memakan roti panggang yang tadi Raymond sediakan untuknya. Sembari mengunyah rotinya,ia mengetik sesuatu di laman pencarian. Berapa jumlah huruf hijaiyah? “Diketahui ada 28 huruf hijaiyah tunggal dan 30 jika dimasukkan huruf rangkap alif dan hamzah sebagai huruf yang berdiri sendiri. Tapi disini ada yang bilang jumlahnya 29,tau jumlahnya aja bikin puyeng. Aku masih pinter ngaji engga sih?” tanyanya pada diri sendiri,menyimpan ponselnya dimeja mengabaikan sejumlah artikel yang memberitahu jumlah huruf itu. Berdiri mengambil minum di kulkas,”Kalau engga salah sih,kalau titiknya dibawa huruf jadinya Ba,kalau diatas terus titiknya dua berarti Ta. Terus kalau diatas juga dan titiknya tiga berarti Tsa. Iya engga sih?” membuka tutup botol minuman dan menuangnya di gelas. “Tapikan ada Fa juga,benar kan?” Callisa menunjuk dirinya sendiri di pintu kulkas,pantulan dirinya yang sedang menggunakan rok sepanjang lutut ditemani baju model Halterneck. Baju ini memamerkan leher juga bahunya. Tapi bagian depan tetap aman,tapi kalau bertemu dengan Pak Aydan dengan modelan begini maka palingan Callisa akan langsung diabaikan,dianggap angin lalu kali ya? Mengidikkan bahunya tak peduli,Callisa meninggalkan Kawasan ruang makan setelah menyimpan piringnya di wastafel. Membiarkan suara sepatu tingginya menggema di rumah besar pasti penghuninya hanya Callisa,apa ia harus ke rumah Mba Deva ya? Tapi Callisa sedang dalam mode malas bicara saking sedihnya,Pak Aydan malah mengabaikannya. Pak,masih kerja ya? Eh,masih dinas maksudnya. Point penting yang harus di junjung tinggi dalam memperjuangkan jodoh sendiri adalah berani memulai atau kamu akan dilupakan,dan seseorang yang kamu sudah kamu pilih sebagai jodohmu malah berjodoh dengan orang lain,kan sama saja dengan mengorbakan hati sendiri. Menurut Callisa,Allah memang yang menentukan jodoh seseorang. Tapi perlu ada perjuangan juga untuk menemukannya dan mendapatkannya seperti sekarang ini,Callisa sedang berjuang mendapatkan jodohnya,Aydan Athallah. “Non Callisa,ada telepon dari Nyonya Engki.” “Engga mau,aku ngambek sama mereka. Tanya aja,Bi. Kalau mau tau kabarku cukup telepon salah satu putranya,oke?” “Baik Non.” Callisa ditinggalkan sendiri lagi,duduk sendirian di ruang keluarga,tv besar didepan sana menampakan dirinya yang sedang duduk merana. Pesan yang Callisa kirim sekitar 15 menitan yang lalu belum dapat balasan juga,masa di ghosting? Ting. Matanya berbinar tetapi kembali meredup karena pesan yang masuk berasal dari kakak iparnya,Mba Deva. Dek,kenapa ngambek sama Mami katanya? Mami pengen bicara sama kamu sebelum fokus kerja 4 hari kedepan. Apa perlu Mba kesana dan dengar kamu bicara? Kenapa Maminya tak menelponnya langsung? Karena Callisa sudah memasukkan nomor Mami-Papinya dalam daftar hitam yaitu mereka tidak akan bisa menelpon Callisa,dalam kata gaulnya Callisa memblokir nomornya. Malas,memikirkan orangtua sibukanya hanya akan membuat moodnya anjlok banget. Callisa lagi sibuk Mba,ada urusan mendadak. Sore nanti aku akan kesana,sayang Mba Deva. Mencintai akan selalu membuatmu merana,Callisa sudah merasakannya. Perasaannya pada Aydan Athallah memang terbilang sangatlah cepat. Callisa juga heran mengapa bisa secepat ini jatuh cinta padahal ia bukan tipe perempuan seperti itu,Callisa juga sudah terbiasa dengan cowok ganteng. “Namanya juga hati,mana bisa nentuin.” Gumamnya malas,kembali menyandarkan punggungnya di sofa lalu bergumam mengikuti musik yang ia putar. “Takkan siakan dia… Belum tentu ada yang sperti dia… Satu dunia tau aku bahagia…” suara musik yang terus menggema disertai dengan Callisa yang menyanyi. Lagu dari Govinda berjudul Hal Hebat itu memang lagu favoritnya,menurutnya lagu yang menggambarkan betapa bahagianya pasangan dalam mencintai. “Non,ada temennya di depan.” Musiknya terhenti,sengaja meninggalkan ponselnya di sofa lalu berlari kecil menuju kamar. Sejak semalam memang ada temannya yang mau meminjam barang katanya perlu,sebagai orang ramah dan suka meminjamkan barang maka Callisa meminjamkan. Turun semenit kemudian dengan membawa sepasang baju yang sengaja Callisa masukkan kedalam paperbag,tersenyum ramah saat sosok temannya berdiri di teras depan. Segera menyodorkan paperbag itu. “Beneran dipinjamkan? Kamu kan baru pake sekali,sebenarnya aku ragu minjemanya cuman ini acara penting. Untuk memenangkan harga diriku,aku sengaja minjem baju mahal kamu,Callisa. Kalau rusak gimana?” Aku bisa beli lagi kok,”engga papa,itu untuk kamu aja. Anggap aku sudah memberikan baju itu untuk kamu.” sebenarnya Callisa ingin mengatakan kalimat pertama tapi takutnya dibilang sok kaya dan sombong, “Makasih Callisa,aku bakal balas ini nanti.” Tersenyum,barulah temannya itu pergi. System pertemanan Callisa ini banyak,ada teman dari Kalangn elit ada juga dari kalangan biasa saja namun sikap mereka yang membuat Callisa betah. Beberapa teman kuliahnya yang dulu satu kampus dengannya di paris,pasti sedang bahagia dengan acara camping mereka itu. “Non,Nyonya Engki masih berharap Non Callisa mengangkat teleponnya.” “Bibi yang paling cantic sedunia dan yang terbaik. Mba Deva sudah bicara dengan Mami jadi masalah tadi sudah selesai. Kalau Mami menelepon lagi bilang aja aku ada urusan,penting pake banget,pokoknya banget.” Dengan perasaan kesal,Callisa kembali masuk. Menghempaskan bandannya si sofa. Beginilah jika tak punya kerjaan dan bingung mau kerja apaan. Mau belanja,Callisa bingung ingin membeli apa,pengen ngunjungin Pak Aydan orangnya ada di Kalimantan. Iya. “Balasan apa ini? Bilang sesuatu yang lebih Panjang kek,apa kek. Iya doang? Apa keyboard hp-nya isinya cuman tiga huruf itu kali ya? Kurangnya aku apasih Pak Aydan ganteng? Gemes banget aku tuh,pengen narik pipinya terus tabok kepalanya.” Omelnya saat melihat balasan Aydan padanya. “Pak Aydan tuh ya,menyebalkan tapi ngangenin.” Merana kembali,Callisa kembali merana. “Pak Aydan,kamu itu jodohku tau,masa sama jodoh sendiri dingin banget. Pak,nanti kalau aku pindah ke lain hati gimana? Hayoo,bapak galau tidak? Galau pasti,iyakan?” matanya mengerjap,ini Callisa kesannya kok maksa banget ya? Padahlkan Callisa bukan Allah, “Eh katanya kalau berdoa sama yang menciptakan, maka mahluk yang diciptakan akan menurut.” Tawanya menggema mendengar ucapannya sendiri,aneh benar pikirannya. “Begini nih kalau tidak dikasi gantengnya Pak Aydan,eh aku engga bosen engga sih bilangin Pak Aydan ganteng. Pipinya gemes,pengen ku gampar.” Callisa terkikik lagi. Pak,aku lagi galau habis di ghosting. Eh,bukannya melanggar aturan agama ya,Pak. Kita kan bukan mahram,eh mahram itu apasih Pak? Saya kok jadi penasaran. Menutup room chatnya dengan Pak Aydan,Callisa membuka laman pencarian untuk mengetahui pengertian dari Mahram yang selalu disebut itu. “Mahram adalah orang yang dilarang keras untuk dinikahi selamanya sebab ada hubung- eh,Panjang banget penjelasannya. Dahlah,nyerah aku nyerah.” Menyimpan ponselnya,Callisa menatap langit-langit rumahnya. Intinya,Mahram adalah orang yang tidak boleh dinikahi karena ada sebab-sebab tertentu. Dan yang termasuk mahram ternyata banyak,melihat banyaknya penjelasan di artikel itu membuat Callisa pusing duluan. Kepalanya mendadak pening memikirkan semuanya,banyak sekali. Ting. Mahram itu konsepnya banyak Callisa,memang melanggar dan termasuk dosa. Maka dari itu berhenti menghubungi saya. “Dih! Tinggal engga dibalas aja napa,kenapa coba harus pake Bahasa formal? Maka dari itu,maka dari itu,mamangnya aku kolega bisnis? Teman dosen atau atasan? Sok banget dosen satu ini,gemesin pengen Callisa lemparan bunga.” Tertawa lagi,Callisa hanya membacanya dan tak membalasnya. Dosa,ingat dosa. Melirik malas,kata Online masih ada disana berarti Pak Aydan masih memegang ponsel juga memperhatikan aplikasi pesannya. Callisa mengidikkan bahunya tak peduli,bersenandung pelan dan tertawa saat melihat pesan yang kembali masuk. Callisa? Dengan cepat ia membalas, Pak,daripada dosa terus menerus. Bapak mending lamar saya aja deh,saya siap kok. Cuman kurang sempurna aja. Setelah mengirimkan pesan itu,Callisa dengan cepat mematikan sambungan datanya dan terkikik sendiri di ruang keluarganya. Hatinya baper,parah sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD