10 - Adiknya Jodohku

2152 Words
Mata Callisa menatap sekitar masjid yang masih ramai,para perempuan itu dengan jilbabnya saling tertawa Bersama dan berbagi cerita. Sepanjang Callisa berada diantara mereka,tak pernah sekalipun Callisa mendengar mereka mengeluhkan tentang jilbabnya,atau merasa terganggu dengan jilbab tersebut. “Terimakasih atas mukenanya,” katanya sembari menyerahkan mukenah pada perempuan bercadar tadi. “Sama-sama,Mba. Kayaknya Mba baru ya disekitar sini. Tadi ustadzah yang memberikan kajian bertanya sama aku,Mba itu siapa. Katanya wajah Mba familiar gitu,terkenal ya Mba?” “Hmm Princess Callisa,kamu tau saya?” kagetnya,masalahnya sebagian yang mengetahuinya hanyalah orang-orang yang suka fashion,atau orang-orang yang jauh dari kata agama bukan? Lalu kenapa bisa ustazdah tadi mengetahuinya? “Oh yang selebgram itu? Wah lebih cantik dari yang di foto ya? Saya tidak menyangka bisa bertemu langsung dengan selebgram cantik. Maaf ya Mba karena saya tidak menyadarinya,Mba ternyata suka kajian ya? Sesekali kesini ya mba,terus kenalan sama orang banyak tentang kajian ini.” Callisa tertawa kecil,sama-sama berjalan beriringan di trotoar sesekali Callisa menatap penampilan perempuan yang ada di sampingnya. Merasa minder karena penampilannya sangat berbeda dengan perempuan itu. Apa sangat mencolok ya? Padahal Callisa ingin bertanya tapi agak takut dan dikatakan kurang tau dengan agama. “Mba ninggalin mobilnya?” “Hah? Oh mobil. Saya mau temani kamu dulu kerumah kamu,habis itu pulang lagi kesini. Rumah kamu jauh dari sini tidak? Pasti dekat soalnya jalan kaki.” Kenapa Callisa merasa canggung bicara sama orang ini ya? padahal biasanya Callisa aka nasal bicara,gaul juga. “Dekat,sebenarnya rumah Abang-ku. Saya kesini kabur dari suami,soalnya sibuk ngajar terus di pesantren. Abang saya orangnya sibuk juga,itu aja belum pulang katanya ada seminar dadakan. Abang-ku dosen Mba,di universitas Atmaja. Mba tau universitas itu tidak?” Langkah kaki Callisa terhenti,universitas Atmaja? “Namanya siapa?” “Abang Aydan Athallah.” Aydan? Aydan. Aydan Athallah. Laki-laki yang ia cap sebagai jodohnya di masa depan. “Pak Aydan ganteng.” Cicitnya,wajah Callisa pasti memerah saat mengatakannya. “Mba tau abang,wah hebat banget. Ternyata abang cukup terkenal juga ya,saya kirain yang tau abang cuman teman dosennya aja atau kumpulan mahasiswanya. Mba tau engga,abang itu orangnya sibuk banget,nenek-kakekku memintanya menikah cuman katanya abang belum mau atau belum dapat calon mempelai perempuannya ya.” Keduanya sama-sama berdiri tak jauh dari rumah Aydan,Callisa masih kebingungan bagaimana bersikap pada adik pujaan hatinya. Matanya menelisik penampilan perempuan bercadar itu dari atas ke bawah,semuanya sempurna. Apa penampilan seperti ini yang Aydan inginkan? Hanya matanya yang terlihat saja,begitu? Membayangkan dirinya berpenampilan seperti itu akan sangat pengap. “Mba,kenal abangku dari mana?” “Oh itu,kakak iparku dosen juga kebetulan satu kampus dengan Pak Aydan. saya sesekali kesana anterin Kak Rasya atau bawa anaknya,Ratu. Sering ketemu Pak Aydan cuman di kacangin sih,orangnya sombong dan selalu mengatakan sesuatu yang menyakitkan. Pak Aydan nyebelin,sok ganteng.” Perempuan bercadar itu tertawa,kembali berjalan meminta Callisa ikut dengannya. Tak mengatakan apapun,hingga sampai di teras rumah,ia membiarkan Callisa duduk di teras dan memintanya menunggu sebentar. Ingin membawa minuman,sangat tidak menyangka bisa bertemu dengan perempuan terkenal,juga termasuk selebgram kesukaannya. “Qeisya Anantara,” “Ya?” “Nama saya Qeisya Anantara. Kami tiga bersaudara,terus abang Aydan anak pertama. Diminum Mba,” Callisa menerimanya,meminum jus yang Qeisya sediakan untuknya. Sesekali menoleh kebelakang agar mengingat rumah Pak Aydan dengan sangat jelas. Callisa sangat tidak menyangka kekesalannya hari ini malah membawanya kerumah Pak Aydan,kang ghosting. “Rumahnya Sederhana banget Ya,Mba? Saya sudah berulang kali bilang sama abang untuk beli rumah,semua uangnya jarang dipake kecuali amal di pesantren doang. Tapi abang tidak mau,rumah kenangan katanya. Eh,saya kebanyakan cerita kayaknya. Mana baru ketemu orang baru,” “Engga papa,saya suka dengar orang-orang bercerita.” Dalam hati Callisa meminta maaf,sebenarnya ia tidak suka mendengarkan orang bercerita,tapi mengetahui perempuan tertutup ini adalah adiknya Aydan maka Callisa akan mendengarkan apapun,harus baik pada calon adik ipar. Hatinya terasa berbunga-bunga mendengarkan kata hatinya sendiri,calon adik ipar dong. Terjadi keheningan diantara keduanya,Qeisya sibuk menatap penampilan Callisa yang sangat terbuka. Bagian bahu kanannya terlihat,memakai rok selutut juga rambut bergelombang memanjang. Sangat cantik,apa Callisa akan memakai pakaian sepertinya nanti? Dipikiran Callisa,ia menatap dari ujung matanya penampilan Qeisya,adik dari Aydan. Ini sempurna dalam versi Aydan bukan? Pantas saja Aydan begitu ingin memiliki istri menutup diri ternyata adiknya saja berpenampilan begini. “Apa memakai begitu tidak menyusahkanmu?” tanyanya,akhirnya bisa menyuarakan pikirannya. Menggunakan jari telunjuknya menunjuk pakaian Qeisya dari atas kebawah. “Tidak,saya malahan merasa terlindungi dengan semua kain ini. Kamu pasti berpikiran saya melakukannya karena anjuran agama bukan?” Callisa mengangguk,.”Tidak,saya melakukannya karena saya sadar betapa pentingnya menutup aurat. Saya ingin melindungi semua aurat saya dari orang-orang yang bukan mahram saya.” Dibalik cadarnya Qeisya tersenyum. “Sejak kecil,saya selalu tau soal bagaimana pentingnya menutup aurat. Orangtua saya selalu mengingatkan nilai-nilai penting dalam beragama. Hal paling utama yang orangtua saya katakan adalah,lakukanlah sesuatu karena kamu ingin melakukannya bukan karena takut pada orangtua atau mau mengikuti orang disekitarmu. Takutlah pada Allah,ikutilah karena Allah maka kamu akan menemukan apa yang kamu cari,apa itu? Saya menemukan ketenangan yang luar biasa,” Qeisya menatap kedepan,”Mba pasti tertarik dengan jilbab kan? Atau semua yang bersangkutan dengan agama bukan? Kalau Mba tertarik,Mba bisa ikut kajian rutin di tempat tadi. Tiap hari kok dilaksanakan dan terbuka untuk umum.” “Saya merasa tidak pantas,Qeisya.” Suaranya,selama ini Callisa hanya fokus memperbaiki penampilannya. Bolak balik masuk salon,atau membeli pakaian mahal. Callisa tidak pernah sekalipun memikirkan hal lain. Sudahkah Callisa shalat hari ini? Haruskah Callisa ikut kajian ataukah memakai jilbab kebanyakan perempuan di sekelilingnya? Atau yang paling utama adalah sudahkah Callisa membaca Al-Quran seharian ini. Akankah Allah menatapnya atau melupakannya? “Tidak ada kata seperti itu,Mba.” Callisa bungkam,meminum jusnya hingga habis dan tersenyum menatap Qeisya. “Sepertinya saya harus pulang,saya sesekali pernah bicara sama Pak Aydan. Titip salam aja ya,salam dari Callisa.” Saling berjabat tangan dan Callisa meninggalkan Kawasan rumah Aydan. Setelah berada jauh dari rumah Aydan,Callisa mengeluarkan ponselnya dan mencari tau di laman pencarian. Tapi baru beberapa huruf yang ia ketik,Callisa menghapusnya kembali dan membatalkan niatnya. Sedikit berlari kecil barulah sampai di mobilnya,mengemudikan mobilnya untuk segera pulang. Sesampainya dirumah,Callisa hanya masuk tanpa memperhatikan sekitar. “Kenapa baru pulang?” Di anak tangga kelima,Callisa membalikkan badannya. Matanya membulat karena ketiga kakaknya ada sofa,kedua kakak iparnya ada disana juga keponakannya. Kenapa mereka semua ada dirumah ini? Dan Callisa meringis kecil melihat tatapan kakak sulungnya,Reika. Dan yang bertanya barusan adalah Reika juga. “Callisa,kenapa baru pulang sekarang?” Merasa akan ada pembicaraan penting,Callisa kembali turun kebawah. Duduk di sofa single dan menatap semua orang,”Kok kumpul semua? Jangan bilang kak Ray mengatakan semua perkataan Mami pada mereka semua?” “Mereka? Mereka yang kamu sebutkan adalah keluargamu,Callisa.” Akaf bersuara,menghela napasnya saat mengingat semua perkataan Raymond sehabis maghrib tadi. “Callisa sayang,kamu tidak pernah sekalipun menjadi beban untuk kami. Kami adalah keluargamu disini,dan kakak sangat tidak suka kamu mengatakan diri kamu adalah beban. Paham?” disamping Akaf,Reika bersuara. Berdiri,dan jongkok didepan Callisa. “Kakak sudah menelpon Mami,untuk sementara waktu kakak melarang Mami untuk menghubungimu. Jangan mengangkat teleponnya dan jangan pedulikan saat Mami menelpon lewat pembantu rumah tangga disini. Kakak tadi sempat berdeb-“ “Callisa bukan anak-anak yang harus disembunyikan apalagi menghindari Mami. Umu-“ “Jangan memotong pembicaraan kakak,Princess.” Reika menunduk,”Kakak minta maaf karena belakangan ini sibuk dengan urusan kakak sendiri. Kamu pasti sangat kesepian,” ia merasa sangat bersalah dengan apa yang dialami adik kecilnya. Selamanya,Callisa akan selalu menjadi adik kecil untuknya. “Papi juga minta maaf.” Callisa membuang pandangannya kearah lain,sangat tidak suka saat semua kakaknya malah menyalahkan dirinya. Apalagi yang dikatakan kakak keduanya lima detik yang lalu soal Papinya. Sudah sangat lama Callisa sengaja memisahkan diri dari mereka,tidak mau membuat mereka sibuk dengan ketidakjelasan Callisa. “Callisa mau istirahat,Ratu sama Exa sudah mengantuk. Callisa habis jalan-jalan dan engga sengaja sampai di masjid,ikut kajian. Dan jangan mengatakan karena dosen itu,Callisa melakukannya karena Callisa mau bukan karena orang lain. habis itu bicara sebentar dengan orang sana,” Callisa menyimnpan tangannya di bahu Rei, “Callisa memang terluka dengan perkataan Mami,tapi kalian semua hapal dengan sikapku bukan?” mereka yang ada disana diam,memperhatikan Callisa yang terus tersenyum. “Dek,Kakak minta maaf soal sikap kakak tadi. Kakak tidak bermaksud menyakiti perasaan kamu. kakak hanya tidak mau kamu membuang-buang waktu dengan membelanjakan uang sebanyak itu demi jam tangan sekali pakai.” Callisa menatap Rasya,”Aku paham,udah ya. Callisa mau istirahat,” Reika berdiri,Callisa ikut berdiri dan memeluk kakaknya. Raymond dan Rakaf mendekat,ikut memeluk adik perempuan satu-satunya. Mereka akan selalu melindungi Callisa apapun yang terjadi,Callisa adalah pertama yang tidak akan mereka biarkan terluka. Bahkan jika yang menyakitinya adalah orangtua mereka,Maka Reika,Rakaf dan Raymond akan meminta mereka menjauh. Menjaga jarak,memutuskan semua komunikasi,kebahagiaan Callisa adalah yang paling penting,paling utama. Menatap semuanya sejenak,barulah Callisa naik keatas meninggalkan semuanya. Sesampainya dikamar Callisa langsung membersihkan dirinya,mandi dijam 9 malam. Suara nontifikasi yang berasal dari ponselnya tak begitu ia pedulikan,lebih memilih membereskan belanjaannya sehabis mandi tadi. Sehabis membereskan semuanya,Callisa bukannya memeriksa ponselnya malah berjalan kearah meja belajar. Membuka computer lalu membuka laman pencarian,akan memeriksa sesuatu yang menganggu pikirannya. Apa sebutan bagi perempuan yang matanya saja terlihat? Merasa pertanyaannya pada laman pencarian salah,Callisa menghapusnya kembali. Kembali mengetik dengan cepat pada kolom pencarian internet. Ikut kajian pada perempuan,apakah penting? Menggeleng beberapa kali,Callisa menghapusnya kembali. Bolehkah shalat setelah sekian lama tidak shalat? Menekan kata enter,ada banyak artikel yang bermuculan. Callisa memilih artikel paling atas lalu membacanya dalam hati. Setelah membacanya,tidak ada larangan malahan sangat di bolehkan kata artikel itu. “Jadi shalat yang aku tinggalin selama bertahun-tahun itu harus diganti gitu? Wah banyak banget dong,mana ingat aku.” Gumamnya sembari terus memabaca artikel yang ada di computer. “Disini bilangnya teruslah ganti shalat sampai kamu merasa semuanya sudah kamu ganti,oh gitu. Apa Namanya,Qodha? Baru tau aku kalau ada kayak gini,keknya selama ini aku terlalu sibuk shopping deh makanya engga tau apa-apa.” Callisa menyandarkan punggungnya pada kursi nyamannya ini, Merasa masih ingin mencari sesuatu,ia keluar dari artikel itu dan mengetik kembali di laman pencarian. Apa itu ustadzah? “Ohh,orang yang kasi pelajaran dalam pertemuan gitu. Dalam KBBI bilangnya artinya itu guru islam bagi kaum perempuan. Widih,berarti orang yang nanyain aku tadi guru dong? Orang yang tau banyak soal agama dong? Ayolah Callisa,kamu sudah lulus S1 tapi tau ustadzah aja engga. Ilmuku kurang banget ternyata,” menepuk dahinya sendiri,Callisa kembali keluar dari artikel itu. Jarinya dengan cepat mengetik diatas keyboard,mengetik sesuatu yang sejak kemarin mengusiknya. Pentingkah perempuan tau agama baru menikah? “Ini laman pencarian ngasinya apa coba? Aku nanyanya soal kepentingan malah kasi penjelasan kesetaraan dalam perempuan. Engga jelas,elah.” Meninggalkan meja belajarnya,Callisa berdiri mengambil ponselnya yang sejak tadi ia abaikan. “Banyak banget pesannya,” gumamnya,merebahkan badannya di ranjang. “Pak Aydan sadar diri kayaknya,sampai kirim pesan lagi. Katanya mau membatasi diri tetap aja kirim pesan,ini Namanya memberikan harapan untuk aku dong. Kebiasaan banget dosen ini,asal kirim pesan aja.” Mendumel sebal,tapi tangannya tetap membuka pesan dari Aydan menyebalkan itu. Jodoh-ku Assalamualaikum,Callisa. Kamu tadi ada dirumah bareng Qeisya? “Dih,panik juga dia. Eh jangan dibales deh,biarkan Pak Aydan sibuk sendiri dengan urusannya. Siapa suruh chatku kemarin malah tidak balas,” ia ingin balas dendam. Tidak akan memaafkan Aydan yang selalu menggantungkan seorang perempuan cantic seperti Callisa ini,nah menyesalkan sendiri kan. Keluar dari room chatnya Bersama Aydan,Callisa bangun kembali dan menatap layar computer yang masih menampilkan pencariannya tadi. Dimana disana memperlihatkan kesetaraan perempuan,harga diri perempuan dalam islam. Apa-apa kayaknya selalu bersangkutan dengan perempuan islam. Ting. Callisa menunduk menatap ponselnya. “Eh Pak Aydan,” kagetnya. Qeisya bilang kamu ikut kajian juga bersamanya,tujuan kamu ke Kawasan sini memang untuk itu atau ada tujuan lain. Dengan cepat jarinya membalas pesan Aydan. Inget dosa,Pak Aydan. Menurut artikel yang saya baca. Perempuan dan laki-laki dilarang saling mengirim pesan kecuali ada keperluan yang sangat genting dan jalan keluarnya hanya kirim pesan. Sedang pembahasan Bapak sangat tidak penting. Callisa terkikik sendiri membaca balasan pesannya pada Pak Aydan,terlihat Aydan sedang mengetik juga disana. Mengabaikan pesan Aydan entah membalas apa,Callisa mengerutkan keningnya saat pintu kamarnya terbuka menampilan kedua kakak iparnya,mereka masing-masing memegang bantal di tangannya. “Kami akan bemalam sama kamu,khusus malam ini.” Membulatkan matanya,”NO!” teriaknya heboh. Callisa dengan cepat mendorong keduanya keluar dari kamarnya,menggeleng beberapa kali pertanda tidak setuju dengan semuanya. Menutup pintu kamarnya dengan suara keras,Callisa mendengus kesal. Mereka berdua itu,masing-masing sudah punya anak masih saja bersikap perempuan single. Bersenandung pelan,Callisa tertawa melihat balasan pesan Aydan. Callisa dan Aydan sudah seperti pasangan padahal hanya Callisa yang jatuh cinta sedang Aydan palingan kasihan padanya. Astagfirullah,Callisa. Kamu memang pantas disebut menyebalkan. Rasanya Callisa dapat mendengar ada Aydan berbicara didepannya,malas memikirkan semuanya. Tak membalasnya,tapi tak lama bunyi nontifikasi kembali terdengar. Dan Callisa sampai tak bisa mengatakan apapun saking kagetnya dengan apa yang Aydan kirimkan padanya. Matanya mengerjap lucu,sangat diluar ekpetasinya. Kamu mengikutinya karena ingin bukan? kamu hebat Callisa. “Sok banget dosen satu ini,suka banget bikin aku makin cinta. Pak Aydan kenapa sih harus kayak gini? Rencananya mau move on tapi mana bisa aku tuh,Pak Aydan kamu gemesin banget sih.” Sampai pagi pun,Callisa rasanya ingin tersenyum terus menerus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD