30 - Harus Terpisah

2210 Words
Bukannya langsung berdiri sehabis shalat Isya,Callisa malah duduk diatas sajadahnya menatap gambar atap masjid yang ada di permukaan sajadah. Matanya sejak siang hingga malam begini tetap menampakkan kekosongan. Entah kenapa sejak membaca pesan dari Aydan,Callisa merasa sesuatu baru saja diambil olehnya tapi Callisa tidak tau apa yang diambil Aydan. Oh iya,jangan katakan Callisa menghapal banyak surah padahal nyatanya ia hanya mengulang surah-surah pendek yang di hapalnya setiap kali shalat. Kak Cahya pernah memberitahunya bahwasanya itu bukan masalah,yang terpenting adalah niatnya. Alasan lain? memangnya alasan apa yang membuat Aydan membatalkan niatnya untuk melamarnya? Mengapa harus dibatalkan padahal Callisa sudah sangat antusias menunggu kabarnya. Berharap lebih memang salah ya? Sudah sepantasnya tidak Callisa gunakan tapi tetap berani merasakannya sampai Allah memberikan kejutan seluar biasa ini. Callisa menunduk menatap jemarinya yang saling bertaut,sejak tadi memikirkan alasan apa yang Aydan maksud. Apa Callisa tidak sempurna? Tapi bukannya mereka berdua sudah membahasnya bahwa jangan pernah menjadikan agama sebagai alasan? Masih menggunakan mukena putihnya Callisa tersenyum miris. Cinta oh cinta,sudah banyak cerita n****+ yang Callisa baca dan endingnya selalu meninggalkan bekas yang mendalam,Callis tidak menyangka akan merasakannya. “Kakak pernah dikecewakan oleh cinta?” “Pernah,kakak pernah berharap sangat banyak disetiap surat yang kakak terima. Kakak berharap ada nama dia diantara semua pengirim yang berdatangan namun bukan,saat itu akhirnya kakak sadar. Cinta tidak sesederhana yang para remaja pikirkan saat pertama kali dirasakan,momen dan maknanya sama.” Perbincangan ini Callisa lakukan dengan salah satu seniornya saat reuni satu setengah tahun yang lalu,reuni sesama pelajar di Paris. “Kakak punya solusinya?” “Tidak ada solusi bagi cinta,Adik tingkatku. Yang ada hanyalah kita memahami keadaan lalu memaklumi,barulah ke tahap melupakan dengan sukarela. Kakak awalnya tidak suka pada setiap momen yang berhubungan dengan cinta gagal,baik tempatnya,waktunya atau bahkan kotanya? Kakak sempat benci dengan kota Paris.” Dengan gerakan lesu,Callisa berdiri tak lupa melipat sajadahnya. Menggantung mukenanya pada tempatnya lalu duduk melantai dilapisi karpet berbulu,lurus dengannya terdapat cermin besar. Callisa bisa melihat wajah polosnya tanpa make-up juga rambutnya yang terikat asal. Kecantikannya yang selalu dipuji oleh semua orang,apakah tidak bisa membuat satu laki-laki yang di harapkannya bertahan? “Mami sudah minta kamu pulang sama Mami ke Paris aja,malah engga mau. Kan kena karma? Mami engga tau loh kalau kamu ternyata lagi ngejar orang mana kerjaannya dosen. Yakin mau sama dosen? Sepengetahuan Mami ya,dosen maunya nikah sama perempuan berpindidikan agar bisa mengimbangi pemikirannya yang luas. Kamu Taunya apa? Barang diskonan? Harga tas terbaru? Atau mall yang sering kamu kunjungi?” Callisa menoleh kearah pintu,entah kemana semua kakaknya sampai-sampai Maminya bisa sampai di pintu kamarnya. “Memangnya Callisa seburuk itu ya,Mi?” tanyanya dengan suara lemah,ia kembali menatap pantulannya di cermin. “Ya kalau untuk pekerja dosen bakal engga cocok sayangku,dia mana mau nikah sama perempuan suka foya-foya kayak kamu.” dan Callisa merasa perkataan Maminya seakan membuat Callisa semakin minder. “Ini sepengetahuan Mami sih,engga tau benar atau salah. Kenapa sih harus dosen? Mami bisa jodohin kamu sama anak temen Mami yang mau istri kayak kamu,bagus pula. Yuk bal-“ “Mami kenapa disini? Mengganggu pikiran Callisa yang sedang tidak baik-baik saja?” Milirik kearah pintu sekilas,Callisa bisa melihat ada Raymond yang menghalangi Maminya masuk kedalam kamar Callisa. Tak lama tanpa mengatakan apapun,kakaknya membawa Maminya turun kebawah. Sepeninggalan mereka,Callisa tertawa kecil. Apa Aydan menolaknya karena ada hubungannya dengan perkataan Maminya tadi? Soal Pendidikan dan pengetahuan? Tapikan Callisa sudah lulus S1 dengan jurusan fashion di Paris pula. Digantungin itu engga enak banget? Harus memikirkan alasannya. “Pak Aydan,bapak engga bisa telepon saya engga sih? bicara sama saya soal alasan bapak engga jadi lamar saya. Bapak tau tidak? Kepala saya rasanya mau meledak memikirkan alasannya namun tidak menemukannya sama sekali. Bapak sih enak tinggal batalin aja terus saya? Harus intropeksi diri banget,mikirin kurangnya saya apaan. Uh! Menyebalkan sekali,” berdecak kesal,Callisa berdiri mengambil ponselnya. Pesan dari Pak Aydan sejak siang tak ia balas,lagian Aydan sudah memutuskan komunikasi bukan? “Saya sudah memikirkan betapa bahagianya jadi istri bapak,dipanggil Nyonya Athallah dan diperkenalan kepada orang banyak sebagai istri bapak. Eh tau-taunya batal,haha. lucu ya Pak? Khayalan saya bahkan setinggi itu jadinya di hempaskan dengan keras oleh kenyataan. Capek juga tapi perasaan saya terluka banget. Pak Aydan,bisa engga sih mengabaikan itu dan jadi suami saya aja?” mata Callisa menatap nama kontak Aydan di ponselnya. Callisa seakan sedang berbicara dengan Aydan,”Perasaan saya berbunga-bunga banget tau,Pak. Saya seakan dibelikan seratus tas mahal saking senengnya. Apa benar yang Mamiku bilang? Bapak cuman mau perempuan yang bisa ngimbangin bapak? Bukan kayak saya. Tau sejarah aja engga,cuman tau mana mall yang memproduksi tas yang saya incar. Pak Aydan,kenapa endingnya harus kayak gini?” Telunjuk Callisa mengetuk-ngetuk pelan permukaan layar ponselnya,”Kesini napa Pak,kasi tau saya alasannya. Engga banget di gantungin kayak gini,kalau ada alasannya kan saya bisa memperbaiki agar tetap bisa memungkinkan Bersama.” Callisa naik ke ranjang lalu membiarkan ponselnya tetap menampilkan room chatnya dengan Aydan. “Pengen nangis tapi engga tau karena apa,memangnya Pak Aydan siapaku?” gerutunya,tertawa pelan menatap langit-langit kamarnya. Mengotak-atik ponselnya sebentar barulah suara musik terdengar,lagu yang berjudul harus terpisah yang di nyayikan CakranKhan mulai menggema didalam kamar Callisa. Perempuan dengan beban pikirannya itu memejamkan matanya,mendalami lagu yang sedang terputar dari ponselnya. Benar-benar lagu yang menggambarkan kegalauan sejati. Kucoba meraih mimpi Kau coba tuk hentikan mimpi Bersamaan dengan lirik itu,airmata Callisa bercucuran dari balik pejaman matanya. Tak ada suara,hanya airmata yang terus berjatuhan dari kelopak matanya. Sekali ini saja,Callisa akan membiarkan dirinya berkabung dalam lukanya. Membiarkan hatinya sakit,terluka dan mengerti kenapa semuanya harus terjadi. Lupakan,lupakan kita pernah saling Bersama. Pejaman mata Callisa terbuka,memandang nanar langit-langit kamarnya. Siapa yang bilang mencintai dan mengejar orang itu menyenangkan? Callisa tidak merasakan adanya kebahagiaan lagi setelah mendapati momen semenyedihkan ini. Andaikan hanya putus mungkin Callisa akan memakluminya akan tetapi ini tentang pernikahan,hubungan yang sangat berarti. “Masih untung baru niat meminta bukan resmi,” gumamnya lalu memiringkan badannya,mata Callisa membulat cepat menemukan kakak keduanya berdiri di daun pintu. Lagu yang terputar di ponselnya juga terhenti. Jangan bilang Rakaf melihat Callisa menangis tadi? Padahal Callisa sudah berusaha sekuat tenaga terlihat baik-baik saja di hadapan semua kakaknya agar mereka tak ikut sedih tapi ternyata ketahuan juga. Namanya juga saudara ya? Pasti ada salah satu keluarga yang menyadari mau di sembunyikan bagaimanapun. “Kak Rei baru saja kembali dan datang bareng Papi dibawah,mau turun?” suara lemah lembut kakaknya membuat pikiran Callisa sedikit tenang. “Menurut kakak ini pantas aku lakukan?” tanyanya dengan suara pelan, Rakaf mendekati ranjang adiknya,mengusap kepala Callisa dengan senyuman tenangnya. “Malahan kakak akan sedih andaikan kamu tidak menangis hari ini,Dek.” mendengar hal itu,Callisa bangun dari tidurnya,duduk di pinggir ranjang samping Rakaf,menyandarkan kepalanya di bahu Rakaf. “Jadi saat terluka solusinya memang menangis ya?” “Bukan juga,banyak orang melewatinya dengan berjalan-jalan atau meninggalkan kota yang membuatnya terluka. Hanya saja dalam sudut pandang kakak,dengan melihat kamu menangis maka kakak akan merasa lega,entah kenapa.” Jawaban itu membuat Callisa tertawa pelan,melirik kakaknya yang sangat panutan untuknya. “Aku berharap Exas akan menjadi seperti kak Akaf yang penyayang dan murah senyum.” Jujurnya,sudah berapa kali Callisa katakan bahwa dari ketiga kakaknya,Akaf-lah yang paling ia sukai. Bukan pilih kasih tapi cara bicara kakaknya,senyuman tenangnya,dan cara pandangnya,semua itu menenangkan Callisa. “Kamu tau tidak kenapa hanya kakak yang kemari padahal semua orang ada dibawah?” Menegakkan badannya,”Mengapa?” “Karena katanya hanya kakak yang bisa buat kamu tenang dan ketawa,awalnya kakak ragu tapi setelah melihat kamu tertawa barusan kakak bisa membenarkannya. Ray sedang mengalihkan perhatian Mami,kak Rasya dan Deva sedang memasak makan malam. Kak Rei? Sepertinya bahas hal serius dengan Papi,” Callisa menunduk sedih,ia kepikiran kembali masalah alasan Aydan. “Menurut pembantu yang ada di mension,Pak Aydan belum sempat bertemu Papi. Papi sedang kedatangan tamu dan Pak Aydan menunggu di teras,” informasi itu semakin membuat Callisa bingung dengan semuanya. Rakaf menatap adiknya yang sedang kebingungan,sebenarnya sejak Reika kembali ia sudah tau alasannya. Reika bahkan sedang berdebat dengan Deravendra di rumah seberang,sengaja kesana agar Callisa tak tau mengenai semua itu,katanya ini adalah permintaan Aydan. Karena keegoisan Papinya,Callisa-lah yang harus menanggung kesalahannya. Adiknya yang harusnya bahagia malah terluka padahal bukan urusannya sama sekali. “Mami bilang ada kemungkinan Pak Aydan membatalkan niatnya karena Callisa bukan perempuan berpendidikan.” Helaan napas kesal Rakaf terdengar tapi berusaha tetap tersenyum agar adiknya tidak menyadarinya. “Kata siapa kamu tidak berpendidikan? Kamu beberapa kali menggantikan Mami menghadiri pesta kolega saat di Paris,membahas bisnis kesana kemari padahal masih kuliah. Desain fashionmu yang katanya asal gambar banyak Mami produksi di butiknya. Apa alasan Mami memaksa kamu ke Paris andaikan bukan karena kecerdasanmu,Dek? itu hanya taktik Mami supaya kamu mau ikut dengannya,” apa yang Rakaf katakan memang benar,prestasi Callisa itu banyak. Namun Callisa sengaja bermain di belakang layar saja,bersikap layaknya perempuan manja dan suka foya-foya. Padahal kalau Callisa mau,mungkin sudah banyak butik yang Callisa kembangkan dengan baik. Rakaf menatap adiknya dengan sayang,mengelus rambutnya agar Callisa merasa tenang. “Cara Mami mungkin sedikit membuat kita semua kebingungan,tapi kakak yakin itu semua Mami lakukan demi kebahagiaan kamu. kakak tidak mendukung sikap Mami tapi Kakak percaya itulah caranya walaupun ada beberapa yang salah,” Callisa mendongak menatap kakaknya,kakak tersayangnya. Ia memeluk Rakaf dengan erat,”Kakak bisa engga sih jadi orang lain aja terus aku ngejar kakak aja? Callisa yakin akan sangat mudah meyakinkan kakak agar mau sama aku. Pak Aydan mukanya selalu datar,suka nyelekit kalau bicara. Suka seenaknya kayak sekarang,kak Akaf boleh untuk aku aja engga?” Rakaf tertawa kecil mendengarnya,”Terus Deva?” “Aku juga sayang Mba Deva,serasa kakak kandungku. Sayang Mba Deva banyak-banyak,mana tega aku.” Gumamnya,Callisa melepaskan pelukannya. “Jangan deh,aku yakin kakak bahagia dengan Mba Deva. Kalau Kakak malaikatnya maka Mba Deva juga kayak gitu,Callisa yakin Exas akan begitu juga.” Ayah satu anak itu menatap Callisa dengan senyuman,ia berharap Callisa selalu ceria seperti sekarang ini. Rakaf berdiri lalu mengulurkan tangannya meminta Callisa menggenggamnya,dengan senang hati Callisa menerimanya. Dengan senyum mengembang dan bergenggaman tangan dengan Kakaknya,Callisa turun kebawah untuk makan malam. “Jadi maksud kamu orang yang mengajari Callisa agama adalah anak dari Abdullah? Abdullah yang itu?” Suara Maminya dari bawah sana membuat senyum Callisa perlahan memudar,dengan kaku menatap kakaknya yang sama terkejutnya dengan Callisa. “Dek,makannya nanti. Kakak ada ce-“ “Abdullah yang Papi minta gantiin Papi di penjara? Abdullah yang itu? Kok bisa kebetulan banget? Terus apa tadi? Laki-laki yang Princess suka adalah anak dari korban tabrak lari pagi itu? Yang Papi tabrak hari itu kan? Ih kan Mami sudah bilang,selamatkan bukan malah ninggalin. Liat Princess Mami,dia yang harus nanggung semua kesalahan Papi.” “Mami,ini semua Papi lakukan demi nama baik keluarga kita.” Kaki Callisa mundur beberapa langkah,apa yang Maminya maksud sebenarnya? “Vendra,aku sudah bilang berulang kali jangan pernah pedulikan nama keluarga. Pedulikan nyawa orang itu,pagi itu aku bersikeras memaksamu menolongnya tapi kamu malah membawa mobil kita pergi dan malah meminta supir menggantikanmu di penjara. Lihat apa yan-“ “Engkira!” “Dengarkan aku,Vendra. Aku tidak masalah jika semua anakku membenciku atau melihat pertengkaran kita namun aku tidak menerima Callisa yang harus menanggung semua kesalahanmu.” Callisa tertawa kecil di tempatnya,drama apa yang sedang orangtuanya mainkan di bawah sana? Apa Maminya baru saja menonton drakor makanya sedang berangkting lalu memaksa semua orang untuk mengikutinya? Ya,mungkin memang begitu. “Engkira dengarkan aku.” “Mami! Mami! Mami!” “Grandma!” Suara teriakan orang-orang dibawah sana membuat Callisa tidak yakin dengan praduganya,dengan kaku Callisa memandang kakaknya yang sejak tadi mematung di tempatnya. Callisa memandang Rakaf dengan menuntut jawaban atas apa perkataan Maminya tadi. “Akan kakak ceritakan tapi kita kembali ke kamarmu dulu,Dek.” Keduanya kembali masuk kedalam kamar Callisa. “Sekitar 14 setengah tahun lalu saat Mami-Papi pulang dari kantor sengaja lembur. Bermalam di kantor terus pulang sekitaran pukul 5 lewat,saat pulang dikarenakan mengantuk dan tak fokus,Papi tak bisa mengendalikan mobil mengakibatkan kecelakaan yang sangat parah. Karena tabrakan yang sangat parah membuat ada orang yang meninggal di tempat. Salahnya adalah Papi langsung kabur,dua orang yang meninggal itu dibiarkan saja dan tidak ditolong sama sekali.” Rakaf memulai ceritanya,saat itu ia baru menginjak 15 tahun. “Kakak masih ingat Papi pulang dengan tatapan kosong,mobil rusak parah dan Mami jalan bak orang patung. Selama seminggu berita di penuhi tentang kejadian itu,kakak tidak tau kalau ternyata penyebabnya Mami-Papi. Soalnya yang mengaku adalah supir,jadi kami semua berpikiran penyebabnya memang supir lalu Mami-Papi shock dengan kejadian itu.” Callisa tidak tau mau berkata apa. “Supir itu bernama Abdullah Khaliq,ayah dari Nur Cahya Cantika,” mata Callisa membulat,itu adalah lengkap Kak Cahya. “Ya,dia adalah orang yang mengajari kamu agama,dek. namun kami berusaha menganggapnya biasa saja dan melupakan kejadian itu. Kak Rasya juga sangat menyayangi Cahya makanya kami menerimanya dengan baik,kakak tidak tau dia akan mengungkit kisah lama dan membeberkan fakta dimana kami semua juga tidak tau.” Bagaimana perasaan Cahya sekarang? Tunggu sebentar,Callisa teringat dengan batalnya pertemuan keduanya beberapa hari lalu. Jadi Kak Cahya mengunjungi ayahnya di penjara? Sebulan sekali? “Dan kami baru tau kalau ternyata dua korban itu adalah orangtua Aydan,Aydan yang kamu tunggu kabarnya. Dia membatalkan niatnya karena baru tau bahwa yang menabrak orangtuanya adalah Papi.” “Bisa saja bukan ora-“ “Memang orangtua Aydan,Dek. kak Reika yang mengatakannya karena bertemu Aydan sore tadi,Pak Aydan meminta Kak Rei agar tidak memberitahumu.” Callisa tertawa pelan,sandiwara macam apa ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD