“Kamu tau kenapa banyak perempuan yang akhirnya menjadi perempuan karier dan enggan memperdulikan lagi yang Namanya pasangan?”
“Kenapa?”
“Karena mereka tau cara mencintai dirinya sendiri,tidak ada waktu untuk memikirkan yang Namanya pasangan. Semua perempuan itu hanya memikirkan tentang bagaimana caranya bahagia hari ini,kemana dia akan pergi hari ini atau apa yang harus ia lakukan agar menemukan kebahagiaan yang dia cari. Mba pengen kamu seperti itu,bukan lagi duduk disini merenungkan hal yang tidak perlu sama sekali.” Deva mendekat kearah Callisa,duduk disampingnya.
“Tapi Mba,aku hanya merasa bersalah pada Pak Aydan makanya dari kemarin melamun terus. Pak Aydan pasti sulit banget mengambil keputusan ini. Padahalkan kami berdua sudah sepakat sama-sama yakin ba-“
“Dek,manusia suka berencana dan merancang kehidupannya. Tapi mereka lupa dengan yang Namanya rencana Allah. Mba bukannya engga suka kamu berjanji apalagi mempunyai rencana sendiri namun Mba engga mau liat kamu terus menerus memikirkan rencana itu.”
Callisa tak menanggapinya lagi,jangan bayangkan Callisa akan mengurung dirinya didalam kamar karena nyatanya ia malah duduk disetiap paginya di halaman belakang bak orang galau. Hanya diam tak mengatakan apapun hingga siang menjelang dan ini sudah Callisa lakukan selama seminggu lamanya.
Sejak seminggu ini,Callisa sedang memikirkan akan melakukan apa selanjutnya karena sangat tidak mungkin datang ke kampus atmaja untuk memantau Aydan. entah kenapa Callisa merasa malu untuk bertemu dengan Aydan setiap kali mengingat perbuatan Papinya yang sangat tidak bertanggungjawab atas kematian orang tua Aydan. mana mungkin Callisa datang menyapa Aydan dengan santai seperti biasanya?
Itu Namanya Callisa tidak mempunyai malu sama sekali,sudah menjadi anak tersangka malah masih mengejar Aydan.
“Papi dan Mami akan pulang ke Paris besok,keputusan kamu gimana? Yang lainnya tak lagi memintamu untuk bertahan disini dek. mereka malah merokemdasikan kamu untuk berangkat dengan Mami dan Papi,”
Callisa tertegun,apa ia harus kembali ke Paris dan melupakan semua rutinitasnya selama disini? Jika kembali kesana maka Callisa akan sibuk dan tak mempunyai waktu untuk foya-foya. Tanpa mengatakan apapun,Callisa memilih masuk kedalam dan langsung menuju kamarnya mengabaikan keberadaan Rasya yang sejak tadi duduk di ruang tamu.
“Apa katanya?” tanya Rasya mengenai keputusan Callisa akankah ke paris atau tidak.
Sebagai jawaban Deva menggelengkan kepalanya pertanda belum ada jawaban pasti. Mereka semua mengkhawatirkan Callisa yang lebih banyak diam seminggu ini,hanya keceriaannya saja yang kurang sedang yang lainnya tetap berjalan seperti biasanya. Callisa tetap makan,menyapa keluarganya dengan hangat malahan bersikap tak terjadi apa-apa sama sekali.
Callisa bahkan tetap menyapa orangtuanya dengan hangat padahal mereka berdualah yang menyebabkan Callisa dan Aydan tidak bisa Bersama. Rasya menghempaskan badannya di sofa,menatap nanar punggung Callisa yang semakin menjauh di tangga sana.
3 hari lalu Rasya mendatangi rumah Cahya Bersama Reika membahas mengenai kasus itu. Adik tingkatnya itu malah meminta maaf karena telah membahas kisah lama jadinya Callisa tidak jadi mewujudkan impiannya,Cahya juga mengatakan bahwa ia memang berniat mengajukan sidang ulang mengenai kasus tabrak lari itu karena abahnya sudah tua,tidak pantas tinggal di penjara terlalu lama.
“Kakak engga pulang? Takutnya Ratu cariin,” herannya,pasalnya kakak iparnya itu sudah dirumah ini sejak pagi buta sampai sekarang.
“Ratu ikut sama ayahnya,aku kesini memang mau bicara sama Callisa tapi moodnya engga mau mendukung sama sekali. Kalau sama kamu diakan bawaannya santai sedikit kalau sama aku kek mau debat terus. Aku masak makan siang dulu bareng bibi,Mami-Papi bakal kesini,” setelah mengatakan itu Rasya menuju dapur untuk memasak.
Deva menghela napasnya pelan,rumah terasa sepi saat ada orang ceria yang terluka ya? Suasananya sangat berbeda sekali. Semenjak Callisa mengetahui pembatalan itu semuanya jadi canggung,ayah mertuanya selalu menunjukkan rasa bersalah dan ibu mertuanya akan menatap sinis suaminya sendiri. Padahal hanya Callisa anak perempuan akan tetapi dia juga yang harus merasakan masalah hubungan serumit ini.
Ia dulunya tak serumit ini,hanya perlu perjuangan pembuktian agar dapat restu setelahnya aman sampai sekarang,kakak iparnya juga sama. Mendekati Callisa juga tak susah,hanya perlu menemaninya jalan-jalan dan menjadi apa adanya maka restu dari Callisa sudah di dapatkan. Selama beberapa tahun mengenal Callisa,baru kali ini Deva melihat perubahan sikap ini.
“Dulu Callisa juga pernah disakitin sama mantannya kan? Cuman Callisa tidak terlalu memusingkan malah menganggapnya hal biasa. Tapi masalah ini memang sangat serius,perasaan Callisa tidak main-main pada Pak Aydan.” perbincangannya dengan Akaf semalam kembali Deva ingat,saat Callisa terluka maka seisi rumah akan ikut merasakannya.
“Sempat galau tapi engga berlebihan,tetap ceria malahan engga ada yang berubah. Ini kok rasanya beda ya,sayang? Aku ngerasa semua vitamin keceriaan yang Callisa berikan pada kita menghilang mendadak,” Deva meninggalkan ruang tamu menuju kamar tamu,semalam ia memang bermalam disini. Di kamar tamu ada putranya yang masih terlelap sedang yang lainnya berangkat kerja.
Semua kakak Callisa sempat tak mau bekerja namun dua hari setelah Callisa tau semuanya,ia memaksa semua kakaknya berangkat kerja. Callisa bahkan turun dari tangga hari itu dengan sikap seolah tak mendengar apapun,tersenyum seperti biasa. Ia juga memendamnya,Deva tau adik iparnya itu memendam lukanya juga kekecewaannya pada orangtuanya.
Ting.
Mas Akaf.
Callisa masih sama,sayang? Keputusannya mengenai akan ke paris atau engga sudah ada?
Pesan dari suaminya masuk,dengan cepat Deva membalasnya.
Belum Mas,Callisa masih duduk di halaman belakang kayak biasanya habis itu masuk kamar. Kayaknya baca jus ammanya seperti hari-hari sebelumnya atau denger kajian dari aplikasi video. Kan akhir-akhir ini Callisa sering denger ceramah engga karaokean lagi seperti dulu.
Setelah membalas pesan suaminya,Deva memperbaiki selimut kecil putranya,mengusap kening putra kesayangannya. Bahkan Callisa masih sering bermain dengan kedua keponakannya,sudah dikatakan tak ada yang berubah. Namun bukankah diamnya orang ceria lebih menyeramkan?
Saat seseorang terluka,akan lebih baik kita melihatnya menangis atau mempertanyakan keadaannya daripada hanya diam bak tak terjadi apa-apa? Gerakan tangan Deva di kening Exas terhenti. Ia makin khawatir memikirkan Callisa yang makin hari makin tidak jelas. Suara nontifikasi pesan kembali masuk,Deva memeriksanya ternyata pesan dari mertuanya.
Mami Engkira
Sayangku,cucu gantengku tidur?
Ya,sesayang itu Engki pada cucunya.
Iya Mami,Exas lagi tidur. Mami mau kesini? Aku belum pulang kerumah masih dirumah Ray untuk mengawasi Callisa.
Akan tetapi tak ada yang bisa menebak karakter seorang ibu dalam mendidik anaknya,Deva yang sudah lama jadi manantu saja belum terlalu paham dengan sikap mertuanya ini. Kadang sangat sayang pada Deva kadang juga menelpon Deva karena jarang keluar rumah atau memakai pakaian itu-itu terus,katanya seperti orang yang tidak ber-uang padahal suaminya kaya.
Engga dulu,Mami engga sanggup liat tatapan kosongnya Princess. Ikatan batin kami kerasa banget,ini aja Mami rasanya mau nangis. Mana Papi tetap kukuh kalau tidak ada yang perlu disidang ulang. Uang jaminan juga diterima anak itu tiap bulan. Egois kan? Mami aja kesel.
Deva hanya membacanya di bar pesan lalu meninggalkan kamar tamu setelah memastikan posisi Exa sudah termasuk aman. Deva memang sering menantau kamar Callisa takutnya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan sama sekali.
“Bukankah seharusnya kita percaya pada Allah SWT? Ibu-ibu atau gadis muda ingat dengan kisah Zulaikah dengan Nabi Yusuf? Saat Zulaikah mengejar Yusuf,Allah menjauhkan Yusuf darinya. Sedang saat Zulaikah mengejar Ridha Allah,Allah pun mendatangkan Yusuf padanya. Menjanjikan bukan? Kalau memang yang terjadi malah sebaliknya maka jangan berkecil hati saudariku,selalu ada jalan lain yang Allah berikan pada manusia yang berharap Pada-Nya.” Baru saja kaki Deva sampai di depan pintu,suara penceramah perempuan menggema.
“Akan tetapi kita tidak bisa berpatokan pada kisah ini,banyak pasangan yang akhirnya berpisah saat sama-sama paham agama. Atau banyak perempuan atau lelaki yang kehilangan cintanya semenjak dekat dengan Allah,mengapa? Bukan karena Allah jahat pada kita namun Allah tau betul apa yang terbaik untuk kita,Allah tau apa yang tidak kita lihat dan apa yang tidak kita dengar.” Suara penceramah itu terus terdengar.
Dari sini,Deva bisa melihat Callisa duduk dilantai lalu matanya menatap kosong kearah layar tv yang menampilkan acara pengajian.
“Lalu bagaimana kalau mereka sama-sama mencintai,Ustazdah? Bagaimana jika mereka sama-sama sudah berniat malah di gagalkan? Ingat para saudariku,ada rencana besar yang sudah Allah tetapkan. Bisa saja hari ini Allah memberikan berita kesedihan yang sangat mendalam,tapi esok harinya? Atau hari selanjutnya? Atau tahun depannya? Bulan depannya? Ada suasana yang akan membuat kita semua paham dan kita akan mengatakan. Oh ini alasan Allah melakukannya,akan ada dan percayalah pada Allah.”
Melihat gelagat Callisa yang akan berdiri membuat Deva dengan cepat turun kebawah. Pura-pura membaca majalah di ruang tamu dan tak lama suara langkah kaki Callisa turun dari atas sana menggema. Namun Callisa tak mampir di ruang tamu,terus berjalan menuju ruang makan.
Deva kasihan dengan adik iparnya itu.
“Mba,malamun?” lamunan Deva buyar saat melihat Callisa kembali dengan segelas jus buah naga di tangannya,terlihat dari warna minumannya makanya Deva tau.
“Lagi mikirin Exa bagusnya dikasi bubur apa,akhir-akhir ini bosen dengan menu makannya mana Mba males keluar. Tumben minum jus kayak gitu? Biasanya jeruk peras atau lemon.” Tanyanya balik.
Callisa tersenyum di tempatnya tapi Deva tau ada luka dibalik sorot matanya,”Pengen ajasin Mba,terus kebetulan di dapur kak Rasya lagi bikin ginian makanya ini aja. Coba minta kak Akaf pulang aja nanti mood makan Exa makin menurun terus engga gemoy lagi,hehe. Aku keatas lagi,acara ceramahnya masih lanjut.” Tertawa pelan,barulah Callisa kembali naik keatas dengan hati-hati. Takutnya jusnya tumpah atau Callisa yang terpeleset.
Sesampainya di kamarpun,Callisa tak meminumnya hanya menyimpannya diatas lemari kecil disamping ranjangnya. Ia kembali duduk menonton acara ceramah yang sudah menampilkan acara tanya jawab.
“Ustadzah,saya habis batal menikah. Apa yang harus saya lakukan?”
Callisa tertegun,kenapa bisa kebetulan begini?
“Bismillah,batal menikah adalah ujian yang paling berat untuk semua pasangan. Dimana biaya sudah banyak yang keluar,beritanya sudah tersebar ditambah dua pasangan yang sangat bahagia. Tidak mudah menghadapinya namun ayo Tawakkal pada Allah,percaya sama Allah. Di alam semesta,semuaya Allah tau termasuk gagalnya pernikahanmu. Ayo dekat dengan Allah,curhat sama Allah,ikut kajian,menyibukkan diri dengan acara agama. Baca Al-Qur’an terus Dzikir biar tenang. Ada Allah,ingat.”
Merasa ada kata asing yang ustadzah itu sebutkan,Callisa mengedarkan pandangannya untuk mencari ponselnya entah mengapa sudah berhari-hari jarang Callisa gunakan. Setiap kali memegang ponsel maka Callisa akan teringat dengan pesan Pak Aydan tentang batalnya lamaran. Terluka? Tentu Callisa terluka.
“Tawakal atau Tawakkal ya? Huruf K-nya dua atau satu?” gumamnya saat berdiri mengambil ponsel yang ternyata berada di samping guling.
Apa itu tawakal?
Dalam beberapa detik ada banyak artikel yang bermunculan,
“Kalau disini bilangnya berserah diri pada Allah atas semua yang terjadi. Aku baru tau ada kosa kata begitu kirain cuman bilang terserah aja.” Gumamnya,menyimpan ponselnya begitu saja di sisi ranjang lalu menatap layar tv kembali.
Tidak bisakah melupakan secepat para penulis mengetik alur? Callisa rasanya ingin menjadi penulis cerita lalu menulis ceritanya sendiri. Callisa akan membuat dirinya dengan cepat melupakan Aydan lalu membuat Papinya bertanggung jawab atas kesalahannya di masa lalu. Namun apa daya? Ini bukan dunia fiksi yang serba ajaib,yang ada hanyalah rencana Allah.
Jadi bapak maunya saya ke Paris?
Awalnya Callisa memang tak ada niatan untuk mengirimkan pesan lagi pada Aydan namun Callisa teringat dengan perkataan kakak sulungnya yang mengatakan bahwa Pak Aydan meminta Callisa pergi ke Paris Bersama orangtuanya. Namun apa harus Paris? Kenapa harus Paris? Ada banyak negara,Indonesia juga mempunyai beribu kota yang bisa dijadikan tempat pelarian.
Tak ada balasan. Callisa hanya tertawa pelan melihat Aydan aktif terakhir kali pada aplikasi pesan adalah 5 hari yang lalu. Apa Aydan tidak memeriksa pesan yang masuk ya? Bukannya dominan dosen mempunyai grup belajar agar bisa menginformasikan sesuatu atau Pak Aydan mempunyai nomor lain khusus ranah mahasiswa?
Callisa memeluk erat gulingnya,matanya menatap sayu kedepan. Cinta? Sejak kapan ada cinta berhasil? Kebanyakan drakor juga memberikan ending mengerikan atau tidak sesuai ekspetasi penontonnya. Seperti kisah drakor yang baru Callisa habiskan kemarin. Bisa-bisanya tokoh itu tidak berakhir Bersama dan malah menikah dengan orang entah siapa. Akankah Callisa akan demikian?
Tokoh drakor itu malah berpisah karena keharusan bukan? Jadi Callisa dan Pak Aydan harus melakukan hal yang sama? “Tapikan mereka sempat pacaran,lah aku? Memangnya sempat pacaran sama Pak Aydan ganteng?” kekehnya,aneh sekali.
“Berhenti membayangkan drakor seindah dunia nyata,Callisa.” Peringatnya pada diri sendiri.
Callisa dengan malas melempar guling ke ranjang,menyeret kakinya menuju meja kerjanya. Ada banyak kota impiannya di sana,maka akankah ke Paris Bersama Mami-Papinya besok ataukah ada tujuan lain yang Callisa minati?
Tapi jujur,Callisa sedikit terusik dengan kata tawakal yang Ustadzah itu katakan. Callisa seakan mau melakukannya namun Paris adalah tempatnya sejak dulu,ditambah ada Mami-Papinya disana. Callisa duduk di kursi empuk itu,matanya menatap kota-kota impiannya.
Gambar yang paling besar adalah Menara Eiffel.menara sejuta umat untuk para pecinta keromantisan. Namun Callisa tidak mungkin menyambut dukanya dengan menyaksikan banyak pasangan yang dimabuk cinta bukan? Sangat menyedihkan sekali ya? Callisa tersenyum saat ia teringat satu keputusan yang akan diambilnya.
Mungkin ini memang jalan terbaik untuknya,sangat terbaik.