Suara detakan jam yang terus berjalan tak mengurungkan niat Callisa untuk shalat malam,melaksanakannya dengan khusyuk barulah mengakhirinya dengan salam. Berdoa pada Allah mengungkapkan segala keresahannya selama beberapa hari ini setelahnya turun kebawah untuk makan sahur.
Ya,hari ini Callisa akan puasa sunnah hari kamis.
Ia harus bisa mempertahankan kebiasaannya agar selalu dekat dengan Allah. Masih menggunakan mukena coklatnya,Callisa tersenyum menatap pembantunya yang sedang menata makanan di ruang makan.
“Bibi harusnya masakin aku aja,aku bisa makan sendiri kok.” Beritahunya saat pembantunya malah berdiri di samping meja makan,tak ada niatan meninggalkan Callisa.
“Endak papa,Nona. Saya ingin menemani anda makan sampai selesai,” tolaknya halus,
Callisa tertawa pelan,mulai makan dalam diam ditemani dentingan sendok yang menggema di jam 4 lewat.sesekali akan melirik pembantunya yang terlihat mengantuk,orang begitu ya? Terlalu gampang mengatakan tidak papa namun kenyataannya tidaklah seperti itu. Padahal jika orang mau,tidak ada salahnya mengatakan ada apa-apa sebagai tanda menyayangi diri sendiri.
“Pas disana dulu,Bi. Aku makan subuhnya selalu rame,pokoknya satu ruangan penuh. Bicara Panjang lebar tapi bahasanya bukan gosipin orang atau tetangga beli peralatan baru. Mereka bahasnya engga jauh-jauh dari agama,disana itu tenang dan nyaman buat aku betah. Sebenarnya masih pengen disana,tapi engga tega sama kakak-kakakku yang selalu khawatir,” ceritanya di sela-sela makannya,pembantunya hanya tersenyum sebagai respon.
“Bibi tau engga,orang-orang disana engga pernah nanya aku pake bedak tapi nanyanya soal agama mulu. Eh sudah di jus berapa? Surah hapalan kamu aman engga? Puasa sunnah masih terus lanjut kan? Kisah-kisah dibahas pasti bersangkutan terus sama nabi-nabi.” Dengan semangat Callisa memulai,matanya berbinar senang.
“Tiap mau tidur aku selalu berpikir gini,kakakku disana aman-aman aja kan? Mereka pasti mikirin aku terus.” Wajah cerianya berubah jadi murung dan menunduk. Hanya berlaku beberapa detik setelahnya lanjut makan lagi.
Sekitar 20 menitan kemudian,Callisa menyelesaikan makannya tak lupa mengucapkan terimakasih pada pembantunya. Berjalan santai menuju kamarnya kembali,tak tidur lagi tapi mengambil al-quran lalu membacanya diantara keheningan malam.
Ada baiknya membaca Al-Qur’an sambari menunggu adzan subuh berkumandang setelahnya Callisa akan shalat. Walau terbata-bata atau mungkin harakatnya biasa salah tapi Callisa tidak akan menyerah,mau selama apapun ia akan tetap membaca Al-Quran. Karena membacanya berarti dekat dengan Allah SWT.
Allahuakbar
Allahuakbar
Menghentikan acara baca Al-Qurannya,Callisa melirik jam yang ternyata tak terasa sudah 20 menitan berlalu. Callisa berhasil membaca satu setengah halaman,termasuk lambat bukan? Tidak papa. Bukan maslaah besar.
Ia bergegas berwudhu sesaat setelah Adzan subuh yang berasal dari masjid kompleks selesai,melaksanakan shalat dengan nyaman barulah berdzikir pagi sehabis salam. Inilah ketenangan,Callisa merasakan ketenangan ini dengan luar biasa sekali sehabis subuh.
Duduk diatas sajadah dengan berdzikir,mengucapkan doa-doa untuk Allah dan memuji-Nya. Jam setengah 6,Callisa memutuskan mandi dan berganti pakaian,tidak akan tidur lagi seperti jaman-jaman dulu. Ia akan duduk diteras melihat bebarapa penghuni kompleks lewat atau jalan-jalan keluar rumah menuju taman.
Dan pada akhirnya Callisa memutuskan jalan-jalan,setelah sebelumnya memberitahu pembantu bahwa ia keluar. Tak henti-hentinya Callisa tersenyum menatap langit pagi yang cerah,matahari yang begitu terik juga burung-burung yang berterbangan. Kenapa bisa Callisa melewati pemandangan secantik ini setiap paginya demi alasan mengantuk?
“Princess Callisa?” perhatiannya teralihkan,memandang anak remaja dengan pakaian putih abu-abunya.
“Beneran kak Callisa,huaa! Cantik banget pake jilbab kayak perempuan arab sama bule. Ih,kak Callisa,” dengan senyumannya,Callisa mendekati remaja itu,terlihat sorot kekaguman di balik matanya.
“Marsella? Setahuku kamu masih SMP? Kok hari ini sudah pake baju SMA?” tanyanya kebingungan.
“Asli! Apapun yang kakak pake engga pernah gagal,mau baju harga lima ribuan sekalipun akan keliatan mahal kalau kakak yang pake,anti gagal. Muka kakak itu muka mahal,insecure aku dekat-dekat sama kak Callisa.”
Callisa kaget sebentar,padahal ia bertanya soal SMP SMA tapi yang Marsella bahas masih tetap penampilannya. Padahal pagi ini Callisa hanya memakai daster polos dengan sedikit motif acak di bagian bawah ditemani jilbab kaos sepanjang siku,tadipun hanya memakai skincare tak lupa sunscreen,oh ada lipblam juga.
“Kak,totur jadi cantic paripurna kayak kak Callisa dong,” rengekan itu makin membuat Callisa tak habis pikir,masa iya ia secantik itu? Apa anak ini hanya sengaja mengatakannya agar dapat sesuatu ya?
“Kamu ada maunya ya?” tuduhnya langsung membuat Marsella berdecak kesal.
“Kak Callisa mah,aku anak orang kaya loh. Apapun yang aku mau pasti langsung di kasi,ngapain aku minta sesuatu sama kakak? Aku berkata sejujur-jujurnya kalau kakak itu cantic,suer! Engga bohong.”
Callisa masih memandang Marsella dengan tatapan curiga,bagaimana ia bisa dekat dengan Marsella? Ibunya bocil ini adalah teman lama Maminya dan keluarganya memang termasuk orang berada. Callisa mundur selangkah,mengibaskan tangannya pertanda malas memikirkannya. Mungkin memang cantiknya yang luar biasa makanya membuat Marsella terkagum-kagum padanya.
Lah,Princess Callisa kan memang cantic sejak dulu? Iyakan?
“Dahlah malas pusing,sana sekolah nanti malah terlambat.” Usirnya lalu melanjutkan langkahnya untuk jalan-jalan pagi.
Marsella hanya bisa mengangguk pasrah,menatap punggung Callisa yang semakin menjauh. Padahal ia jujur,adem banget melihat Callisa dnegan penampilan demikian,Cantiknya bertambah berkali-kali lipat sekali.
Didepan sana,merasa sudah jauh. Callisa menghentikan langkah kakinya lalu berbalik menatap kebelakang,sudah tidak ada Marsella disana,anak manja kesayangan keluarganya. Baru kali ini dibiarkan berjalan sendirian padahal setahunya Marsella ini kemana-mana selalu ada satu orang yang menemaninya,bisa dikatakan ada pengasuhnya.
“Ngapain juga mikirin urusan orang,” ujarnya tak habis pikir,”Okey Callisa,ayo lanjut jalan.” Semangatnya,jalanan kompleks memang adem sekali.
Jarang ada mobil yang lewat apalagi motor,soalnya kan ini Kawasan kompleks yakali rame. Ada-ada saja pemikiranmu Callisa. Langkahnya terhenti lagi melihat beberapa pembantu dilihat dari seragamnya sibuk berlalu Lalang di taman depan sana.
“Idih si Marsella,kabur ternyata.” Katanya,berjalan santai menuju dudukan taman.
“Bibi!” panggilnya dengan suara agak dibesarkan,beberapa diantara mereka mendekati Callisa,”Tadi saya ketemu Marsella di sekitar pertigaan. Kayaknya mau jalan kaki atau naik bus ke sekolah deh,coba di kejar cepat. Mungkin sebentar lagi sampe gerbang depan.” Lima detik setelah Callisa mengatakan itu mereka semua berlarian menuju tempat yang Callisa maksud.
“Keterlaluan sekali kamu,Marsella. Kamu membuat orang yang lebih tua darimu jongging di pagi hari,” dumelnya,taman yang tadinya agak ramai kini kosong tersisa hanya dia sendiri saja.
“Kalau dipikir-pikir engga enak juga sendirian di taman,serasa jadi orang galau dadakan tau engga.” Mungkin jika ada orang lewat,mereka akan mengatai Callisa gila karena bicara sendiri.
“Adem juga ya,untung aku engga dicariin juga. bisa berabe kalau ketiga kakakku itu mencariku. Bakal lebih rame dari cara pembantu itu mencari Marsella.” Pikirnya,bergidik sendiri membayangkannya.
“Mana engga bawa ponsel lagi,” katakan saja Callisa gila lagi,ia memang sudah kehilangan kewarasannya sejak Pak Aydan gagal meminangnya.
“Hidup gini amat,berjuang salah engga berjuang juga salah. Cinta sudah tersambut malah tersandung masalah masa lalu,eaaa! Hahaha,” Callisa terkikik sendiri mendengar perkataannya,memang benar ya. Orang mendadak menjadi penyair saat galau berat,macam Callisa ini,
“Pak Aydan lagi ngapain ya,apa lagi ngajar? Tapi masa iya ngajar di jam setengah 7 pagi? Mahasiswa mana yang mau ke kampus jam segini? Tapi eh tapi,di Paris dulu aku masuk kelas di jam 8 malam soalnya pas pagi dosennya engga bisa masuk terus ganti malam. Masa iya Pak Aydan sekejam itu? Engga ih,engga bakal malah.” Inilah Callisa,Sukanya bertanya lalu menjawabnya sendiri.
Kepalanya beberapa kali menggeleng pertanda tak setuju dengan pemikirannya sendiri,”Pak Aydan kayaknya kejam deh,pas dulu aku tanya soal tugas yang banyak doi malah jawabnya bukan urusannya mau banyak atau tidak. Ngeri ih,untung aku udah lulus sejak lama,”
Mata Callisa memandang sekitar,merana sendiri di taman kompleks. Ia jadi teringat pertemuannya dengan Aydan ganteng di taman kampus dulu,bahas soal perasaan terus perihal mau melamar. Jadi perempuan tuh engga gampang menurut Callisa,soalnya gampang bilang move on tapi aslinya kagak,sekarang aja Callisa kangen berat.
“Pak Aydan tau engga kalau aku kangen? Bukan kangen aja tapi kangen banget. Bukan cuman banget tapi banget banget. Duh otakku makin gesrek kayaknya,” ia menepuk dahinya beberapa kali,tertawa kecil layaknya orang gila beneran.
Callisa menunjuk kedepan,”Bapak tuh jangan bikin saya kangen dong,” kesalnya seolah ada Aydan berdiri disana padahal aslinya hanya Callisa sendirian. Bisa-bisa orang yang lewat mengirainya bisa melihat hal-hal mistis.
“Pak Dosen itu,dia pikir gampang kangen kayak gini? Mana mukanya terbayang-bayang terus lagi. Nyebelin banget tuh dosen,bisa-bisanya buat Princess secantik aku jatuh cinta sama dia di pandangan pertama mana engga ada hasil pula. Poor untukmu Callisa,bernama Princess tapi hidupmu tak seindah kartun Princess,” Callisa menurunkan tangannya,takutnya ada orang yang menawarinya ke rumah sakit jiwa.
Maminya bisa gila menemukan anaknya di bangsal rumah sakit jiwa,no no! semerana apapun Callisa soal cinta tapi tidak boleh sampe gila beneran.
“Tapi kayaknya aku beneran udah gila deh,bicara sendiri di taman.” Pasrahnya,tertawa sendirian lalu kesal sendirian.
Callisa menaikkan kakinya di dudukan,memeluk lututnya sendiri lalu memandang langit cerah pagi ini. Kalau ditebak pasti sekarang Ray sudah bangun dan menanyakan Callisa dimana,Mba Deva sudah sibuk memasak di dapur,Rakaf sibuk bermain dengan Exas dulu sebelum sarapan dan berangkat,sedang pasutri yang sama-sama bekerja itu yaitu Reika dan Rasya sibuk bertukar pikiran di meja makan,sesekali akan mengajak Ratu bercanda dan bermain dulu baru berangkat.
Ia sudah sangat hapal dengan rutinitas semua orang di sekitarnya,yang belum terhapal cuman Pak Aydan saja.
“Ais,Pak Aydan lagi Pak Aydan lagi.” Gumam Callisa pelan,memutuskan berdiri untuk pulang kerumah bertemu dengan para kakak tersayagnya.
Oh iya,dua hari lagi Callisa akan datang ke pengajian itu setelah diteror pesan oleh dua pembinanya selama dua hari berturut-turut kemarin. Mau tak mau Callisa akan kesana,nanti juga bakal punya teman sendiri disana dan punya kenalan yang sangat banyak.
Sepanjang Callisa pulang ke rumahnya,ia akan sesekali menoleh kesamping kiri dan kanan atau depan belakang siapa tau ada teman atau tetangga. Tapi sampe rumah tak ada siapapun,rata-rata orang yang tinggal di kompleks itu sibuk semua. Callisa masuk kedalam rumah disambut wajah kakaknya,Ray.
“Jadi hari ini puasa?”
Callisa membalasnya dengan anggukan dua kali.
“Habis dari mana? Jalan-jalan terus duduk sendirian di taman?”
Sekali lagi Callisa membalasnya dengan anggukan.
“Kamu kena sariawan dek?”
“Engga ih! Jahat banget do’ain adiknya sariawan,” sewotnya,memukul pundak Ray keras barulah duduk di sofa.
Ray tertawa kecil,lucu sekali wajah kesal Callisa pagi ini. “Orang puasa katanya engga boleh marah-marah,Dek.” beritahunya,duduk di sofa single dengan mata mengarah pada Callisa.
“Siapa yang bilang?”
“Lah,kakak kan?”
Dengan wajah kesalnya,Callisa melampar bantal sofa yang ada didekatnya kearah Ray,bukannya protes dia malah tertawa lepas. Senang sekali rasanya membuat Callisa kesal pagi ini. Sambil terus terkekeh,ia menunduk memasang sepatunya,mengikatnya dengan baik.
“Kok pake sepatu?” tanya Callisa heran.
“Masa pake higheels?”
“Kak Ray ih! Aku serius loh,”
“Kakak juga serius.” Balasnya tak mau kalah,mendongak menatap Callisa dengan tatapan jahilnya.
Callisa mendengus kesal,tidak akan bertanya lagi soalnya kan Ray ini sangat menyebalkan sekali tapi ngangenin juga,pokoknya gitulah. Callisa menoleh kedepan saat mendengar suara anak-anak berceloteh,tersenyum senang karena yang datang adalah Deva dan Exas.
“Keponakan gantengku! Masyaallah ganteng banget sih,mana udah wangi lagi.” Serunya senang,menggendong Exas membuat bayi umur setahun lebih itu tertawa kecil.
Ia membawa Exas naik keatas kamarnya,masih ada beberapa mainan yang akan Callisa berikan,bukan hanya Exas tapi Ratu juga. ia sengaja tidak memberikan semuanya agar terkesan surprise dan selalu membuat kedua keponakannya merasa disayangi olehnya.
Sepeninggalan Callisa,Deva memandang Ray yang sudah sangat rapi dengan kemeja polosnya plus celana jeans,khas anak muda.Ray tertawa pelan saat bertemu pandang dengan kakak iparnya.
“Aku ada pertemuan bareng anak pecinta lautan,pas masih jaman kuliah dulu loh Mba. Rencananya sih kemarin cuman batal karena yang dominan sibuk semua. Aku cuman sebentar kok,untuk yang nganter Callisa ke butik,bisa ikut Kak Rakaf kan? Kalau engga salah searah deh.” Beritahunya,
Sejak sehari lalu,Callisa memang sudah rutin ke butik milik Maminya.
“Bisa,nanti Mba yang kasi tau Mas Rakaf orangnya juga mau kesini ketemu Callisa dulu,” jawabnya dengan suara lemah lembutnya,tak lupa tersenyum.
“Acaranya lama?” tanya Deva.
“Belum tau Mba,takutnya kalau bilang sebentar malah lama atau kebalikannya. Tapi aku bakal kasi informasi kalau misalkan lama pulangnya,yaudah aku berangkat dulu Mba.” Ray mengambil tas selempangnya di sisi sofa barulah melanggang pergi.
Deva tersenyum memandang kearah tangga,dimana putranya terlihat sangat kegirangan memegang mobil-mobilan di tangannya. Pandangannya teralihkan pada Callisa,adik iparnya itu juga tersenyum sesekali menunduk memperhatikan anak tangga.
“Exas senang banget,Mba,” lapor Callisa,menurunkan Exas di karpet bulu jadinya Exas sibuk bermain sendiri.
“Anak-anak mana yang tidak senang saat dikasi mainan,Dek? apalagi kamu kasinya mobil-mobilan pastilah senang banget.” Respon Deva,sudah sibuk memandang Exas takutnya malah ke tempat lain. anak seumuran putranya sudah mulai aktif kesana kemari apalagi sudah pintar berjalan,bicara saja sudah ada sedikit.
“Ratu ke sekolah ya?”
“Kayaknya iya,Jaga Exas sebentar. Mba mau cek Mas Akaf sekaligus kasi tau kalau kamu ikutnya sama dia soalnya Ray ada pertemuan,” setelah mengatakannya,Deva meninggalkan keduanya lalu menuju rumahnya di seberang sana.
Callisa hanya mengidikkan bahunya tak peduli,mendekati keponakan gantengnya lalu bermain Bersama. Sesekali akan tertawa saat exas juga tertawa,anak kecil itu moodnya gampang berubah namun Callisa sangat suka dengan Exas ini. Murah senyum seperti emak-bapaknya,pokoknya besar nanti bakal jadi idaman.
Ia terkekeh,anaknya nanti bakal bagaimana ya? Apakah akan secerewet dirinya? Tapi memangnya udah ada calon bapaknya? Yang datang melamar saja belom ada,nasib nasib. Padahal Callisa ini cantic,dahlah pikirannya makin tak jelas.
Allah pasti akan memberikannya yang terbaik.