43 - Belanja Baju Susah

2159 Words
Mataku berbinar dengan senang saat melihat deretan baju gamis,Kaftan atau segala jenis baju yang bisa para musmilah pakai dengan penampilan berjilbab. Dengan cepat menarik tangan Kak Rasya dan Mba Deva agar masuk kedalam sana. MasyaAllah sekali,rasanya aku pengen membeli semua baju yang ada didalam butik ini. Tapi tidak boleh,jangan lakukan itu Callisa karena kakak ipar pertamamu pasti menentangnya dengan sangat keras, iyakan? Yaiyalah,Kak Rasya itu bukannya pelit hanya tidak suka kalau kami semua membeli barang yang tidak bermanfaat sama sekali. “Hanya sebatas yang ingin kamu beli saja,Callisa.” Tanganku yang tadinya ingin memegang tas jinjing terhenti,tersenyum menatap pelototan tajam Kak Rasya yang menarik pelan tanganku agar menjauh dari sana. Bisa dikatakan semua barang ada di sini,pokoknya semua ada. “Haha,kan baru belanja lagi setelah sekian lama kak. Aku siap beliin semua yang Callisa mau kok,tadi Mas Rakaf juga berpesan kayak gitu,” duh,Mba Deva itu ya. Aku tuh pengen banget punya suami yang sikapnya adalah duplikatnya. Sayangnya Mba-ku ini anak tunggal jadi mau minta dekat sama saudaranya mana ada. Benar-benar engga ada. Oke,back to belanja. Kayaknya pikiranku makin ngawur karena dapat pembelaan dari Mba Deva tersayangku,jangan tanyakan kemana semua anak-anaknya,karena dua kakakku mendadak jadi pengasuh hari ini. Sampe kedua keponakan lucuku itu dibawa ke kantor loh,Kak Rasya minta cuti terus Mba Deva? Dia ibu rumah tangga,hanya perlu pengasuh dadakan agar bisa keluar. “Jadi,kamu cukup beli seperlunya aja. Soalnya kakak lebih suka kamu pesen design langsung saja atau buat sendiri,kebanyakan disini atau yang dijual itu modelnya pasaran. Karena butik yang jual baju khusus Muslimah itu langka. Ada banyak,namun modelnya agak jauh dari apa yang kamu suka,benar kan?” Tak langsung kujawab,aku memegang satu baju kaftan. Idih,lengannya kependekan,hanya seperempat lengan saja itupun harus pake baju lagi dalemnya,mana engga ada yang benar-benar polos lagi. Rata-rata punya motif semua,pilih mana ya? “Ini ada,” seruku senang saat memegang satu kaftan yang panjangnya sampai pergelangan tangan. Namun keceriaanku memudar saat melihat ukurannya,mana muat bisa dikira pajangan aku pake yang ini. Dengan tenang Mba Deva menepuk-nepuk pelan punggungku. “Bisa cari lagi kok,” bisiknya dengan lemah lembut. Dan sejam kemudian,bayanganku semalam yang akan mendapatkan banyak baju termusnahkan pemirsah. Lalu berapa baju yang kudapat dan berapa jilbab yang berhasil terbeli? Hanya 5 baju dengan total harga 7 juta tiga ratus terus jilbabnya? Cuman tiga doang. Lebihnya adalah jilbabnya Panjang belakang dan pendek depan. Atau beberapa modelnya engga sesuai bayanganku. “Kakakkan bilangnya mending buat aja,kebanyakan teman kakak yang pake jilbab itu bajunya dipesan semua di penjahit jarang ada yang beli langsung soalnya selera mereka kurang sama. Selera orang kan beda? Nah daripada tidak bisa menemukan pasa-“ “Udah dong kak,aku serasa dikasi materi dadakan sama kak Rasya.” Keluhku ditanggapi tawa kecil oleh Mba Deva yang sejak tadi kupeluk lengannya. Aku benar kan? Mana bahasanya formal banget. Kaku kayak cara bicaranya Pak Aydan,kan kan Pak Aydan lagi. “Kenapa engga coba tanya Cahya?” “Mana bisa kak,aku malu tau ketemu kak Cahya perihal papanya yang jadi pengganti Papii. Mana Papi engga mau bertanggungjawab malah bahas jaminan terus,gedek aku kak,pengen mu-“ “Engga baik,Dek.” potong Mba Deva cepat. Aku diam,tetap berjalan sembari terus memperhatikan butik yang kami lewati. Kalau penampilanku yang dulu mungkin tidak akan kesusahan mencari pakaian malahan gampang banget,masuk sini masuk sana akan dapat semua. Sekarang? Susahnya minta ampun. Tapi engga papa,untuk tawakkal dan istiqamah di jalan Allah itu engga mudah. Aku harus bisa mempertahankan apa yang selama ini aku pertahankan,apa yang aku pelajari disana bakal sia-sia aja dong kalau balik lagi ke penampilan lama? Iyakan? “Itu kak Rasya ngajakin makan,kamu mikirin apa memangnya?” lamunanku buyar,menoleh menatap Kak Rasya yang sudah menatapku dengan tatapan malasnya. “Hehe,yuk makan.” Kulepaskan pelukanku pada lengannya lalu berjalan lebih dulu menuju restoran depan sana. Duduk dengan cepat menunggu dua kakak perempuan tersayangku,memang benar ya? Akrab sama kakak ipar itu perlu apalagi jika semua kakakmu adalah laki-laki. Keliatannya Mba Deva yang memesan di kasir dan Kak Rasya yang berjalan kearahku. Aku memperhatikan restoran ini dimana yang datang hanya segelintir orang padahal diliat dari gambarnya dan kak Rasya tak menolak masuk kesini pasti makanannya enak. Kakakku satu ini termasuk sangat pemilih soal makanan. “Iya Rei?” kupandang kak Rasya,oh ternyata sedang menelpon. “Cuman dapat beberapa baju dan jilbab aja,pasarnya baju begitu kan masih minim banget di sekitaran sini. Ada sih banyak,cuman kan selera fashionnya Callisa tinggi soalnya dulu sekolah di jurusan itu,kebanyakan modelnya engga sesuai minatnya katanya. Ada sekitaran lima baju yang dia suka sayangnya lagi ukuran untuk Callisa habis,” Menopang dagu dimeja,malang sekali nasibmu Princess Callisa. Baru awal belajar menyesuiakan diri malah dipusingkan soal baju yang sungguh menyebalkan sekali,mana baru satu mall. Haruskah aku mengelilingi semua mall yang ada Indonesia? “Ada beberapa motifnya menurutku bagus tapi kata Callisa warnanya terlalu mencolok engga sesuai dengan apa yang dia pelajari selama disana,sekalinya warnanya pas modelnya yang engga srek. Ada yang modelnya bagus tapi motif kainnya yang engga sesuai,aku udah saranin pesen baju aja di butik mami nanti tapi katanya cari aja dulu untuk dipakai sehari-hari. Kan untuk keluar rumah memang butuh baju,” Aih,memang menyusahkan sekali tinggal di ibu kota. Kadang harus bisa menyesuaikan diri dengan trending pakaian tapi kan,sudahlah. “Pasar Tradisional? Toko luar mall? Belum sih,kan baru di mall ini aja perginya hari ini. Kalau memang habis ini masih mau lanjut kayaknya hanya Deva yang bisa temenin,aku ada panggilan dadakan dari kampus pagi tadi cuman jamnya masih lama,” Kupandang Kak Rasya dengan penampilannya,khasnya kak Rasya itu celana kulot ditemani kaos plus jas dengan berbagai model. Atau rok sepanjang lutut ditemani baju kesukaannya,jarang pake gaun malahan. Beda dengan Mba Deva,sangat suka yang Namanya gaun apalagi gaun polos dengan adanya tali serut di pinggangnya,sekarang aja pake model itu. “Iya Rei,kalau Ratu mulai rewel bawa aja ke kampus nanti.” Pikiranku melalang buana ke masa lampau,dulu akulah yang dadakan jadi pengasuhnya. Kalau si Ratu mulai rewel dengan gercep aku akan membawanya ke kampus sekalian pantau ayang Aydan. tapikan sekarang mana bisa,malahan akunya yang malu ketemu Aydan. Mukanya Pak Aydan makin ganteng engga ya? Mukanya pasti masih cool kayak biasanya. Bajunya pasti identic dengan kemeja berwarna dominan gelap. Celana bahan kayak biasanya ditemani kacamata khasnya,duh! Kenapa otakku rada gercep jika berhubungan dengan dia? Move on dong Callisa,Aydan sudah jauh sekali itu. “Aku pesennya pasta semua,soalnya yang paling cepet jadi cuman ini.” Lamunanku entah kesekian kalinya terganggu lagi,menatap Mba Deva yang membawa 3 porsi pasta diatas nampan. “Ada makanan lain tapi lama,” lanjutnya sambil menyimpan makanan itu di hadapan kami. “Sengaja nungguin juga biar lebih oke,haha.” ketawa aja Mba Deva udah anggun,mendadak insecure mah kalau begini. Memakan pastaku dengan tenang,”Padahalkan ya,misalkan ada satu butik yang terbuka terus isi bajunya aman semua. Khusus Muslimah semua pasti bakal banyak yang suka,soalnya kan yang aku liat sudah banyak perempuan tertutup di Kawasan Jakarta ini. Banyak perempuan bercadar juga kok,pas aku mampir ke kampusnya kak Rasya juga sama. Banyak yang pake cadar atau jilbabnya malah sampe lutut. Iyakan? Kenapa engga ada yang jual yak?” pikirku,padahal pasti bakal laku. “Jual gituan harus bisa dapat keberanian yang banyak dek,rata-rata pebisnis dibidang pakaian lebih suka mengambil jalan aman dengan mengikuti pasarnya pakaian yang laku keras. Kebanyakan di Jakarta kan pekerja dan orang kaya? Pastinya butik yang tersedia di mall kebanyakan itu. Atau model baju yang remaja suka? Pasti banyak di temukan di mall manapun,jalan aman ruginya dikit.” Kali ini Kak Rasya menyuarakan pikirannya,kirain bakal memintaku diam. “Tapi dek,mba sudah beberapa kali menemukan butik khusus Muslimah kok malah yang benar-benar oke. Tapi di mall begini hanya satu atau dua butik aja,kebanyakan dari mereka jual online atau buka toko sendiri di Kawasan ibu kota atau jalan poros. Kenapa? Kebanyakan yang datang ke mall kan anak muda dan pekerja,sosialita,dan pebisnis. Yang make cadar jarang,” Mba Deva ikut menjawab kebingunanku. Ternyata engga segampang buka toko aja ya? Callisa oh Callisa,umurmu sudah 25 tahun tapi masa gitu aja engga tau sih? “Atau mereka menjualnya di pasarnya mereka sendiri,sesama temannya dan ranah keluarga. Sesimpel itu,” sahutan Kak Rasya makin membuat pikiranku tercerahkan. Aku jadi memikirkan sesuatu,”Kan aku sebentar lagi masuk ke tempatnya Mami cabang sini kan? Gimana kalau apa yang aku pakai itu juga yang aku jual? Eh bukan sama banget tapi maksudku temanya sekalian dapat pahala juga. gimana?” kenapa aku baru kepikrian ya? Sekalian aku membantu teman muslimahku diluaran sana. “Bisa,nanti dibahas lagi. Ayo makan cepet,kamu bisa lanjut bareng Deva sedang aku ke kampus.” Kami sama-sama mengangguk lalu makan. Hari ini mungkin adalah hari yang sangat melelahkan untukku,masih ada banyak tempat menjadi list kunjunganku. Baju yang kubeli baru sedikit, Apa aku ke pasar tradisional aja ya? *** Yang Namanya bayangan dan eksptetasi memang jarang selaras atau sesuai. Selalu ada pertentanganya terutama apa yang aku bayangkan tadi dan apa yang tersaji didepan mataku benar-benar berbeda,rasanya aku ingin menarik Mba Deva keluar dari sini namun mana bisa. Sudah setengah jalan masa mau keluar? Mana pegangan tanganku pada lengannya makin menguat saat jalan berdempetan dengan orang lainnya. “Mba,kok orangnya banyak banget,” bisikku dengan rengekan dibalas Mba Deva dengan tawa kecil saja. Kami terus berjalan sesekali aku akan terdorong kesamping,mungkin akan jatuh kalau Mba Deva tidak memegangiku dengan benar. Seumur hidup ini pertama kalinya aku pasar dalam artian benar-benar pasar,mana orangnya banyak banget lagi. “Mau beli daster kan? Mba punya tempat dimana dasternya bagus-bagus semua.” Ucapan Mba Deva tidak terlalu kudengarkan. Aku sibuk memperhatikan penjual dan pembeli yang ada disekitar,malahan ada satu tempat dimana orang saling dorong untuk membayar atau melihat pakaian. Kenapa engga ke mall aja sih? di mall luas terus engga bakal saling dorong-dorong gitu. “Liat apa dek?” dengan cepat aku menunjuk tempat tadi. “Oh tempat begitu memang banyak peminatnya sih,bayangin aja seratus ribu dapat 3 barang? Baik baju ataupun celana. Mana bagus-bagus semua lagi,Mba pengen ajak kamu tapi hari ini kayaknya orang lagi bersemangat semua,” kupandang Mba Deva,bisa-bisanya dia tersenyum saat pengap begini. “Mba sering kesini,malah beliin baju dalemnya Exas disini. 50 ribu sudah dapat 4 loh,” mataku mengerjap,baju apaan 50 ribu dapat empat? Ngadi-ngadi kali. “Sering liat Exas pake baju tanpa lengan yang putih-putih itu engga?” aku dengan cepat mengangguk,Mba Deva sering memakaian baju tanpa lengan khas bayi itu pada Exas saat cuaca sedang terik-teriknya,”Nah itu,Mba belinya disini,engga tanggung-tanggung Mba seminggu lalu belinya 2 lusin.” Sesaat,aku melongo. “Kamu liat tas-tas itu engga?” ku ikuti arah telunjuknya,kamu sudah agak leluasa berjalan walaupun sesekali bertabrakan dengan orang lain,”Itu paling tinggi harganya cuman dua ratus ribu loh,” aku melongo lagi. Eh kok bisa? Tasku yang dirumah saja,harga terbawahnya 4 jutaan. “Terus celana jeans itu? Harganya berkisar 220 ribu paling mahal kayaknya,” kepalaku menggeleng beberapa kali,kayaknya aku sudah menemukan alasan mengapa orang lebih suka ke pasar tradisional daripada mall. Harganya,yaps harganya. “Nah disana,tempatnya disana.” Seruan kecil Mba Deva membuatku dengan cepat memandang blok tempat itu. Aku meringis pelan,okey orangnya sedikit tapi masa berdempetan dengan orang lain? malahan ada beberapa orang yang memakainya terus disimpan kembali. Tapi kan di mall juga gitu? Otakmu kayaknya makin engga waras Callisa. “Kak Naila!” “Deva? Wah,engga nyangka kamu kesini lagi.” Pertemuan dua orang ini hanya kupandang dalam diam,berpelukan dan bertanya kabar ini itu. Barulah 3 menitan kemudian Mba Deva menatapku. “Aku bawa adikku,tepatnya adik iparku. Namanya Callisa,tau kan?” Dengan canggung aku mengulurkan tanganku pada teman Mba Deva yang katanya bernama Naila itu,bukannya menerima uluran tanganku malah membekap mulutnya dan menatapku dengan mata berkaca-kaca,lah kenapa nih orang? “Callisa selebgram itu kan? Sekarang pake jilbab?” wah ternyata aku terkenal juga ya, Aku mengangguk sopan,”Callisa,” ujarku saat kami berjabat tangan selama beberapa detik. Aku semakin canggung saat matanya terus memandangku dengan sorot kekaguman,ditambah bisik-bisik orang sekitar. Yang membuatku tertegun adalah mereka masih mengagumi kecantikanku,masih menyukaiku dan tidak mempermasalahkan jilbab yang ada di kepalaku. Entah apa,tapi aku merasa beban yang ada dikepalaku terangkat. Ternyata di jalan Allah itu engga pernah salah,dan bukan kesalahan. “Wah engga nyangka bisa ketemu Princess Callisa di tempat ini,aslinya lebih cantic ya? Mana sekarang pake kerudung lagi.” “Mimpi apa gue semalam bisa liat langsung Callisa? Mukanya mulus banget,Fashionnya engga pernah gagal mau pake baju apa saja.” Dengan kaku aku menatap Mba Deva yang tersenyum lembut seolah berkata. “Lihatlah dek,apa yang kamu takutkan tidak benar-benar terjadi. Orang-orang disekitarmu masih sama,mereka tetap mengagumi Callisa yang suka Fashion.” Ya Allah,dekat Dengan-Mu adalah hidayah terbesar yang kudapati, Harusnya sejak awal aku tak mengkhawatirkan apapun,harusnya percaya pada kak Amelia dan Kak Afanza yang selalu menenangkanku. Mereka adalah dua orang yang sangat berarti untukku,mengubahku menjadi perempuan beragama secara pelan-pelan. Mba Deva memeluk lenganku,mengajakku masuk kedalam blok ternyata didalamnya sangat luas,lesehan atau berbaring didalam juga bisa. Sepertinya,masih banyak tempat-tempat luar biasa yang belum ku kunjungi di Indonesia,aku perlu menjejalah agar tau bagaimana beragamnya Indonesia ini. Ya,Callisa perlu paham dunia lain agar bisa memahami dirinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD