CH. 7 Terusik.

1855 Words
Kopi dan cheese cake yang di order Kennan sudah selesai namun dia memutuskan untuk pergi membuat pramusaji yang menyajikan terkesiap saat Kennan pergi tanpa menjelaskan apapun. “Ada apa Ria?” Tegur Noora dari dalam area bartender melihat salah satu pekerjanya bengong mentapi seorang lelaki berstelan rapi yang tidak terlihat wajahnya itu pergi. “Itu mba Noora sudah order tapi orangnya pergi gitu aja, padahal tadi sudah ngantre dan nunggu lumayan lama loh karena tadi kan sedikit ramai, ya ampun padahal saya sudah berusaha secepat mungkin melayani.” Noora berjalan ke depan ia mencoba melihat siapa pengunjung cafenya yang pergi itu,” Pelanggan biasa atau baru lihat?” “Baru lihat sih mba, sepertinya bukan karyawan-laryawan yang sering nongkrong di sini, apa masalahnya ya? Tapi saya beneran nggak buat masalah loh mba…” “Ya sudah tidak apa-apa kembali bekerja lagi aja Ria,” Noora selalu memperhatikan setiap perkembangan dan hal apapun yang terjadi di cafenya, dia selalu berusaha memperbaiki apapun itu palayanannya yang mungkin kurang baik. Ria mengangkat kembali orderan kedalam dan menerbangkan struck yang tertinggal oleh pelanggan di meja, Noora segera memungutinya dan membaca nama si pemesan ‘Kennan’ sebuah nama yang sukses membuat titik di dalam diri Noora berdenyut, padahal hanya sebuah nama yang mungkin kebetulan sama dengan sesuatu di amsala lalunya. Noora kembali masuk kedalam mengingat didalam ada Evan yang sedang memeriksa ruangan kerja miliknya yang ingin Noora ganti interiornya dan kebetulan Evan adalah seorang yang menggeluti bidang itu. “Gimana mas? Yang aku pilih bisa dibuat dalam versi kecilnya tidak?” Evan tersenyum berbalik kearah Noora yang sudah masuk, “Mungkin bisa, sepertimya lebih baik dindingnya bisa di tambahkan aksen kaca agar ruangannya terlihat besar lalu skat yang tidak terlalu penting dibuka saja, di ganti dengan yang lebih bermanfaat seperti storage penyimpanan barang-barang yang berbentuk meja multifungsi.” “Hem…gimana yang baiknya aja.” Noora kembali duduk ke tempatnya ia menopang wajah menatap pada layar, entah kenapa nama Kennan yang ada di struck itu seakan membuat noora penasaran, ia pun kemudian membuka rekaman cctv disana. “Sedang apa?” Evan berjalan mendekat, lelaki 28 tahun itu membawa ipadnya lalu ikut berdiri dosebelah Noora yang memeriksa. “Seorang pembeli mendadak pergi dan meninggalkan orderannya padahal dia sudah lama menunggu, entah apa sebabnya mungkin dia merasakan sebuah ketidaknyamanan.” “Terjadi sesuatu hal?” “Entahlah.” Noora terus memutar rekaman cctv itu dimulai dari waktu yang ada di struck memfokuskan pencariannya pada camera yang ada didepan kasir dan tanpa bersusah payah Noora menemukan sesuatu, Netra Noora membolah dia menatap lamat-lamat dan serius, tangannya seakan mendadak lemas untuk menggerakkan kursor, jantungnya seketika berdegub sangat kencang, Noora segera menutup tampilan rekaman itu seketika. Sosok Kennan ada disana, semuanya masih sama hanya saja dia jauh lebih tinggi dan posture tubuhnya lebih berbentujk penampilannya juga sangat formal dan lebih dewasa, Kennan kembali dan dia datang kesini untuk menemuiku? “’Kenapa?” Evan penasaran kemudian menampilkan lagi yan Noora tutup namun sudah hilang. "Tidak ada apa-apa?" Noora mendengkus, “Hemm, tidak ada.” Noora bangkit dari tempatnya, “Mas Evan mau menemui client pukul berapa? Aku maun pulang lebih awal.” Evan melihat arloji di tangannya,”Kamu mau pulang sekarang? Ayo saya antarkan.” Noora setuju ia segera membawa tasnya untuk segera pergi, mendadak rasanya ia panas dingin dan gelisah, lelaki itu kembali dia sudah kembali? Ini baru 4 tahun lebih. Sejenak semuanya berputar kembali susunan kejadian kembali berputar mengelilingi kepalanya, hal-hal yang ia kubur dalam-dalam, memaksa keluar lagi dari memori otaknya. Semua yang manis, mengesalkan hingga yang menjengkelkan sekalipun, marah, tangis tawa bahagia, saling memeluk, berciuman. Noora mengalami sedikit depresi beberapa waktu lalu, susah payah mengubur semua hal singkat namun sangat berpengaruh besar untuk hidupnya. Mendadak Noora oleng ia seakan susah berdiri tegak dan berusaha memegangi dinding café. “Noora? Kamu baik-baik saja?” Khawatir Evan yang tiba-tiba saja saat keluar ruangan Noora tampak berkeringat jagung seperti menakuti sesuatu. Noora meminta tangan Evan untuk memeganginya, “Aku nggak enak badan, sepertinya kurang istirahat.” “Ya sudah saya antarkan pulang sekarang.” Evan memegangi pundak Noora menggandengnya menuju ke parkiran mobil. Di parkiran mobil Kennan masih memarkirkan mobilnya disana berdiam di dalam mobilnya masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat, Noora sudah bersama pria lain, apakah 4 tahun ini mereka bersama? Jelas saja Kennan merasa kecil dia dan Noora hanya menjalani hubungan singkat bisa saja sama sekali Noora tidak menganggap itu pernah ada apa lagi Kennan pernah membuat Noora sangat kecewa. Evan membukakan pintu untuk Noora, dari kaca spionnya Kennan melihat diluar ke arah mobil yang berada di belakang mobil miliknya, Noora bersama lelaki itu masuk ke dalam mobil. Noora terlihat diperlakukan sangat baik dan istimewa apakah mereka mungkin sudah menikah. Kennan mencelus tidak ada hal yang lain yang bisa dia lakukan selain pasrah, Kennan mengulas senyuman, sebercanda ini keadaan dia yang terlalu naïve berfikir saat kembali semuanya mudah untuk diperbaiki. Kennan merasakan titik didirinya sakit dan terasa berdenyut, semua ingin menjadi angan, hal yang pertama ingin ia lakukan saat kembali adalah bisa memeluk gadisnya, mengatakan betapa beratnya ia disana sekalipun keadaan begitu baik, tapi akal sehat seakan menutupinya ahrusnya 1 tahun tanpa kabar, harusnya dia sudah bisa berfikir jarak itu sebuah hal berat yang untuk di takhlukkan apa lagi dengan kekecewaan yang mengiringinya. *** “Kamu sudah pulang Ken?” Nancy menyambut putranya yang pulang, Kennan tampak tidak bersemangat dan manik wajahnya memancarkan sebuah kekecewaan. “Noora sudah menikah mi?” Tanya Kennan. “Apa?” Nancy terkesiap atas pertanyaan anaknya, “Menikah? Kamu sudah bertemu dia? Mami tidak pernah dengar apapun, kalau papi bertemu teman-temannya yang lain, Om Mike atau Alex sepertinya nggak ada bahas itu palingan cuma bahas papi kamu suruh berbaikan sama om Dimas, tapi Om Dimas yang menghindar.” “Sudahlah mi, sudah terjadi.” Nancy melihat kasihan pada sang putra, Kennan tidak seperti sang ayah yang mudah dekat dengan banyak wanita, sampai hari ini dia tidak pernah mendengar Kennan dekat bersama wanita lain selain Elia dan teman-temannya saja. “Kamu yakin itu pasangan Noora?” “Jangan lagi bahas ma, aku hanya ingin sekali lagi bertemu dia dan setelah itu biarkan semuanya berakhir.” “Berakhir?” Nancy menuangkan jus untuk putranya itu lalu mengulurkannya. “Bukannya ingin mulai memperbaiki?” Kennan mensesap minumannya lalu meletakkan lagi gelasnya di meja,” Noora terlihat bahagia, aku tidak masalah, yang penting aku menepati janji tetap setia sendiri tahun-tahun ini dan tetap fokus sama yang aku jalani. Noora berhak bersama siapapun. Aku juga akan melanjutkan urusanku bekerja membantu kelaurga.” “Ken—“ “Aku baik-baik aja, tenanglah!” Kennan menempel pada pundak sang mami lalu menduselkan hidungnya disana,”Aku akan bantu papi di kantor, kalian bisa menikmati hari tua dengan bersantai.” Nancy terenyuh, “Ken, pecayalah semua yang sudah digariskan untuk kamu pasti akan kembali kepada kamu, dan jika bukan untuk kamu mami percaya akan ada garis lain yang lebih baik yang melingkari kamu.” *** “Assalamualaikum, maa…” Noora kembali kerumahnya terlalu awal sebab merasa kurang enak badan. Dari kamarnya Nadilla keluar, ia menatap heran pada anaknya yang tumben sekali pulang sangat awal, “Ra? Kamu sakit?” Wajah pucat dan manik yang terlihat sedang tidak baik-baik saja terpancar diwajah Noora. Nadilla berjalan cepat segera menyentuh dahi putrinya itu. Noora melepaskan tangan mamanya. “Mama, aku nggak demam, cuma nggak enak badan aja.” “Ra, Serius? Apa yang tidak nyaman?” Nadilla selalu takut jika Noora kembali sakit seperti kemarin-kemarin. “Tidak ada ma, im okay! Mungkin kurang tidur aja.” Raut kekhawatiran terpancar pada Nadilla ia tahu seperti anaknya itu sekalipun dia tidak pernah mengatakan kegundahan hatinya, “Ada yang terjadi kak? Terus kamu pulang sama siapa?” “Mama aku baik-baik aja, aku pulang sama mas Evans, tapi ma, aku lupa bawa pesanan mama. Nanti aku minta kirim aja ya.” “Ra?” Nadilla mendapatkan kabar bahwasannya Kennan sudah kembali kemarin, apakah jangan-jangan Noora sudah bertemu dengan Kennan. “Mama, udah ya… aku istirahat dulu.” Noora segera masuk ke kamarnya dan Nadilla pun membiarkan itu tidak ingin memperkeruh fikiran Noora yang selama ini sudah sangat berat. Di dalam kamarnya Noora menjatuhkan dirinya di ranjang, jantungnya masih terus berdegub sangat kencang mengingat Kennan tadi datang ke café miliknya, apakah lelaki itu melihat dia? Apakah dia datang untuk menemuiku atau hanya kebetulan saja. “Dia pulang sendiri?” Noora mengingat Elia, lama sekali mereka tidak pernah berhubungan Noora benar-benar menutup aksesnya untuk mereka semua. Tidak tahu apa kabar Elia, entah dia menikah lalu hidup bahagia bersama anak yang ia kandung atau malah sebaliknya. *** Hujan deras dan petir yang menggelegar membuat Noora memilih berada di dalam kamar hingga malam hari, dia tidak keluar sama sekali sibuk dengan urusan laporan pekerjaanya, suara mama mengetuk dan memanggilnya membuat Noora bangkit dari meja kerjanya dan seger membuka pintu. “Ra, ayo makan malam dulu.” “Iya ini mau keluar makan, pesanan dari café sudah datang ma? Gimana enak nggak?” “Ada titipan surat buat kamu, tadi Dilla bawa sekalian sama crispy puff mama.” Keduanya berjalan ke meja makan, Dimas sang papa dan adik Noora berada disana baru selesai makan, Segera Noora ikut bergabung. “Tumben pulang cepat, Ra?” “Iya pa, tadi siang rada-rada mau demam, mending langsung pulang dan langsung tidur.” “Crispy puff-nya enak kak, itu suratnya nggak sengaja aku buka, maaf…” Narend beranjak dari sana. “Hati-hati kak, aku siap bantu kakak kalau merasa sangat di diganggu.” Nadilla dan Dimas saling berpandangan atas ucapan Narend, segera mungkin Noora mengambil surat yang berada dikotak-kotak cake diatas meja itu. “Ada apa?” Selidik Dimas. “Nothing pa, ini surat dari pihak pengelola tempat.” Sanggah Noora yang sudah terlihat sedikit pengirim didalam surat itu adalah Kennan. Narend mengangguk saja, dia juga sangat paham sang kakak bagaimana, “Aku kelaur sebentar ma.” Lelaki muda itu pun berlalu dari sana. Tidak ingin terlau mencampuri urusan sang putri kedua orang tua itu mengiyakan saja, Noora sudah dewasa dia tidak terlalu suka urusannya di campuri, namun Nadilla yakin itu bukan dari pengelola, bisa saja dari seseorang yang dia ketahui akhirnya kembali itu. *** Aku tidak tahu harus menulis apa? Aku tahu tidak ada kata yang pantas dan bisa mudah kamu terima, bisakah kita bertemu, Ra? Aku janji tidak lebih dari 10 menit, pukul 1 besok siang di coffe shop miracle 2. Kennan. Noora segera meremasi surat itu dan membuangnya ke tempat sampah, tidak ada komentar apapun dan tidak aka nada balasan apapun, semuanya sudah berakhir dan dia tidak akan pernah datang ke coffe shop dua miliknya besok. Tidur Noora kembali tidak tenang, perasaanya kacau sedari tadi dia mencoba memejam namun sungguh tidak bisa, bayangan wajah Kennan begitu jelas menghantui lagi dunianya. Noora menggeram kesal, ia tidak suka seperti ini berlarut-larut dalam sebuah hal yang mengganjal. Di tengah malam buta saat mungkin sudah pukul 12 lewat Noora mengeluarkan surat yang Kennan kirimkan dari tempat sampah. Noora menyusun lembar kecil yang ia sobek halus itu lalu mendapatkan kontak Kennan yang tertera disana, Noora segera menghubunginya ingin menyelesaikan semuanya langsung dan tidak menjadi sesuatu hal yang terus mengusik ketenanganya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD