Sabila menatap lekat wajah putra sulungnya yang duduk di hadapannya. Dia bingung dengan rasa gengsi Rafan yang lebih besar dari ukuran baju. Lebih tinggi dari tinggi badannya. Menolehkan wajah pada Luna yang terlihat biasa saja, hanya duduknya yang tak nyaman. "Kamu kenapa, Nak?" tanya Sabila pada Luna. "Kebelet, Tan." "Ke kamar mandi." Luna segera berlari ke kamar mandi. Dia sudah hafal seisi rumah itu karena dulu pernah disuruh Rafan jaga adiknya. Nada yang super aktif selalu mengajaknya berkeliling rumah, termasuk halaman belakang. "Sebenarnya perasaanmu terhadap Luna seperti apa?" tanya Sabila sangat serius, memecahkan keheningan. Rafan mengangkat wajah, menggaruk tengkuknya. "Gak ada perasaan apa-apa." "Bohong." "Serius." "Terus kalian kenapa terus nempel? Tadi pun ancam mau