Drone

1030 Words
“Lo gak apa-apa kan?” tanya Darren pada sahabatnya itu, Gilang mengangguk pelan sambil melihat ke arah sesuatu yang baru saja terbang melewati mereka. Hampir saja dirinya terkena sabetan sebuah pisau yang melewatinya dengan cepat. Darren melihat ke arah drone yang baru saja terbang melewati kepalanya dan kepala Gilang, ia kemudian melihat Sean dan Alefukka serta Andrew yang sedang berbincang tanpa melihat satu pun remote diantara tangan mereka. “Drone! Itu pasti ada yang mengendalikannya, di sini pasti ada orang lain selain kita,” ujar Darren yang baru menyadari bahwa ada orang lain selain mereka di tempat itu yang mungkin saja bisa mencelakakan mereka. Gilang berdiri kemudian melihat Drone yang sudah terbang keluar itu, entah siapa yang mengendalikan yang pasti itu bukanlah sesuatu yang bisa berjalan sendiri tanpa dikendalikan oleh manusia. “Jangan bilang ini pada siapa pun apalagi Andrew, kita harus menyelidikinya sendiri agar Andrew tidak merasa curiga kita mengetahuinya. Di sini kita tidak bisa mempercayai orang lain selain tim kita dan gue yakin pengendali drone itu sudah pasti bekerja sama dengan Andrew,” kata Darren dengan wajah penuh kecurigaan. “Apa ternyata ini yang dinamakan tak kasat mata oleh si pemberi pengumuman itu? dan apa iya yang dianalisa Alefukka tidak benar?” tanya Gilang yang mulai merasa ragu dengan analisa Alefukka. Seakan-akan drone tersebut seperti menggiring opini lain. Namun, Darren dengan keteguhan hatinya masih yakin bahwa analisa Alefukka adalah yang nyata dan drone tersebut hanyalah sebuah penggiring opini. “Gue gak tahu juga, tapi satu yang gue yakin setelah beberapa jam kita menunggu tidak ada satu pun yang muncul dan baru sekarang ada drone tersebut artinya drone itu hanya sebuah penggiring opini karena lo udah emosi dan membongkar kenyataan tersebut,” ucap Darren yang masih melihat sekeliling mereka dan masih tampak berhati-hati. Gilang mengangguk setuju, selama ini ia tidak tahu bahwa Darren memiliki otak yang cerdas untuk menganalisa karena selama di kampus otak Darren hanya digunakan untuk bertengkar saja dan hanya memikirkan emosi. “Gue jadi yakin kalau lo punya otak,” kata Gilang tertawa kecil sambil menepuk punggung Darren. Darren menoyor kepala Gilang agar anak itu berpikir waras dalam keadaan seperti ini, namun tak bisa dipungkiri ia juga tertawa kemudian kembali menghampiri di mana Sean dan Alefukka berada. “Udah clear?” tanya Sean yang melihat Gilang dan Darren yang menghampiri mereka tampak sekali pemuda yang hampir mirip secara emosi itu pun sudah damai dan akrab menandakan tidak ada lagi percekcokan diantara mereka. Gilang mengangguk pelan, mereka semua tahu bahwa dalam keadaan seperti ini mengendalikan emosi saja rasanya tak pernah cukup. Mereka harus menyimpan tenaga untuk hal-hal penting lainnya dari pada sekadar bertengkar belum lagi permainan rumit itu yang memberikan sebuah game yang tak masuk akal dan mempunyai banyak teka-teki di dalamnya. Otak mereka harus tetap waras jika ingin menyelesaikan game tersebut dan kembali ke dunia nyata. “Maaf karena tadi hanya terbawa emosi, kalian boleh melanjutkan apa yang sedang kalian diskusikan. Gue akan lebih baik tidak tahu apa yang kalian diskusikan dari pada harus emosi dan membuang tenaga,” kata Gilang seraya duduk di kursi yang tepat berada di belakang mereka. Sean melihat Gilang dengan wajah kusut, bagaimana bisa Gilang mengatakan lebih baik dirinya tak tahu? Padahal ini adalah misi bersama dan semua anggota tim sudah seharusnya tahu apa yang sedang didiskusikan. “Lo masih mau masuk tim gak? Kalau lo masih masuk tim ini artinya lo harus mau ikut diskusi karena ini perihal peranggota bukan lagi pertim,” kata Sean yang sudah merasa dongkol dengan sikap Gilang yang kekanakan. Gilang yang sudah duduk pun kembali berdiri kemudian mendekati Sean ia menatap pemuda tersebut dengan sorot mata penuh kekesalan. “Gue udah cukup ikut diskusi kampungan kalian, setiap gue menganalisa pasti aja ada yang jatuhin. Bagi gue itu udah cukup bukti kalau gue lebih baik gak ikut diskusi!” kata Gilang dengan telak sambil melihat ke Andrew. Ia tidak takut walaupun di dalam tim itu ia yang paling muda. Alefukka langsung melerai pertengkaran tersebut, ia merasa bahwa tim tersebut sangat jauh dari yang namanya kedamaian. Sikap Sean yang tidak bijaksana dan sikap Gilang yang emosian seakan bercampur aduk memperkeruh suasana. “Udah deh, An. Lagian kalau dia gak mau diskusi ya udah biarin aja, nanti juga gue atau Darren bisa menyampaikan isi diskusi itu pada Gilang. Jangan memperumit apa yang sebenarnya bisa disederhanakan,” kata Alefukka membela Gilang, ia tidak ingin melihat percekcokan lagi diantara tim itu. Sean menghirup napasnya dalam-dalam mencoba meredam emosi yang sudah mulai naik ke atas kepalanya. Ia sudah kesal dan ingin sekali memaki orang-orang dihadapannya ini karena dalam keadaan genting masih saja tidak kompak. Akhirnya Sean memutuskan untuk membiarkan saja Gilang yang tidak ikut diskusi. Mereka di lantai melanjutkan diskusinya sementara Gilang hanya menatap mereka dengan wajah kusut, sejak ada Andrew dirinya jadi terasingkan. Sean yang biasanya tidak emosian dan selalu menerima pendapat setiap anggota jadi ikutan Andrew yang selalu menyelak ucapannya. Namun, saat mereka sedang asik berdiskusi Gilang yang saat itu sedang mengawasi situasi pun melihat seseorang yang berada di lantai 2 tengah melihat mereka yang sedang berdiskusi. Orang itu memakai hoodie dengan penutup kepala berwarna hitam tampak hanya mulut dan hidungnya yang terlihat. Tampaknya seseorang yang memakai hoodie itu tidak tahu bahwa Gilang sedang memantaunya. ‘Orang itu, jangan-jangan dia yang mengendalikan drone tadi. Jadi benar ternyata di dunia game bukan hanya kita’ batin Gilang yang menatap pengendali drone itu dengan matanya yang sipit. Gilang mencari cara untuk ke lantai 2 dengan cepat, namun nihil sepertinya tidak ada jalan lain selain tangga yang berada jauh diujung tempat mereka duduk. Gilang masih memantau pergerakan orang tersebut, ia melihat orang itu menerbangkan drone dengan kecepatan tinggi dengan s*****a tajam yang diikatkan di drone tersebut. “Sean, Alefukka, Darren awas!” teriak Gilang yang berusaha menyeret mereka bertiga, namun sayang ia telat menyeret Sean dan tangan Sean tertebas begitu saja membuat teman-temannya berteriak histeris. Cairan berwarna merah langsung keluar dari tangan Sean, untung saja kenanya tidak terlalu dalam hanya bagian luar dari lengannya yang tertebas. Gilang melihat lengan Sean dengan wajah syok, banyak sekali darah mengalir dari lengan Sean. Ia membantu Sean untuk berlari dari tempat itu secepatnya, Sean merasa beruntung bahwa tangannya tak hilang begitu saja karena tebasan tersebut.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD