Sudah beberapa jam mereka menunggu di dalam gedung mall itu, namun sampai detik ini tak ada yang menyerang mereka. Hal tersebut tentu saja membuat Sean merasa janggal, ia melihat Andrew dengan wajah bertanya-tanya seakan curiga dengan permainan yang dibuat oleh Andrew.
Gilang yang berada diantara mereka hanya menunggu apa yang akan dilakukan Andrew walaupun ia tahu bahwa pastilah Andrew akan terus berbuat baik di depan Sean.
“Ini kita sebenarnya nungguin apa sih?” tanya Gilang yang merasa jenuh dengan hal ini. Gilang tahu apa sebenarnya “Tak kasat mata” maka dari itu ia enggan untuk menunggu lebih lama lagi.
“Gue juga tidak tahu apa yang kita tunggu di sini hanya saja kita diperintahkan untuk melawan yang tak kasat mata,” ucap Sean melihat ke arah Andrew seolah bertanya apa yang sudah ia rancang digamenya sampai tidak muncul apapun.
Andrew mengangkat kedua alisnya seakan bingung dengan tatapan Sean yang seolah menuduhnya karena ia yang menciptakan game ini berarti ia harus tahu segalanya.
“Jangan menatap gue seperti itu, Gue juga tidak tahu apa yang sebenarnya direncanakan game ini. Dulu gue stuck di sini karena mencari lawan tak kasat mata, jadi gue tak bisa keluar sama seperti kalian,” kata Andrew berusaha senatural mungkin untuk menutupi kebohongannya.
Sean menghela napasnya pelan, ia merasa memainkan taktik walaupun sudah akrab dengan Andrew. Berbuat baik pada pemuda itu rupanya tak membuat Andrew berterima kasih, ia malah mempermainkan teman-teman barunya itu.
“Seharusnya kamu yang merancang, kamu juga yang paham seluk beluk game ini mulai dari peraturan dan cara kita menyelesaikan game ini bukan sama-sama menunggu,” kata Sean yang mulai kesal.
Sementara Alefukka yang sedari tadi berdua dengan Darren mengumpat pun sedang memantau mereka dari sebuah CCTV. Mereka sebenarnya ingin sekali memberitahu Sean agar meninggalkan Andrew, namun sangat berbahaya bagi mereka untuk mengatakan itu di depan Andrew.
“Maaf gue gak bisa berbuat banyak karena gue sendiri sedang dikendalikan oleh game ini,” ucap Andrew yang seakan melepas tanggung jawab yang seharusnya ia pikul.
Gilang menatap Sean yang sudah mulai gusar dengan hal ini, diantara mereka berempat hanya Seanlah yang belum tahu maksud “Tak kasat mata” yang dimaksud pengumuman tersebut.
“Diantara kita ada yang akan menjadi penghianat, mungkin itu yang dimaksud ‘tak kasat mata’ ini sih hanya perkiraan gue karena kita semua lihat di sini bahwa tidak ada serangan sama sekali untuk para pemain,” kata Gilang sambil melihat ke arah Andrew seolah tahu siapa diantara mereka yang akan berkhianat.
Sean melihat Gilang dengan tatapan tak percaya, ia tidak kepikiran dengan hal itu karena terlalu sibuk dengan lawan yang nyata dan bisa dilihat. Gilang memberi kode agar Sean tak terlalu membuat kegaduhan karena pada dasarnya mereka tahu siapa yang akan berkhianat diantara mereka.
“Hahah, ini hanyalah game survival bukan sebuah game teka-teki. Tidak ada yang seperti itu pasti sedang ada kesalahan saja sehingga para tak kasat mata yang dimaksud tidak muncul dihadapan kita,” kata Andrew masih dalam keadaan tenang.
Gilang memutar bola matanya merasa jengah dengan Andrew yang sok ramah seperti itu dan tak menerima analisanya.
“Kalau memang lo bilang ini adalah sebuah kesalahan dari game ini berarti lo tahu seluk beluk game ini kan sehingga lo dengan yakin bilang pasti ada kesalahan,” ucap Gilang yang menyudutkan Andrew dihadapan Sean.
Alefukka yang melihat dari kejauhan pun akhirnya memutuskan untuk menghampiri Sean dan Gilang. Alefukka memberi kode pada Darren agar menenangkan Gilang yang tampak sudah emosi dengan tingkah laku Andrew yang sok bodoh.
“Ini ada apa sih ribut-ribut?” tanya Alefukka dengan wajah yang masih terlihat santai, ia juga memperingati Darren agar tidak terpancing dengan tingkah Andrew yang sok bodoh soal game ini.
“Tidak ada apa-apa, hanya saja Gilang sepertinya memaksakan analisanya tentang pengumuman game ini jadi mungkin saja Gilang tak menerima jika gue bilang memang tak ada permainan teka-teki yang seperti gue jelaskan itu,” ucap Andrew yang sudah mulai merasa kesal dengan tingkah Gilang.
Alefukka menatap Gilang dengan serius seakan memberikan kode agar tak membuat Andrew semakin kesal, mereka harus menahan emosi menghadapi tantangan tak kasat mata tersebut walaupun sulit.
“Baiklah, maafkan Gilang ya. Dia memang seperti itu sangat menyukai argumentasi dan selalu memaksakan kehendaknya untuk diterima orang banyak. Jadi, tak perlu diladeni,” kata Alefukka dengan pembawaan yang tenang.
Sementara Gilang melihat Alefukka dengan wajah memerah kemudian pergi dari sana meninggalkan mereka dengan banyak sekali pertanyaan di dalam benaknya.
Gilang memang sudah tahu Alefukka hanya sedang berakting belaka, namun tetap saja itu membuatnya kesal dan muak dengan drama yang tak kunjung selesai, belum lagi ia ingin sekali keluar dari pulau zombie dan tak berpenghuni ini.
Darren memutuskan untuk menghampiri Gilang yang sudah penuh dengan amarah, Darren tahu hal ini tidak mudah untuk Gilang yang mudah sekali emosi sama seperti dirinya sendiri.
“Gilang!” seru Darren seraya berlari kecil ke arah Gilang. Pemuda itu menghentikan langkahnya kemudian melihat Darren dengan tatapan sebal. Tidak seharusnya dia di sini terjebak dengan orang munafik yang suka sekali berdrama di depannya.
“Apa? Gue udah muak ya drama sama si Andrew, gue udah mencoba sabar tapi dia berusaha terlihat tidak paham padahal gue tahu bahwa dia paham apa yang gue bilang itu.
Darren menepuk pundak Gilang kemudian mengapit lehernya hingga Gilang tak bisa bergerak dengan bebas. Gilang berusaha melepaskan apitan tangan Darren dilehernya, namun nihil pemuda itu enggan melepaskan dirinya.
“Heh! Kita ini sedang bersandiwara dan ini adalah salah satu trik kita juga dalam menjalankan misi. Anggap saja kita sedang syuting, jangan dibawa serius seperti itu, kalau lo ingin cepat keluar dari tempat ini maka jalankan saja apa yang seharusnya dilakukan,” kata Darren memberikan pengertian pada Gilang agar tak kesal seperti itu.
Gilang melepaskan apitan Darren dengan kesal, entah mengapa rasanya sulit untuk bersandiwara kali ini. Pemuda itu menggeleng pelan, ia tidak sanggup jika harus berbuat baik dengan orang munafik seperti itu walaupun memang hanya pura-pura tapi tetap saja rasanya berat untuk tersenyum.
“Gilang awas!” teriak Darren tiba-tiba sambil menarik tangan sahabatnya itu ke tempat yang lebih aman. Sesuatu yang terbang membuat Darren refleks menganggap itu adalah sebuah musuh untuk mereka.
Mereka berdua tampak terjatuh di lantai yang sudah bau anyir itu dengan noda merah di permukaan lantai tersebut. Darren mencoba membuat Gilang tetap berdiri agar mereka tak roboh bersama-sama.