Semua orang sedang panik saat itu karena tiba-tiba saja ada drone yang datang membawa pisau super tajam ingin menebas salah satu dari mereka, pengendali drone tersebut juga belum diketahui.
“Lo gak apa-apa kan?” tanya Andrew yang tampak cemas dengan keadaan Sean si teman barunya. Gilang yang melihat perhatian dari Andrew pun terlihat jiijik, pasalnya ia tahu bahwa Andrew sedang bersandiwara di depan tim extramers.
“Jelas-jelas si Sean tuh ketebas pisau ya pasti kenapa-napa lah masa gapapa,” kata Gilang dengan ketus membuat Darren peka dengan hal tersebut. Gilang tidak akan marah tanpa sebab walaupun sifat Gilang yang emosian, namun ia tidak pernah ketus tanpa sebab.
Tidak ada yang menjawab, Sean juga enggan menjawab karena tangannya yang masih sakit dan ia juga membenarkan ucapan Gilang. Pertanyaan basa-basi Andrew saat ini bukannya sebuah solusi, tangannya sudah sangat perih hingga ia mengerjapkan matanya beberapa kali agar tidak mengeluarkan air mata.
Andrew hanya terdiam pendengar hal ketus yang diucapkan Gilang, ia tahu bahwa musuh terberatnya adalah Gilang yang sangat anti dengan orang asing dan tampaknya yang paling waspada dan sadar adalah pemuda itu.
Mereka pun akhirnya mencari kain untuk menghentikan pendarahan Sean, saat Sean ditinggalkan hanya berdua dengan Andrew. Andrew terlihat sedikit kesal dengan sikap tim extramers itu yang sangat senang membuat dirinya malu, padahal dia hanya ingin bersikap baik dan ramah pada Sean.
“Gak usah ditanggepin, Gilang dan Darren memang mempunyai mulut paling ketus diantara kita berempat. Namun, mereka berdua sangat baik kok bahkan lebih perhatian,” kata Sean mengingat bagaimana ia bertemu dengan kedua orang emosional itu.
“Ya mungkin, gue harap mereka bisa menerima manusia lain di luar tim kalian,” kata Andrew yang terdengar seperti menyindir bahwa Gilang dan Darren adalah dua orang yang tidak bisa menerima manusia lain, alias kolot dan kuper.
Sean melihat Andrew dengan sedikit aneh, memang nadanya tak seketus Gilang, namun Sean cukup yakin bahwa Andrew kesal dengan sikap Gilang yang sok padanya.
“Mereka bisa menerima manusian lain tenang saja, mereka adalah salah satu mahasiswa populer di kampus yang mempunyai banyak teman dan sahabat di mana-mana. Jadi, tenang saja. Kalau kau benar tidak memancing emosinya mereka akan baik padamu,” kata Sean yang masih tampak kesakitan dengan luka yang ada.
Andrew hanya tersenyum kecut ketika mendengar kata “populer” yang diucapkan Sean, dulu saat ia masih sekolah ingin sekali saat masuk kuliah suatu hari nanti bisa menjadi mahasiswa populer yang digandrungi banyak perempuan dan teman yang sangat menjanjikan untuk hidupnya.
Namun, sampai sekarang impian itu tidak terwujud sekali pun membuatnya kesal karena gagal populer dan impiannya menguap begitu saja.
Cukup lama menunggu kedatagan Alefukka, Darren dan Gilang untuk mengambilkan beberapa obat untuk mengobati luka Sean yang sedari tadi mengucur.
“Maaf lama, kita udah keliling mall tapi gak dapet-dapet obat merah lumayan susah. Untung aja di ruko dekat sini ada yang menaruh obat merah,” kata Alefukka seraya duduk di samping Sean sambil mengobati luka Sean yang sobek lumayan besar.
“Thanks, sorry ngerepotin kalian,” ucap Sean seraya mengambil kain untuk mengusap darahnya yang sedari tadi mengaliri tangan putih mulus miliknya. Andrew bergeser menjauhi Sean dan ketiga temannya itu. Dari kejauhan ia melihat bahwa Darren, Alefukka dan Gilang sangat perhatian pada Sean.
Andrew yakin bahwa dikelilingi oleh anak-anak populer sangatlah menyenangkan dan membuat hidup Sean berwarna. Ia menghela napasnya pelan, rasanya ia benar-benar lupa dengan yang namanya kehidupan nyata karena sudah lama sekali ia meninggalkan dunia yang sebenarnya sudah dari kecil ia impikan.
“Andrew, jangan bengong nanti kesurupan kita lagi yang repot,” ucap Darren dari kejauhan. Gilang dan Alefukka menatap Andrew dengan ekspresi yang tak dapat dibaca oleh Andrew. Pemuda itu hanya mengangguk sambil tersenyum.
Sean menghampiri Andrew yang duduk sendirian di kursi yang tidak jauh dari mereka. Bagaimana pun sikap Andrew nanti, Sean tidak tega mengasingkan orang lain di sekelilingnya.
“Lo mikirin apa? Kalau ada yang lo pikirin bisa kok sharing sama kita mungkin aja kita bisa bantu mikirin solusinya,” kata Sean yang sedikit mulai merasa kasihan dengan Andrew, sebagai sesama pria ia membicarakan itu dari hati yang terdalam.
Darren, Alefukka dan Gilang yang berada jauh dari Sean dan Andrew melihat mereka dengan ekspresi datar. Mereka masih bingung pada Sean mengapa ia baik sekali dengan Andrew padahal ia tahu bahwa Andrew mempunyai sesuatu yang jahat walaupun itu belum terbukti sama sekali.
“Ga ada yang gue pikirin, gue Cuma mau keluar aja dari game ini karena gue merasa bahwa sudah lama gue terkurung di sini sampai lupa dunia nyata dan kehidupan kampus. Teman seangkatan gue pasti sudah pada wisuda dan kerja, sedangkan gue gak bisa apa-apa selain diam di dunia game ini dan menjadi pecundang,” kata Andrew menatap ke arah lain.
Ucapan Andrew membuat Sean sadar bahwa ia tidak boleh membuang waktunya begitu saja karena ia juga tidak ingin seperti Andrew yang keluar dari dunia game hanya bisa melihat keberhasilan teman-teman seangkatannya itu.
Mereka harus segera menyelesaikan misi tersebut agar cepat keluar dari tempat tidak jelas ini.
“Bantu kita untuk menyelesaikan misi, kita juga akan membantu lo untuk selesaikan misi. Sekarang kita adalah satu tim, tidak ada yang akan terjadi selama kita bersama-sama,” ucap Sean dengan yakin dan kepercayaan diri yang tinggi.
“Halah, lo gak usah yakin gitu. Temuin aja dulu si ‘tak kasat mata’ karena misi kita tidak akan bisa berlanjut kalau si ‘tak kasat mata’ tidak ketemu,” celetuk Darren dari kejauhan. Sean melirik Darren kemudian mengangguk.
Sean tahu bahwa 1 masalah belum bisa selesai maka mereka tidak akan bisa melanjutkan masalah lainnya.
“Lo bener, tapi masalahnya gue gak yakin kalau yang dimaksud tak kasat mata itu adalah hantu. Apalagi yang kayak analisa Gilang itu bener-bener mustahil,” kata Sean tampak berpikir.
Mendengar kata ‘analisa’ membuat Gilang hampir saja naik darah, untung saja Darren dan Alefukka cepat-cepat meredakan amarah Gilang yang sudah meluap-luap.
“Lo lebih baik kalau bicara disaring dulu biar gak ada keributan, An,” ucap Alefukka memperingati karena tidak lucu jika disaat-saat seperti ini amarah Gilang atau pun Darren memuncak karena hal-hal sepele.
“Sorry,” ucap Sean singkat. Namun saat mereka sedang berpikir ada sesuatu yang jatuh menimpa kepala Sean membuat pemuda itu terkapar di lantai dengan bersimbah darah. Lagi-lagi extramers dikejutkan dengan benda yang jatuh tanpa sepengetahuan mereka dan mengincar Sean.