“Selamat datang di game survival. Halo para pemain hebat terima kasih karena telah menyelesaikan misi ke 4 kalian. Sekarang waktunya untuk misi ke 5 yaitu game persahabatan, semoga harimu menyenangkan”
Setelah mendengarkan pengumuman tersebut, Sean, Darren dan Gilang merasa bingung dengan pengumuman yang baru saja mereka dengar.
Namun, saat mereka baru saja memikirkan apa yang akan terjadi kini mereka dihadapankan dengan bayangan masing-masing dari mereka yang begitu mirip dan sangat banyak.
“Loh? Ini kita kenapa?” tanya Gilang dan Darren yang sudah mulai panik dengan keadaan mereka. Sedangkan Sean terdiam seolah berpikir yang dimaksud “sahabat” oleh pengumuman itu apa?
Namun, itu semua tidak berhenti disitu saja ketika Gilang dan Darren bicara semua bayangannya mengikuti alias seperti mereka sedang terkurung di dalam rumah cermin.
Sean mulai kebingungan dengan bayangan yang semakin banyak dan memenuhi lokasi itu dalam sekejap membuat panik ketiga orang tersebut.
Sean menarik napasnya dalam-dalam mencoba tenang, ia hanya perlu fokus pada kedua teman yang sangat ia kenal. Sean yakin bahwa ada yang menonjol diantara banyaknya Gilang dan Darren imitasi.
“Fokusin diri kalian ke diri kita yang sebenarnya. Gilang dan Darren pasti tahu bahwa gue punya sesuatu yang gak bisa mereka tiru begitu pun dengan gue yang tahu bahwa ada yang membedakan antara kalian dengan yang lainnya, gue harap kalian gak hilang fokus,” kata Sean yang sudah mulai memicingkan matanya seolah melihat semuanya dengan baik-baik.
Tampak Darren dan Gilang mengangguk paham, namun Gilang berubah lesu saat ia mengingat bahwa ia tak tahu sama sekali apa perbedaan Sean atau pun Darren. Bahkan Gilang tak pernah memperhatikan apa kesukaan dari kedua sahabatnya itu, mungkin dia terlalu banyak bermain hingga tak kenal betul kedua sahabatnya itu.
“Nah kan udah gue duga si curut ini udah pasti gak bakal kenal sama kita,” kata Darren yang kesal melihat Gilang kebingungan seperti itu, bahkan dari bayangannya saja wajah pemuda itu sangat membuat Darren naik pitam.
“Sumpah gue gak merhatiin kebiasaan kalian atau apapun yang menonjol dari kalian,” ucap Gilang yang terlihat menyengir.
Sean menghela napasnya kasar, bahkan disaat genting seperti ini Gilang masih sempat-sempatnya tak menggunakan otaknya untuk mengingat kebiasaan sahabatnya sendiri.
“Sumpah sih gue gak yakin kalau kayak gini, misi ke 5 kita bakal berhasil, belum lagi Alefukka yang entah ke mana,” kata Sean dengan wajah yang sudah frustasi. Bahkan ia tak tahu pada akhirnya mereka akan berhasil keluar dari dunia game ini atau tidak.
Darren tak menghiraukan, ini hanyalah masalah mata dan kejelian mereka tak perlu diributkan. Masih banyak misi yang harus mereka jalani sementara ujian akhir semester sudah semakin mendekat, Darren berharap bahwa saat mereka keluar dari dunia game itu mereka masih bisa mengikuti ujian akhir semester.
Gilang berusaha fokus dengan banyaknya orang di hadapannya, bagaikan matanya yang minus melihat banyak sekali bayangan Sean maupun Darren di hadapannya.
“Ah sumpah gue laper!” teriak Gilang yang merasa frustasi karena banyak sekali orang yang mirip kedua sahabatnya itu, ia tak bisa menebak Sean dan Darren yang asli berada di mana.
“Lo laper mulu heran! Tebak aja gue ada di mana,” kata Darren yang merasa tak sabaran dengan sikap Gilang yang terlalu menyusahkan dirinya dan Sean.
Gilang memperlihatkan wajah frustasinya seraya menunjuk tepat lurus di hadapannya.
“Lo ada tepat di depan gue,” kata Gilang yang sudah merasa bingung dengan apa yang ia tebak bahkan ia sudah pasrah kalau itu salah.
“Tebakan pemain salah, kami akan memberikan 4 kali kesempatan lagi untuk Gilang. Sementara untuk lainnya karena belum ada yang berani menebak, masih ada sisa 5 kesempatan lagi. Gunakan kesempatan kalian dengan baik, semoga harimu menyenangkan!”
Gilang langsung terduduk di aspal karena ia merasa bahwa ia tidak akan bisa menebak kedua sahabatnya itu dan sudah pasti karenanya mereka jadi tinggal di dunia game selamanya.
"Guys, tolong maafin gue kalau gue salah tebak sampai kesempatan habis itu berarti secara gak langsung gue yang udah membuat kalian tinggal di sini seumur hidup,” kata Gilang dengan air matanya yang sudah mengalir deras bercampur dengan perutnya yang sudah mulai perih karena tak diberi makan sedikit pun dari kemarin.
Sean ikut duduk di aspal dengan wajah yang sudah benar-benar kusut. Tidak ada yang salah dari mereka, bahkan ia juga tidak mampu menyalahkan dirinya sendiri karena ia juga tak merasa sengaja atas ini semua.
Darren melihat Gilang dan Sean yang sudah berwajah seakan mereka tak mempunyai masa depan lagi dengan misi ini.
“Bro! Ayo dong semangat, kita udah sahabatan lebih dari 5 tahun loh pasti kita bisa mengenali apa yang menjadi ciri khas dari kita masing-masing,” kata Darren yang mendorong semangat bagi kedua sahabatnya itu.
Extramers memang sudah terbentuk lebih dari 5 tahun, namun Sean merasa bahwa extramers yang selama ini mereka bentuk bukanlah sebuah sahabat sesungguhnya kecuali Alefukka yang merupakan sahabatnya paling dekat.
Dulu, walaupun extramers sudah terbentuk. Namun, Darren dan Gilang merasa mereka tak bertanggung jawab dengan tim itu jadi selama 4 tahun berturut-turut extramers hanyalah sebuah angan-angan persahabatan diantara mereka.
Akan tetapi, 1 tahun belakangan Darren dan Gilang mulai kembali berkumpul dengan Sean dan Alefukka itu pun hanya untuk mengerjakan kelompok atau belajar bareng, selebihnya mereka tak pernah berhubungan.
“Gue jadi mikir kalau 5 tahun yang kita jalanin itu kesia-siaan, kalian sadar gak sih kalian sibuk sama temen baru sampe lupa itu kalau kita pernah bentuk tim extramers karena berawal dari kegabutan pas kita jadi MABA? Dulu gue berharap dengan hobi dan passion yang sama kita bakal jadi sahabat karib yang tak terpisahkan, tapi ternyata sefrekuensi aja gak cukup. Pada dasarnya manusia akan selalu berkenalan dengan orang baru dan melupakan orang lama,” kata Sean mengingatkan mereka tentang terbentuknya extramers.
Darren dan Gilang terdiam, mereka memang waktu itu tak pernah serius membicarakan tentang persahabatan mereka. Untuk Gilang sendiri yang terbilang supel membuat dirinya gampang berbaur dan nemplok sana-sini, sementara untuk Darren yang suka mengkritik ia bahkan lebih senang bergaul dengan mahasiswa yang bisa dibilang “sempurna” jadi ia tak perlu susah-susah untuk mengkritik orang dan itu tidak ia dapatkan di tim extramers yang ia anggap terlalu cuek dan membuat dirinya sering kali jengkel.
Darren dan Gilang baru sadar bahwa persahabatan mereka tak sebegitu karibnya, mereka tidak seperti yang mahasiswa lainnya lihat selalu kompak dan membuat orang terpukau dengan isi tim yang bisa dibilang sempurna.