Apa motifnya?

1064 Words
Hos..hoss Napas Fendi tersengal-sengal ketika kembali ke tempat di mana Darren dan tim berkumpul. “Ada apaan sih?” tanya Darren yang melihat Fendi dengan wajah panik. Fendi menarik napas dalam-dalam ketika akan mengatakan itu pada mereka. “Ada ribuan zombie di arah utara!! Kita harus segera kabur!” teriak Fendi membuat Stefan yang belum bisa berjalan panik mendengar berita tersebut. “Tolongin gue!!” teriak Stefan yang ketakutan mendengar hal itu. Fendi langsung membantu Stefan untuk berdiri sedangkan Alefukka membantu Sean yang masih pingsan untuk kabur dari tempat tersebut. Sedangkan Darren menjaga tim dari belakang dengan s*****a. Mereka akhirnya menemukan satu mobil yang terlihat masih bagus, mereka pun akhirnya memasuki mobil tersebut agar bisa menjauh dari area itu. “Bagaimana dengan Gilang? Dia masih di sana kan?” tanya Alefukka yang merasa panik karena salah satu sahabatnya masih belum diketahui keberadaannya. “Oh ayolah! Jangan mikirin Gilang terus, kita yang di sini harus hidup dulu,” ucap Stefan yang sedikit kesal dengan Alefukka yang masih mementingkan Gilang yang sudah jelas-jelas hampir membunuh Sean dan menjadi penghianat. “Lo diem aja yaa dari pada gue lempar lo keluar,” kata Darren yang sedikit kesal dengan pecundang-pecundang yang senang sekali menjelekkan sesama pecundang. Stefan terdiam mendengar ucapan Darren yang terdengar sinis. Fendi hanya menggelengkan kepalanya saja merasa heran dengan sikap pemuda-pemuda yang bisa dibilang sangat kekanakan itu. Fendi yang mengendarai mobil tersebut memilih berkeliling mencari Gilang agar bisa menyelamatkan pemuda itu yang sekarang entah ke mana. “Lo mau ke mana? Kita kenapa ngiter-ngiter di sini?” tanya Darren yang merasa heran karena Fendi membawa mereka mengitari lokasi di mana tadi mereka kabur. “Kita harus cari Gilang, kita ga bisa biarin Gilang sendirian sementara kita kabur begitu saja,” kata Fendi yang membuat Alefukka dan Darren yang mendengar itu terharu. Mereka pun tak ada yang bersuara lagi, hanya ada dengusan kecil dari Stefan yang tampak tak senang dengan mereka semua yang dianggap sok baik dan terlalu naif. “I-itu Gilang bukan?” tanya Fendi yang takut salah melihat. Alefukka dan Darren melihat ke arah yang ditunjuk oleh Fendi, benar saja ketika mereka melihat bahwa Gilang sedang kewalahan dikejar zombie-zombie yang berlari cepat ke arahnya. “Buka pintu!” perintah Fendi, ia sudah menyiapkan strategi untuk membantu Gilang naik ke dalam mobil itu. Darren juga sudah bergeser ke tempat duduk paling belakang agar Gilang bisa langsung menaiki mobil tersebut dengan leluasa. “Gilang!!! Lari ke arah sini!” teriak Alefukka sambil melambaikan tangannya agar memberitahu lokasi di mana mereka berada. Gilang yang melihat itu langsung sumringah, dengan kencang ia berlari ke arah mobil yang sudah menunggu kedatangannya itu. Namun, zombie tersebut tak kalah cepat dengan larinya Gilang. Adegan dramatisir itu tak berlangsung lama karena Alefukka menggapai tangan Gilang untuk menaiki mobil tersebut. Dalam sekejap Gilang sudah berada di dalam mobil dengan napasnya yang masih tak karuan. “Sip. Drama berakhir juga,” ucap Stefan yang berada di samping kemudi. Gilang tak menghiraukan perkataan Stefan yang sepertinya sudah mulai sinis. Mereka semua paham bahwa keadaan seperti ini membuat naluri mereka untuk mempertahankan diri begitu besar, jadi tak heran diantara mereka saling sengit satu sama lain. “Jadi, kita abis ini ke mana?” tanya Fendi yang masih belum tahu arah tujuan mereka. “Yang pasti ke tempat yang aman, sumpah di sini serem,” celetuk Gilang yang masih terduduk lemas tepat di belakang Fendi. Fendi mengangguk paham kemudian ia mencarikan sebuah tempat yang ia rasa aman untuk mereka bersembunyi sementara waktu. Mobil itu perlahan berhenti kemudian mereka pun turun tepat di depan supermarket. “Astaga, gue ga sangka lo pinter cari lokasi. Gue laper banget abis dikejar-kejar zombie,” kata Gilang sambil mengusap peluhnya yang menetes di dahinya. Fendi tersenyum samar kemudian mereka pun masuk ke dalam supermarket tersebut, masih sama was-wasnya seperti tadi. Mereka memastikan bahwa di supermarket itu tak ada zombie yang menyelip. “Kayaknya di sini ga ada zombie. Gak mungkinkan zombie makan ciki?” kata Darren sambil memeriksakan beberapa rak yang menutupi pandangan mereka. Alefukka tertawa renyah kemudian, sepertinya makanan membuat mereka kembali waras dan bisa bergurau. Krek..krek..krek. Suara sesuatu membuat mereka langsung mengarah ke arah sumber suara. Fendi sudah bersiap dengan senjatanya kemudian perlahan ia mendekati arah sumber suara tersebut. Alefukka yang masih setia membopong Sean juga benar-benar membuka mata lebar-lebar takut bahwa dibalik rak itu ada zombie yang siap menerkam kita. Fendi menghembuskan napasnya lega ketika yang ia dapati adalah tikus. “Cuma tikus, ternyata di sini ada hewan juga ya,” kata Fendi yang masih bingung mengapa di dunia game ada hewan. Alefukka menatap tikus itu yang masih enggan pergi ketika melihat manusia. “Kayaknya itu bukan tikus biasa, gak mungkin tikus gak kabur kalau ada manusia kan?” tanya Alefukka yang sedikit gemetar, entah itu apa yang pasti Alefukka tak percaya begitu saja bahwa tikus itu adalah hewan biasa. Fendi melihat baik-baik tikus tersebut yang seakan tak melihat satu pun orang di sekitarnya dan tak merasa takut dengan kedatangan mereka. “Ini agak aneh, kenapa tikus ini ga takut sama kita?” tanya Fendi yang merasa aneh juga dengan hal tersebut. “Karena kalian adalah hologram yang tak bisa dilihat makhluk hidup di bumi, itu tentu saja karena kalian di dunia nyata, sekaligus di dunia game. Kalian adalah mainanku,” ucap Andrew yang datang tiba-tiba dengan senyuman sumringahnya. Fendi mengepalkan tangannya kuat-kuat, ia tahu saat ini bukanlah saat yang tepat untuk bertengkar dengan Andrew. “Kita salah apa sih sama lo? Kenapa gak ikut keluar aja dari dunia game? Gue yakin lo masih mau menjalani hidup normal,” kata Fendi yang masih merasa bingung dengan tingkah Andrew. Andrew tertawa kecil kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Gue menciptakan ini semua karena gue mau orang yang mempersulit hidup gue dapet kesulitan juga, bukan di dunia nyata, tapi di dunia game yang gue buat. Karena di dunia nyata tidak pernah ada yang namanya keadilan, jadi gue akan menghukum dengan cara gue sendiri,” kata Andrew kemudian melihat mereka satu persatu dengan tatapan tajam. “Kita ga pernah berasa nyulitin lo! Dan bahkan kita ga kenal siapa lo sebenarnya.” Kali ini Darren yang menyahut karena ia tidak tahu motif apa yang membuat Andrew seperti ini dan menahan mereka. “Orang bodoh sama orang pura-pura bodoh itu beda tipis, kalian akan tahu apa yang sebenarnya terjadi setelah semua kesulitan yang kalian hadapi,” kata Andrew kemudian pergi meninggalkan tim tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD